Langsung ke konten utama

KOMPONEN-KOMPONEN DALAM PENDIDIKAN ISLAM


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dalam dunia keilmuan Islam, pendidikan merupakan bagian terpenting dalam kehidupan manusia, karena dengan pendidikanlah manusia akan bisa eksis dan berjaya di muka bumi ini.  Sebagai suatu system, pendidikan memiliki sejumlah komponen yang saling berkaitan antara yang satu dan lainnya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Oemar Hamalik pembelajaran sebagai suatu sistem artinya suatu keseluruhan dari komponen-komponen yang berinteraksi dan berinterelasi antara satu sama lain dan dengan keseluruhan itu sendiri untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya.
Bidang pendidikan termasuk rumpun ilmu perilaku, khususnya suatu rumpun ilmu yang mengkaji aktivitas manusia. Dalam kaitan ini, lingkup kajian aktivitas manusia sangatlah luas, yakni mencakup aktivitas manusia sebagai individu atau kelompok, sebagai kesatuan etnis, bangsa atau ras,dalam lingkup geografis, administratif atau sosial budaya, dalam satuan organisasi, institusi pemerintahan, berkenaan dengan kegiatan ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pendidikan, keamanan, keagamaan, serta kesejahteraan masyarakat.
Praktik pendidikan yang berlangsung saat ini dikalangan umat islam belum sepenuhnya mengacu pada ilmu pendidikan islam yang hakiki. Sehingga perlu adanya tinjauan teoritis dalam mengaplikasikan sistem pendidikan islam yang mengandung nilai-nilai kebenaran dari konsep ilahi.
      B.   Rumusan Masalah
1. Apa saja komponen komponen dalam pendidikan Islam?
2. Apa yang dimaksud dengan komponen pendidikan Islam?
3. Apa yang dimaksud dengan Pendidikan Islam?
      C.  Tujuan Penulis
1. Mengetahui apa saja komponen dalam Pendidikan Islam.
2. Mengetahui apa maksud dari Komponen Pendidikan Islam.
3. Mengetahui apa maksud dari Pendidikan Islam.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Komponen – Komponen dalam Pendidikan Islam
1.      Pengertian Komponen Pendidikan
Komponen merupakan bagian dari suatu sistem yang memiliki peran dalam berlangsungnya suatu proses untuk mencapai tujuan sistem. Komponen pendidikan berarti bagian-bagian dari sistem proses pendidikan, yang menentukan berhasil dan tidaknya atau ada dan tidaknya proses pendidikan. Bahkan dapat dikatakan bahwa untuk berlangsungnya proses kerja pendidikan diperlukan keberadaan komponen-komponen tersebut.[1]
2.      Pengertian pendidikan islam
Pengertian pendidikan Islam dapat lihat dari beberapa pendapat para ahli pendidikan diantaranya;
Menurut Marimba (1982) bahwa pendidikan merupakan bimbingan atau pimpinan secara sadar yang dilakukan oleh si pendidik kepada si terdidik secara terus menerus terhadap perkembangan jasmanai dan rohaninya demi terciciptanya kepribadian utama, yaitu kepribadian muslim. Dengan kata lain pendidikan merupakan usaha sungguh-sungguh yang dilakukan oleh pendidik dalam membina dan membentuk generasi intelek sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Jika dikaitkan dengan Islam, maka pendidikan agama islam adalah suatu usaha bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan dapat memahami apa ytang terkandung di dalam Islam secara keseluruhan, menghayati makna dan maksud serta tujuannya dan pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan ajaran-ajaran agama Islam yang telah dianutnya itu sebagai pandangan hidupnya sehingga dapat mendatangkan keselamatan dunia akhiratnya kelak.
Pendidikan pada hakikatnya adalah interaksi komponen-komponen yang esensial dalam upaya mencapai tujuan pendidikan.  Perpaduan antara keharmonisan dan keseimbangan serta interaksi unsur-unsur esensial pendidikan, pada operasional dipandang sebagai faktor yang sangat menentukan keberhasilan pendidikan.
