BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia dikenal sebagai makhluk berfikir. Dan
hal inilah yang menjadikan manusia istimewa dibandingkan makhluk lainnya.
Kemampuan berpikir atau daya nalar manusialah yang menyebabkannya mampu
mengembangkan pengetahuan
berfilsafatnya. Dia mengetahui mana yang benar dan mana yang salah,
mana yang baik dan mana yang buruk, yang indah dan yang jelek. Secara terus
menerus manusia diberikan berbagai pilihan. Dalam melakukan pilihan ini manusia
berpegang pada filsafat
atau pengetahuan.
Dengan berfilsafat manusia akan mampu mencintai
kebijaksanaan, sehingga dengan hal itu manusia mampu menjadi insan yang
sempurna, sebab dia bisa mengoptimalkan akal ini untuk berfikir.
Berpikir, meneliti dan menganalisa
adalah proses awal dalam memperoleh ilmu pengetahuan. Dengan berpikir,
seseorang sebenarnya tengah menempuh satu langkah untuk medapatkan pengetahuan
yang baru. Aktivitas berpikir akan membuahkan pengetahuan jika disertai dengan
meneliti dan menganalisa secara kritis terhadap suatu obyek.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan Pengetahuan ?
2.
Dari manakah sumber Pengetahuan?
3.
Apa saja jenis – jenis pengetahuan?
4.
Apa saja faktor yang mempengaruhi pengetahuan?
5.
Apa saja aliran yang membicarakan tentang
Pengetahuan?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengetahuan
Pengetahuan adalah berbagai
gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan akal. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan akal budinya untuk
mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan
sebelumnya. Misalnya ketika seseorang mencicipi masakan yang baru dikenalnya,
ia akan mendapatkan pengetahuan tentang bentuk, rasa, dan aroma
masakan tersebut.[1]
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari “Tahu” dan ini terjadi
setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yaitu: indra
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui pendidikan, pengalaman orang lain, media massa maupun
lingkungan.
Pengetahuan ini meliputi emosi, tradisi, keterampilan, informasi,
akidah, dan pikiran. Dalam komunikasi
keseharian, kita sering menggunakan kalimat seperti, “Saya terampil
mengoperasikan mesin ini”, “Saya sudah terbiasa menyelesaikan masalah itu”,
“Saya menginformasikan kejadian itu”, “Saya meyakini bahwa masyarakat pasti
mempercayai Tuhan”, “Saya tidak emosi menghadapi orang itu”, dan “Saya
mempunyai pikiran-pikiran baru dalam solusi persoalan itu”.
Pengetahuan adalah suatu keadaan yang hadir dikarenakan persentuhan
kita dengan suatu perkara. Keluasan dan kedalaman kehadiran kondisi-kondisi ini
dalam pikiran dan jiwa kita sangat bergantung pada sejauh mana reaksi,
pertemuan, persentuhan, dan hubungan
kita dengan objek-objek eksternal. Walhasil, makrifat dan pengetahuan ialah
suatu keyakinan yang kita miliki yang hadir dalam syarat-syarat tertentu dan
terwujud karena terbentuknya hubungan-hubungan khusus antara subjek (yang
mengetahui) dan objek (yang diketahui) dimana hubungan ini sama sekali kita
tidak ragukan.
B.
Sumber Pengetahuan
Sumber dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia diartikan sebagaia asal. Sebagai contoh sumber mata air,
berarti asal dari air yang berada di mata air itu.Dengan demikian sumber ilmu
pengetahuan adalah asal dari ilmu pengetahuan yang diperoleh manusia. Jika
membicarakan masalah asal, maka pengetahuan dan ilmu pengetahuan tidak
dibedakan, karena dalam sumber pengetahuan juga terdapat sumber ilmu
pengetahuan.
Amsal Bakhtiar berpendapat
tidak jauh berbeda. Menurutnya sumber pengetahuan merupakan alat untuk
memperoleh ilmu pengetahuan. Dengan istilah yang berbeda ia menyebutkan empat
macam sumber pengetahuan, yaitu: emperisme, rasionalisme, intuisi dan wahyu.
Dengan demikian, sumber pengetahuan terdiri dari empirisme
(indera), rasionalisme (akal), intuisionisme (intuisi), dan wahyu.
1.
Empirisme
(indera)
Tak diragukan bahwa indra-indra lahiriah manusia merupakan alat dan
sumber pengetahuan, dan manusia mengenal objek-objek fisik dengan
perantaraanya. Setiap orang yang kehilangan salah satu dari indranya akan sirna
kemampuannya dalam mengetahui suatu realitas secara partikular. Misalnya
seorang yang kehilangan indra penglihatannya maka dia tidak akan dapat
menggambarkan warna dan bentuk sesuatu yang fisikal, dan lebih jauh lagi orang
itu tidak akan mempunyai suatu konsepsi universal tentang warna dan bentuk.
Begitu pula orang yang tidak memiliki kekuatan mendengar maka dapat dipastikan
bahwa dia tidak mampu mengkonstruksi suatu pemahaman tentang suara dan bunyi
dalam pikirannya. Atas dasar inilah, Ibn Sina dengan menutip ungkapan filosof
terkenal Aristoteles menyatakan bahwa barang siapa yang kehilangan
indra-indranya maka dia tidak mempunyai makrifat dan pengetahuan. Dengan demikian
bahwa indra merupakan sumber dan alat
makrifat dan pengetahuan ialah hal yang sama sekali tidak disangsikan. Hal ini
bertolak belakang dengan perspektif Plato yang berkeyakinan bahwa sumber
pengetahuan hanyalah akal dan rasionalitas, indra-indra lahiriah dan
objek-objek fisik sama sekali tidak bernilai dalam konteks pengetahuan. Dia
menyatakan bahwa hal-hal fisikal hanya bernuansa lahiriah dan tidak menyentuh
hakikat sesuatu. Benda-benda materi adalah realitas-realitas yang pasti sirna,
punah, tidak hakiki, dan tidak abadi.
Akan tetapi, filosof-filosof
Islam beranggapan bahwa indra-indra lahiriah tetap bernilai sebagai sumber dan
alat pengetahuan. Mereka memandang bahwa peran indra-indra itu hanyalah
berkisar seputar konsep-konsep yang berhubungan dengan objek-objek fisik
seperti manusia, pohon, warna, bentuk,
dan kuantitas. Indra-indra tak berkaitan dengan semua konsep-konsep yang
mungkin dimiliki dan diketahui oleh manusia, bahkan terdapat realitas-realitas
yang sama sekali tidak terdeteksi dan terjangkau oleh indra-indra lahiriah dan
hanya dapat dicapai oleh daya-daya pencerapan lain yang ada pada diri manusia.
Konsep-konsep atas realitas-realitas fisikal dan material yang
tercerap lewat indra-indra, yang walaupun secara tidak langsung, berada di alam
pikiran, namun juga tidak terwujud dalam akal dan pikiran kita secara mandiri
dan fitrawi. Melainkan setelah mendapatkan beberapa konsepsi-konsepsi indrawi
maka secara bertahap akan memperoleh pemahaman-pemahaman yang lain. Awal
mulanya pikiran manusia sama sekali tidak mempunyai konsep-konsep sesuatu, dia
seperti kerta putih yang hanya memiliki potensi-potensi untuk menerima coretan,
goresan, dan gambar. Dan aktivitas persepsi pikiran dimulai dari indra-indra
lahiriah.
David Hume (1711-1776)
yang mengatakan bahwa manusia sejak lahirnya belum membawa pengetahuan apa-apa.
Manusia mendapatkan pengetahuan melalui pengamatannya yang memberikan dua hal,
kesan (impression) dan pengertian atau ide (idea). Kesan adalah pengamatan
langsung yang diterima dari pengalaman. Seperti merasakan sakitnya tangan yang
terbakar. Sedangkan ide adalah gambaran tentang pengamatan yang dihasilkan
dengan merenungkan kembali atau terefleksikan dalam kesan-kesan yang diterima
dari pengalaman.