Pendidikan Islam menurut Omar Muhammad At-Toumi Asy-Syaibani adalah proses mengubah tingkah laku individu pada kehidupan pribadi, masyarakat dan alam sekitarnya dengan cara pengajaran sebagai suatu aktifitas asasi dan sebagai profesi diantara profesi-profesi asasi dalam masyarakat.[2]
Dalam hal ini, pendidikan Islam mempunyai landasan atau dasar yang baik, jelas dan kuat. Landasannya adalah “Al-Qur’an dan Sunnah Nabi yang dapat dikembangkan dengan ijtihad, al maslahat mursalah, istihsan, qiyas dan sebagainya”  (Darajat, dkk., 2000:19-21).
1)      Al-Qur’an
                  Al-Qur’an adalah ibu dari semua ilmu pengetahuan dan sumber dari segala sumber aturan hidup. Dengan kata lain, Al-Qur’an berisi ajaran yang sangat universal, humanis dan pleksibel yang mengatur seluruh proses kehidupan manusia dengan semua pernak-pernik permasalahannnya, termasuk pendidikan di dalamnya.
Al-Qur’an secara normatif mengungkapkan lima aspek pendidikan dalam dimensi-dimensi kehidupan manusia; yaitu pendidikan menjaga agama, pendidikan menjaga jiwa, pendidikan menjaga akal pikiran, pendidikan menjaga keturunan, dan pendidikan menjaga harta benda dan kehormatan.
Terkait dengan pendidikan Islam, di dalam Al-Qur’an termaktub dengan jelas. Salah satu ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang pendidikan Islam, terdapat dalam surat Asy-Syura ayat 52, yang artinya;
“Dan  demikian Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al-Qur’an) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah al kitab (Al-Qur’an} dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi kami menjadikan Al-Qur’an itu cahaya yang Kami beri petunjuk dengan dia siapa yang yang Kamai kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalannya yang benar” (QS. Asy Syura:52) (Depag. RI. : 791).
Dari  terjemahan ayat di atas dapat diambil titik relevansi dengan atau sebagai landasan pendidikan Islam. Sebagaimana pendapat Zuhairini, dkk. (19993:152) mengingat;
a.  Bahwa Al-Qur’an diturunkan kepada umat manusia untuk memberi petunjuk ke arah jalan hidup yang lurus, dalam arti memberi bimbingan dan petunjuk ke arah jalan yang di ridloi Alllah SWT.
b.  Al-Qur’an menerangkan bahwa Nabi adalah benar-benar pemberi  petunjuk kepada jalan yang lurus, sehingga beliau memerintahkan kepada umatnya agar saling memberi petunjuk, memberikan bimbingan, penyuluhan dan pendidikan Islam.
Dapat disimpulkan berpegang teguh pada Al-Qur’an merupakan kunci sukses dari semua usaha yang dilakukan oleh umat Islam.Umat Islam harus senantiasa mengambil pelajaran dari ayat-ayat Al-Qur’an karena Al-Qur’an berisi segudang ide-ide konstruktif bagi pembangunan masyarakat madani. Tetapi, selama ini umat Islam mundur karena meninggalkan Al-Qur’an. Apakah kita akan tetap seperti ini?
2)      Sunnah
Sunnah merupakan sumber ajaran kedua setelah Al-Qur’an. Seperti Al-Qur’an, Sunnah juga berisi petunjuk (pedoman) untuk kemaslahatan hidup manusia dalam segala aspeknya, untuk membina umat menjadi manusia seutuhnya atau muslim yang bertakwa. Untuk itu, Rasulullah menjadi guru dan pendidik utama.  Apapun yang diajarkan oleh Rsulullah adalah dalam rangka pembentukan manusia muslim dan masyarakat Islam yang sejahtera di bawah ridha-Nya.
Oleh krena itu, Sunnah merupakan landasan kedua bagi pembinaan pribadi muslim yang kokoh. Sunnah selalu membuka kemungkinan penafsiran berkembang. Itulah sebabnya, mengapa ijtihad perlu ditingkatkan dalam memahaminya termasuk sunnah yang beraitan dengan pendidikan.