Gejala alam, menurut aliran ini bersifat
konkret, dapat dinyatakan dengan panca indera dan mempunyai karakteristik
dengan pola keteraturan mengenai suatu kejadian.seperti langit yang mendung
yang biasanya diikuti oleh hujan, logam yang dipanaskan akan memanjang. Berdasarkan teori ini akal hanya berfungsi sebagai pengelola konsep
gagasan inderawi dengan menyusun konsep tersebut atau membagi-baginya. Akal
juga sebagai tempat penampungan yang secara pasif menerima hasil-hasil
penginderaan tersebut. Akal berfungsi untuk memastikan hubungan urutan-urutan
peristiwa tersebut
Dengan kata lain, empirisme menjadikan pengalaman inderawi sebagai
sumber pengetahuan. Sesuatu yang tidak diamati dengan indera bukanlah
pengetahuan yang benar. Walaupun demikian, ternyata indera mempunyai beberapa
kelemahan, antara lain; pertama, keterbatasan indera. Seperti kasus semakin
jauh objek semakin kecil ia penampakannya. Kasus tersebut tidak menunjukkan
bahwa objek tersebut mengecil, atau kecil. Kedua, indera menipu. Penipuan
indera terdapat pada orang yang sakit. Misalnya. Penderita malaria merasakan
gula yang manis, terasa pahit dan udara yang panas dirasakan dingin. Ketiga,
objek yang menipu, seperti pada ilusi dan fatamorgana. Keempat, objek dan
indera yang menipu. Penglihatan kita kepada kerbau, atau gajah. Jika kita
memandang keduanya dari depan, yang kita lihat adalah kepalanya, sedangkan
ekornya tidak kelihatan. dan kedua
binatang itu sendiri tidak bisa menunjukkan seluruh tubuhnya.
Kelemahan-kelemahan pengalaman indera sebagai sumber pengetahuan, maka lahirlah
sumber kedua, yaitu Rasionalisme.
2.
Rasionalisme
(Akal)
Pengetahuan rasional atau pengetahuan yang
bersumber dari akal (rasio) adalah suatu pengetahuan yang dihasilkan dari
proses belajar dan mengajar, diskusi ilmiah, pengkajian buku, pengajaran seorang
guru, dan sekolah.
Rene Descartes (1596-1650),
dipandang sebagai bapak rasionalisme. Rasionalisme tidak menganggap pengalaman
indera (empiris) sebagai sumberpengetahuan, tetapi akal (rasio).
Kelemahan-kelemahan pada pengalaman empiris dapat dikoreksi seandainya akal
digunakan. Rasionalisme tidak mengingkari penggunaan indera dalam memperoleh
pengetahuan, tetapi indera hanyalah sebagai perangsang agar akal berfikir dan
menemukan kebenaran atau pengetahuan.
Meski rasionalisme mengkritik emprisme dengan pengalaman
inderanya, rasionalisme dengan akalnya
pun tak lepas dari kritik. Kelemahan yang terdapat pada akal. Akal tidak dapat
mengetahui secara menyeluruh (universal) objek yang dihadapinya. Pengetahuan
akal adalah pengetahuan parsial, sebab akal hanya dapat memahami suatu objek
bila ia memikirkannya dan akal hanya memahami bagian-bagian tertentu dari objek
tersebut.
Kelemahan yang dimiliki oleh empirisme dan
rasionalisme disempurnakan sehingga melahirkan teori positivisme yang
dipelopori oleh August Comte (1798-1857) dan Iammanuel Kant
(1724-1804), Ia telah melahirkan metode ilmiah yang menjadi dasar kegiatan
ilmiah dan telah menyumbangkan jasanya kepada perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Menurut paham ini indera sangat
penting untuk memperoleh ilmu pengetahuan, tetapi indera harus dipertajam
dengan eksperimen yang menggunakan ukuran pasti. Misalnya panas diukur dengan
derajat panas, berat diukur dengan timbangan dan jauh dengan meteran.
3.
Intuisionisme
(intuisi)
Sumber ini berupa gerak hati yang paling dalam. Jadi, sangat
bersifat spiritual, melampaui ambang batas ketinggian akal pikiran dan
kedalaman pengalaman. Pengetahuan yang bersumber dari intuisi merupakan
pengalaman batin yang bersifat langsung. Artinya, tanpa melalui sentuhan indera
maupun olahan akal pikiran. Ketika dengan serta-merta seseorang memutuskan
untuk berbuat atau tidak berbuat dengan tanpa alasan yang jelas, maka ia berada
di dalam pengetahuan yang intuitif. Dengan demikian, pengetahuan intuitif ini
kebenarannya tidak dapat diuji baik menurut ukuran pengalaman indriawi maupun
akal pikiran. Karena itu tidak bisa berlaku umum, hanya berlaku secara personal
belaka.