3.      Komponen dalam Pendidikan Islam
Komponen merupakan bagian dari suatu sistem yang meiliki peran dalam keseluruhan berlangsungnya suatu proses untuk mencapai tujuan sistem. Komponen pendidikan berarti bagian-bagian dari sistem proses pendidikan, yang menentukan berhasil dan tidaknya atau ada dan tidaknya proses pendidikan. Bahkan dapat dikatakan bahwa untuk berlangsungnya proses kerja pendidikan diperlukan keberadaan komponen-komponen tersebut[3]
a.      Tujuan Pendidikan Islam
Darajat, dkk. (2000) membagi tujuan pendidikan Islam menjadi 4 tujuan, yaitu;
a.       Tujuan umum
Tujuan umum ialah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan. Tujuan itu meliputi seluruh aspek kemanusiaan yang meliputi sikap, tingkah laku, penampilan kebiasaan dan pandangan. Tujuan umum ini berbeda pada setiap tingkat umur, kecerdasan, situasi dan kondisi, dengan kerangka yang sama. Bentuk insan kamil dengan pola takwa harus dapat tergambar pada pribadi sesorang yang sudah dididik walaupun dalam ukuran kecil dan mutu yang rendah, sesuai dengan tingkat-tingkat tersebut.
b.      Tujuan akhir
Tujuan akhir ialah tujuan yang berlangsung selama hidup, maka tujuan akhirnya terdapat pada waktu hidup di dunia ini. Tujuan umum yang berbentuk Insan Kamil dengan pola taqwa dapat mengalami perubahan naik turun bertambah dan berkurang dalam berjalan hidup seseorang. Perasaan, lingkungan dan pengalaman dapat mempengaruhinya karena itulah pendidikan Islam itu berlaku selama hidup untuk menumbuhkan, memupuk, mengembangkan, memelihara, dan mempertahankan tujuan pendidikan yang telah dicapai. Orang yang sudah taqwa dalam bentuk insan kamil masih perlu.

b.      Pendidik
Dalam kamus bahasa indonesia dinyatakan bahwa pendidik adalah orang yang mendidik. Dalam pengertian yang lazim digunakan, pendidik adalah orang derwasa yang bertanggung jawab memberikan pertolongan kepada peserta didiknya dalam perkembangan jasmani dan rohani, agar mencapai tingkat kedewasaan mampu mandiri dalam melakukan tugas sebagai hamba dan kholifah Allah SWT.
Guru dalam konteks pendidikan Islam “pendidik” sering disebut dengan murabbi, mu’allim, mu’addib, mudarris, dan mursyid. menurut peristilahan yang dipakai dalam pendidikan dalam konteks Islam, Kelima istilah ini mempunyai tempat tersendiri dan mempunyai tugas masing-masing.
Murabbi adalah: orang yang mendidik dan menyiapkan peserta didik agar mampu berkreasi serta mampu mengatur dan memelihara hasil kreasinya untuk tidak menimbulkan malapetaka bagi dirinya, masyarakat dan alam sekitarnya.
Mu’allim adalah: orang yang menguasai ilmu dan mampu mengembangkannya sertamenjelaskan fungsinya dalam kehidupan, menjelaskan dimensi teoritis dan praktisnya, sekaligus melakukan transfer ilmu pengetahuan, internalisasi serta implementasi.
Mu’addib adalah: orang yang mampu menyiapkan peserta didik untuk bertanggungjawab dalam membangun peradaban yang berkualitas di masa depan.
Mudarris adalah: orang yang memiliki kepekaan intelektual dan informasi serta memperbaharui pengetahuan dan keahliannya secara berkelanjutan, dan berusaha mencerdaskan peserta didiknya, memberantas kebodohan mereka, serta melatih keterampilan sesuai dengan bakat , minat dan kemampuannya.
Mursyid adalah: orang yang mampu menjadi model atau sentral identifikasi diri atau menjadi pusat anutan, teladan dan konsultan bagi peserta didiknya.