Intuisi adalah istilah untuk kemampuan memahami sesuatu tanpa melalui
penalaran rasional dan intelektualitas. Sepertinya pemahaman itu tiba-tiba saja
datangnya dari dunia lain dan di luar kesadaran. Misalnya saja, seseorang
tiba-tiba saja terdorong untuk membaca sebuah buku. Ternyata, di dalam buku itu
ditemukan keterangan yang dicari-carinya selama bertahun-tahun. Atau misalnya,
merasa bahwa ia harus pergi ke sebuah tempat, ternyata di sana ia menemukan
penemuan besar yang mengubah hidupnya. Namun tidak semua intuisi berasal dari
kekuatan psi. Sebagian intuisi bisa dijelaskan sebab musababnya.
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa
orang-orang yang berada dalam jajaran puncak bisnis atau kaum eksekutif
memiliki skor lebih baik dalam eksperimen uji indera keenam dibandingkan dengan
orang-orang biasa. Penelitian itu
sepertinya menegaskan bahwa orang-orang sukses lebih banyak menerapkan kekuatan
psi dalam kehidupan keseharian mereka, hal mana menunjang kesuksesan mereka.
Salah satu bentuk kemampuan psi yang sering muncul adalah kemampuan intuisi.
Tidak jarang, intuisi yang menentukan keputusan yang mereka ambil.
Intuisi dalam bahasa sederhana bisa diartikan
getaran hati (jiwa) akan sesuatu hal (Causalitas) yang dihadapi atau yang akan
terjadi. getaran hati atau mungkin bisa juga diartikan "perasaan"
akan sesuatu (itu) muncul atau terasa. akal (sehat) berpikir dan berbicara
(sehat) akan membuat hati atau perasaan sehat (tenang) begitu pun sebaliknya.
4.
Wahyu
Wahyu sebagai sumber pengetahuan juga berkembang dikalangan
agamawan. Wahyu adalah pengetahuan agama disampaikan oleh Allah kepada manusia
lewat perantara para nabi yang memperoleh pegetahuan tanpa mengusahakannnya.
Pengetahuan ini terjadi karena kehendak Tuhan. Hanya para nabilah dan Rasul
yang mendapat wahyu.
Wahyu Allah berisikan pengetahuan yang baik
mengenai kehidupan manusia itu sendiri, alam semesta dan juga pengetahuan
transendental, seperti latar belakang dan tujuan penciptaan manusia, alam
semesta dan kehidupan di akhitar nanti.Pengetahuan wahyu lebih banyak
menekankan pada kepercayaan yang merupakan sifat dasar dari agama.
Sebagai manusia yang beragama pasti meyakini
bahwa wahyu merupakan sumber ilmu, Karena diyakini bahwa wakyu itu bukanlah
buatan manusia tetapi buatan Tuhan Yang Maha Esa.
C.
Jenis – Jenis Pengetahuan
Pada umumnya pengetahuan dibagi menjadi beberapa jenis diantara nya
:
1.
Pengetahuan
langsung (immediate);
Pengetahuan immediate
adalah pengetahuan langsung yang hadir dalam jiwa tanpa melalui proses penafsiran dan pikiran. Kaum realis (penganut
paham Realisme) mendefinisikan pengetahuan seperti itu. Umumnya dibayangkan
bahwa kita mengetahui sesuatu itu sebagaimana adanya, khususnya perasaan ini
berkaitan dengan realitas-realitas yang telah dikenal sebelumnya seperti
pengetahuan tentang pohon, rumah, binatang, dan beberapa individu manusia.
Namun, apakah perasaan ini juga berlaku pada realitas-realitas yang sama sekali
belum pernah dikenal dimana untuk sekali meilhat kita langsung mengenalnya
sebagaimana hakikatnya?. Apabila kita sedikit mencermatinya, maka akan nampak
dengan jelas bahwa hal itu tidaklah demikian adanya.
2.
Pengetahuan
tak langsung (mediated);
Pengetahuan mediated adalah hasil dari pengaruh interpretasi dan
proses berpikir serta pengalaman-pengalaman yang lalu. Apa yang kita ketahui
dari benda-benda eksternal banyak berhubungan dengan penafsiran dan pencerapan
pikiran kita.
3.