                  Dalam melaksanakan pendidikan Islam, peranan pendidik sangat krusial. Pendidik merupakan salah satu faktor utama terlaksananya proses pendidikan. Karena pendidik adalah aktor yang bertanggung jawab terhadap seluruh proses yang terjadi di dalamnmya. Atas dasar tersebut Nata dalam bukunya yang berjudul Filsafat Pendidikan Islam (1997) berpendapat bahwa pendidik merupakan pelaku utama keberhasilan pendidikan. Tinggi rendahnya sumber daya manusia sebuah bangsa sangat ditentukan oleh hasil kerja seorang guru dalam bagaimana mengemas proses pendidikan semaksimal mungkin.
                  Penghormatan dan penghargaan Islam terhadap orang-orang yang berilmu atau pendidik itu salah satunya terbukti di dalam Al-Qur’an surat Al-Mujadalah ayat 11, yaitu:
.{المجادلة :11}... ير فع الله الذ ينوامنكم والذين اوتواالعلم درجات
                  Artinya : “Allah akan meninggikan orang-orang yang berilmu di antara kamu dan orang-orang yang diberi pengetahuan beberapa derajat…” (QS. Al-Mujadalah:11)
                 Nabi Muhammad SAW juga memposisikan pendidik di tempat yang mulia dan terhormat. Beliau menegaskan bahwa ulama adalah pewaris para nabi, sementara makna ulama adalah orang yang berilmu. Dalam perspektif pendidikan Islam, pendidik termasuk ulama. Tegasnya, pendidik adalah pewaris para nabi. Hal ini beralasan mengingat peran pendidik sangat menentukan dalam mendidik manusia untuk tetap konsisten dan komitmen dalam menjalankan risalah yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Kemudian ada pula hadits yang menjelaskan bahwa kedudukan orang ‘alim itu lebih unggul dibanding ‘abid. Juga hadits tentang pujian Nabi SAW terhadap orang yang belajar ilmu Al-Qur’an dan mengajarkannya kepada orang lain.
Syaifullah (1982) mendasarkan pada konsep pendidikan sebagai gejala kebudayaan, yang termasuk kategori pendidik adalah
a. Orang Dewasa
Orang dewasa sebagai pendidik dilandasi oleh sifat umum kepribadian orang dewasa , yakni:
1)   manusia yang memiliki pandangan hidup prinsip hidup yang pasti dan tetap,
2)   manusia yang telah memiliki tujuan hidup atau cita-cita hidup tertentu, termasuk cita-cita untuk mendidik,
3)   manusia yang cakap mengambil keputusan batin sendiri atau perbuatannya sendiri dan yang akan dipertanggungjawabkan sendiri,
4 )   manusia yang telah cakap menjadi anggota masyarakat secara konstruktif dan aktif penuh inisiatif,
5)   manusia yang telah mencapai umur kronologs paling rendah 18 th,  manusia berbudi luhur dan berbadan sehat,
6)   manusia yang berani dan cakap hidup berkeluarga, dan
7)   manusia yang berkepribadian yang utuh dan bulat.
b. Orang Tua
Kedudukan orang tua sebgai pendidik, merupakan pendidik yang kodrati dalam lingkungan keluarga. Artinya orang tua sebagai pedidik utama dan yang pertama dan berlandaskan pada hubungan cinta-kasih bagi keluarga atau anak yang lahir di lingkungan keluarga mereka.
c.  Guru/Pendidik di Sekolah
Guru sebagai pendidik disekolah yang secara lagsung maupun tidak langsung mendapat tugas dari orang tua atau masyarakat untuk melaksanakan pendidikan. Karena itu kedudukan guru sebagai pendidik dituntut memenuhi persyaratan-persyaratan baik persyaratan pribadi maupun persyaratan jabatan. Persyaratan pribadi didasrkan pada ketentuan yang terkait dengan nilai dari tingkah laku yang dianut, kemampuan intelektual, sikap dan emosional. Persyaratan jabatan (profesi) terkait dengan pengetahuan yang dimiliki baik yang berhubungan dengan pesan yangingin disampaikan maupun cara penyampainannya, dan memiliki filsafat pendidikan yang dapat dipertanggungjawabkan.