Pengetahuan
indrawi (perceptual);
Pengetahuan indrawi adalah sesuatu yang dicapai dan diraih melalui
indra - indra lahiriah. Sebagai contoh, kita menyaksikan satu pohon, batu, atau
kursi, dan objek-objek ini yang masuk ke alam pikiran melalui indra penglihatan
akan membentuk pengetahuan kita. Tanpa diragukan bahwa hubungan kita dengan
alam eksternal melalui media indra-indra lahiriah ini, akan tetapi pikiran kita
tidak seperti klise foto dimana gambar-gambar dari apa yang diketahui lewat
indra-indra tersimpan didalamnya. Pada pengetahuan indrawi terdapat beberapa
faktor yang berpengaruh, seperti adanya cahaya yang menerangi objek-objek
eksternal, sehatnya anggota-angota indra badan (seperti mata, telinga, dan
lain-lain), dan pikiran yang mengubah benda-benda partikular menjadi konsepsi
universal, serta faktor-faktor sosial (seperti adat istiadat). Dengan
faktor-faktor tersebut tidak bisa dikatakan bahwa pengetahuan indrawi hanya
akan dihasilkan melalui indra-indra lahiriah.
4. Pengetahuan konseptual (conceptual)
Pengetahuan konseptual juga tidak terpisah dari pengetahuan indrawi Pikiran
manusia secara langsung tidak dapat membentuk suatu konsepsi-konsepsi tentang
objek-objek dan perkara-perkara eksternal tanpa berhubungan dengan alam
eksternal. Alam luar dan konsepsi saling
berpengaruh satu dengan lainnya dan pemisahan di antara keduanya merupakan
aktivitas pikiran.
5.
Pengetahuan
partikular (particular);
Pengetahuan partikular berkaitan dengan satu individu, objek-objek
tertentu, atau realitas-realitas khusus. Misalnya ketika kita membicarakan satu
kitab atau individu tertentu, maka hal ini berhubungan dengan pengetahuan
partikular itu sendiri.
6.
Pengetahuan
universal (universal).
Pengetahuan universal mencakup individu-individu yang berbeda.
Sebagai contoh, ketika kita membincangkan tentang manusia dimana meliputi
seluruh individu (seperti Muhammad, Ali, hasan, husain,) ilmuwan yang mencakup
segala individunya (seperti ilmuwan fisika, kimia, atom, dan lain sebagainya),
atau hewan yang meliputi semua indvidunya (seperti gajah, semut, kerbau,
kambing, kelinci, burung, dan yang lainnya).
Dalam filsafat Islam, pengetahuan itu hanya dibagi dua, yakni ilmu
hudhuri dan hushuli. Dengan berdasarkan pada pembagian pengetahuan di atas,
apabila kita ingin menyingkronkan pembagian pengetahuan menurut filsafat Islam,
maka pengetahuan langsung (immediate) tersebut sama halnya dengan pengetahuan
hudhuri dan pengetahuan tak langsung (mediated), pengetahuan indrawi,
pengetahuan konseptual, pengetahuan partikular, pengetahuan universal tersebut
dikategorikan sebagai pengetahuan hushul.
D.
Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, antara
lain :
1.
Pendidikan
Tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang
menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh, pada umumnya semakin
tinggi pendidikan seseorang semakin baik pula pengetahuanya.
2.
Pengalaman
Pengalaman merupakan guru yang terbaik. Pepatah tersebut dapat
diartikan bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu
suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu pengalaman
pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya untuk memperoleh pengetahuan. Hal ini
dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam
memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lalu.
(Notoadmojo, 1997)
3.
Usia
Makin tua umur seseorang maka proses-proses perkembangan mentalnya
bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu, bertambahnya proses
perkembangan mental ini tidak secepat seperti ketika berumur belasan tahun.
Selain itu Abu Ahmadi, 2001 dalam Hendra AW, 2008 juga mengemukakan bahwa memang daya ingat
seseorang itu salah satunya dipengaruhi oleh umur. Dari uraian ini maka dapat
kita simpulkan bahwa bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh pada
pertambahan pengetahuan yang diperolehnya, akan tetapi pada umur-umur tertentu
atau menjelang usia lanjut kemampuan penerimaan atau mengingat suatu
pengetahuan akan berkurang.
4.
Informasi
Informasi akan memberikan pengaruh pada pengetahuan seseorang.
Meskipun seseorang memiliki pendidikan yang rendah tetapi jika ia mendapatkan
informasi yang baik dari berbagai media
misalnya TV, radio atau surat kabar maka hal itu akan dapat meningkatkan
pengetahuan seseorang.
E.
Aliran-Aliran Filsafat dalam Berbicara tentang Pengetahuan
1.
Idealisme
Di dalam filsafat, idealisme adalah doktrin yang mengajarkan bahwa
hakikat dunia fisik hanya dapat dipahami dalam kebergantungannya pada jiwa
(mind) dan roh (spirit). Arti falsafi dari kata idealisme ditentukan lebih
banyak oleh arti dari kata ide daripada kata ideal. W.E. Hocking, seorang
idealis mengatakan bahwa kata idea-ism lebih tepat digunakan daripada idealism.
Secara ringkas idealisme mengatakan bahwa realitas terdiri dari ide-ide,
pikiran-pikiran, akal (mind) atau jiwa (self) dan bukan benda material dan
kekuatan. Idealisme menekankan mind sebagai hal yang lebih dahulu (primer)
daripada materi. Ada beberapa jenis
Idealisme, yaitu:
a.
Idealisme
Subjektif
Idealisme subjektif adalah filsafat yang berpandangan idealis dan
bertitik tolak pada ide manusia atau ide sendiri. Alam dan masyarakat ini
tercipta dari ide manusia. Segala sesuatu yang timbul dan terjadi di alam atau
di masyarakat adalah hasil atau karena ciptaan ide manusia atau idenya sendiri,
atau dengan kata lain alam dan masyarakat hanyalah sebuah ide/fikiran dari
dirinya sendiri atau ide manusia.Salah satu tokoh terkenal dari aliran ini
adalah seorang dari inggris yang bernama George Berkeley (1684-1753 M). Menurut
Berkeley, segala sesuatu yang tertangkap oleh sensasi/perasaan kita itu
bukanlah materi yang real dan ada secara objektif.
b.
Idealisme
Objektif
Idealisme Objektif adalah idealisme yang bertitik tolak pada ide di
luar ide manusia. Idealisme objektif ini dikatakan bahwa akal menemukan apa
yang sudah terdapat dalam susunan alam.
Menurut idealisme objektif segala sesuatu baik dalam alam atau masyarakat
adalah hasil dari ciptaan ide universil. Pandangan filsafat seperti ini pada
dasarnya mengakui sesuatu yang bukan materi, yang ada secara abadi di luar
manusia, sesuatu yang bukan materi itu ada sebelum dunia alam semesta ini ada,
termasuk manusia dan segala pikiran dan perasaannya.
c.
Idealisme
Personal (personalisme)
Idealisme personal yaitu nilai-nilai perjuangannya untuk
menyempurnakan dirinya. Personalisme muncul sebagai protes terhadap
materialisme mekanik dan idealisme monistik. Bagi seorang personalis, realitas
dasar itu bukanlah pemikiran yang abstrak atau proses pemikiran yang khusus,
akan tetapi seseorang, suatu jiwa atau seorang pemikir.
2.
Positivisme
Pengertian Positivisme secara etimologi berasal dari kata positive,
yang dalam bahasa filsafat bermakna sebagai suatu peristiwa yang benar-benar
terjadi, yang dapat dialami sebagai suatu realita. Ini berarti, apa yang
disebut sebagai positif bertentangan dengan apa yang hanya ada di dalam
angan-angan (impian), atau terdiri dari apa yang hanya merupakan konstruksi
atas kreasi kemampuan untuk berpikir dari akal manusia.
Dapat disimpulkan pengertian positivisme secara terminologis
berarti merupakan suatu paham yang dalam ‘pencapaian kebenaran’-nya bersumber
dan berpangkal pada kejadian yang benar-benar terjadi. Segala hal diluar itu,
sama sekali tidak dikaji dalam positivisme. Tokoh aliran ini adalah August
Comte (1798-1857). Pada dasarnya positivisme bukanlah suatu aliran yang khas
berdiri sendiri. Ia hanya menyempurnakan empirisme dan rasionalisme. Dengan
kata lain, ia menyempurnakan metode ilmiah (scientific method) dengan
memasukkan perlunya eksperimen dan ukuran-ukuran. Positivisme mengajarkan bahwa
kebenaran ialah yang logis, ada bukti empiris yang terukur. “Terukur” inilah
sumbangan penting positivisme. Misalnya, hal panas.
Positivisme mengatakan bahwa air mendidih adalah 100 derajat
celcius, besi mendidih 1000 derajat celcius, dan yang lainnya misalnya tentang
ukuran meter, ton, dan seterusnya. Ukuran - ukuran tadi adalah operasional,
kuantitatif, tidak memungkinkan perbedaan pendapat.
Pada dasarnya positivisme adalah sebuah
filsafat yang meyakini bahwa satu – satunya pengetahuan yang benar adalah yang
didasarkan pada pengalaman aktualfisikal. Pengetahuan
demikian hanya bisa dihasilkan melalui penetapan teori-teori melalui metode
saintifik yang ketat, yang karenanya spekulasi metafisis dihindari.
Positivisme, dalam pengertian diatas dan sebagai pendekatan telah dikenal sejak
Yunani Kuno. Tokoh-tokoh yang menganut paham positivisme: Auguste Comte ( 1798
– 1857 ), John Stuart Mill ( 1806 – 1873 ), H. Taine ( 1828 – 1893 ), Emile
Durkheim (1852 – 1917 ).
3.
Kritisisme
Kritisisme berasal dari kata kritika yang merupakan kata kerja dari krinein yang
artinya memeriksa dengan teliti,
menguji, membeda-mbedakan. Adapun pengetian yang lebih lengkap adalah
pengetahuan yang memeriksa dengan teliti, apakah pengetahuan kita itu sesuai
dengan realita dan bagaimanakah kesesuainya dengan kehidupan kita. Selain itu
kritisime juga diartikan sebagai pembelajaran yang menyelidiki batasan-batasan
kemampuan rasio sebagai sumber pengetahuan manusia. keseluruhan pengertian
tersebut adalah hasil dari buah pemikiran seorang filsuft terkenal yang bernama
Immanuel kant (1724-1804). Berikut ini adalah ciri-ciri dari aliran kritisisme,
yakni:
a.
Menganggap
bahwa obyek pengenalan itu berpusat pada subjek dan bukan pada objek.
b. Menegaskan keterbatasan kemampuan rasio manusia untuk mengetahui realitas
atau hakikat sesuatu, karena rasio hanyalah mampu menjangkau gejalanya atau
fenomenanya saja.
c.
Menjelaskan
bahwa pengenalan manusia atas semua sesuatu itu diperoleh atas perpaduan antara
peranan unsure anaximenes priori yang berasal dari rasio serta berupa uang dan
waktu dan peranan unsure aposteriori yang berasal dari pengalamn yang berupa
materi.
4.
Naturalisme
Naturalisme berasal dari dua kata yakni
“Natural” dan “Isme”. Natural yang berarti “Alami” dan Isme yang berarti
“Paham”. Sehingga, aliran naturalisme dapat juga disebut sebagai Paham Alami.
Maksudnya, bahwa setiap manusia yang terlahir ke bumi ini pada dasarnya
memiliki kecenderungan atau pembawaan yang baik, dan tak ada seorangpun
terlahir dengan pembawaan yang buruk. Naturalisme merupakan teori yang menerima
“nature” (alam) sebagai keseluruhan realitas. Istilah “nature” telah dipakai
dalam filsafat dengan bermacam-macam arti, mulai dari dunia fisik yang dapat
dilihat oleh manusia, sampai kepada sistem total dari fenomena ruang dan waktu.
Natura adalah dunia yang diungkapkan kepada kita oleh sains alam. Istilah
naturalisme adalah kebalikan dari istilah supernaturalisme yang mengandung
pandangan dualistik terhadap alam dengan adanya kekuatan yang ada (wujud) di
atas atau di luar alam ( Harold H. Titus e.al. 1984).
Secara definitif naturalisme berasal dari kata “nature.” Kadang
pendefinisian “nature” hanya dalam makna dunia material saja, sesuatu selain
fisik secara otomatis menjadi “supranatural.” Tetapi dalam realita, alam
terdiri dari alam material dan alam spiritual, masing-masing dengan hukumnya
sendiri. Salah satu ciri yang paling menakjubkan dari alam semesta adalah
keteraturan. Benak manusia sejak dulu menangkap keteraturan ini. Terbit dan
tenggelamnya matahari, peredaran planet-planet dan susunan bintang-bintang yang
bergeser teratur dari malam ke malam sejak pertama kali manusia menyadari
keberadaannya di dalam alam semesta, hanya merupakan contoh-contoh sederhana.
Ilmu pengetahuan itu sendiri hanya menjadi mungkin karena keteraturan tersebut
yang kemudian dibahasakan lewat hukum-hukum matematika. Tugas ilmu pengetahuan
umumnya dapat dikatakan sebagai menelaah, mengkaji, dan menghubungkan semua
keteraturan yang teramati. Ilmu pengetahuan bertujuan menjawab pertanyaan
bagaimana dan mengapa. Namun khusus untuk kosmologi, pertanyaan ‘mengapa’ ini
di titik tertentu mengalami kesulitan yang luar biasa.
Aliran filsafat naturalisme didukung oleh tiga aliran besar yaitu
realisme, empirisme dan rasionalisme. Pada dasarnya, semua penganut naturalisme
merupakan penganut realisme, tetapi tidak semua penganut realisme merupakan
penganut naturalisme. Tokoh-tokoh yang menganut aliran naturalisme: Plato.
(427 – 347 SM), Aristoteles (384 – 322 SM), William R. Dennes. (Filsuf Modern).
5.
Rasionalisme
Rasionalisme adalah faham atau aliran yang berdasarkan rasio,
ide-ide yang masuk akal. Selain itu, tidak ada sumber kebenaran yang hakiki.
Sebagai aliran dalam filsafat yang mengutamakan rasio untuk memperoleh
pengetahuan dari kebenaran, rasionalisme selalu berpendapat bahwa akal
merupakan faktor fundamental dalam suatu pengetahuan. Dan menurut rasionalisme,
pengalaman tidak mungkin dapat menguji kebenaran hukum “sebab-akibat”, karena
peristiwa yang tak terhingga dalam kejadian alam ini tidak mungkin dapat
diobservasi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengetahuan adalah pelbagai gejala yang ditemui dan diperoleh
manusia melalui pengamatan akal. Pengetahuan muncul ketika seseorang
menggunakan akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang
belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Sumber pengetahuan terdiri dari
empirisme (indera), rasionalisme (akal), intuisionisme (intuisi), dan
wahyu.
Aliran-Aliran Filsafat dalam Berbicara tentang Pengetahuan yaitu
yang disebutkan adalah Ideliasme, positivisme, kristisisme, naturalisme,
dualisme, empirisme, rasionalisme dan Pragmatisme.
B. Saran
Sudah selayaknya kita
mengoptimalkan akal ini untuk berfikir, jangan sampai kita terus memanjakan
akal ini dengan berfikir hal – hal yang mudah, sekali – kali marilah kita
belajar Filsafat, agar akal ini mampu berkembang dan berfikir secara dalam.
ingatlah perkataan dari KH. Abdul Rahmat bahwa seorang pahlawan itu adalah
orang yang mampu berfikir secara dalam dan mempunyai pandangan yang luas.
DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiar, A. (2009). Filsafat Ilmu. Jakarta: Rajawali Perss.
Harkam. (2013, Januari 11). ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT: “Idealisme,
Materialisme, Eksistensialisme, Monisme, Dualisme, Dan Pluralisme. Dipetik
Oktober 2, 2016, dari
https://harkaman01.wordpress.com/2013/01/11/aliran-aliran-filsafat-idealisme-materialisme-eksistensialisme-monisme-dualisme-dan-pluralisme/
Jujun Suryasumantri. (1999). Filsafat Ilmu. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.
Maksum, A. (2008). Pengantar Filsafat. Malang: AR-RUZZMEDIA.
Rahmadhana, A. (2013, Juni). Positivisme. Dipetik Oktober 2, 2016,
dari http://dhanalana11.blogspot.co.id/2013/06/ positivisme.html
Suroso, A. I. (2010). Asal-Usul Pengetahuan dan Hakekat
Pengetahuan. Bogor: IPB.
Suryadi., A. (2012, November). Makalah Filsafat Umum Kritisism.
Dipetik Oktober 2, 2016, dari
http://ahmad-scr.blogspot.co.id/2012/11/makalah-tentang-filsafat-naturalisme.html
Komentar
Posting Komentar