d.  Pemimpin Masyarakat dan Pemimpin Keagamaan
Selain orang dewasa, orang uta dan guru, pemimpin masyarakat dan pemimpin keagamaan merupakan pendidik juga. Peran pemimpin masyarakat menjadi pendidik didasarkan pada aktifitas pemimpin dalam mengadakan pembinaan atau bimbingan kepada anggota yang dipimpin. Pemimpin keagaam sebagai pendidik, tampak pada aktifitas pembinaan atau pengembangan sifat kerokhanian manusia, yang didasarkan pada nilai-nilai keagamaan.
Keberhasilan pendidik adalah pendidik akan berhasil menjalankan tugasnya apabila memiliki beberapa kompetensi:
1.    kompetensi kepribadian
2.    kompetensi paedagogik
3.    kompetensi profesional
4.    kompetensi sosial
pendidik adalah faktor utama yang menentukan intensitas keberhasilan pendidikan. Baik buruk hasil pendidikan tergantung pada pendidik itu sendiri. Itulah sebabnya Islam sangat menghargai dan menghormati orang-orang yang berilmu pengetahuan yang bertugas sebagai pendidik. Pendidik mempunyai derajat yang lebih tinggi daripada orang-orang yang tidak berilmu dan orang-orang yang bukan sebagai pendidik.
Guru juga harus berpacu dalam pembelajaran, dengan memberikan kemudahan dalam belajar bagi seluruh peserta didik, agar dapat mengembangkan potensinya secara optimal. Dalam hal ini guru harus kreatif, profesional dan menyenangkan dengan memposisikan diri sebagai berikut:[4]
1)   orang tua yang penuh kasih sayang pada peserta didiknya;
2)   teman, tempat mengadu dan mengutarakan perasaan bagi para peserta didik;
3)   fasilitator yang selalu siap memberikan kemudahan dan melayani peserta didik sesui minat, kemampuan dan bakatnya;
4)   memberikan sumbangan kepada orang tua untuk dapat mengetahui permasalahan yang dihadapi anak dan memberikan saran pemecahannya;
5)   Memupuk rasa percaya diri, berani dan bertanggung jawab;
6)   Membiasakan peserta didik untuk saling berhubungan (bersilaturahmi) dengan orang lain secara wajar;
7) Mengembangkan proses sosialisasi yang wajar antar peserta didik, orang lain dan lingkungannya;
8)  Mengembangkan kreativitas;
9)   Menjadi pembantu ketika diperlukan. 

c.  Peserta Didik
Siswa dipandang sebagai anak yang aktif, bukan pasif yang hanya menanti guru untuk memenuhi otaknya dengan berbagai informasi. Siswa dalah anak yang dinamis yang secara alami ingin belajar, dan akan belajar apabila mereka tidak merasa putus asa dalam pelajarannya yang diterima dari orang yang berwenag atau dewasa mengarahkan kehendak dan tujuannya kepada peserta didik. Dalam hal ini, Dewey menyebutkan bahwa anak itu sudah memiliki potensi katif. Membicarakan pendidikan berarti membicarakan keterkaitannya aktivitasnya, dan pemberian bimbingan kepadanya. Seimbang dengan kewajiban pendidik untuk menyampaikan ajaran Islam, peserta didik harus menuntut ilmu, membaca dengan nama Allah.dan Allah berjanji akan meninggikan derajat orang yang beriman dan orang yang berilmu.[5] Allah swt berfirman:
Artinya: dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar Perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar Perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. kalau Dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu Berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang Berlaku adil. (Q.S AL-Hujurat: 9).
            Ayat di atas adalah bukti bahwa pesera didik dalm konsep Islam haruslah aktif dan dinamis dalam berpikir, belajar, merenungkan, meneliti, mencoba, menemukan, mengamalkan, dan menyebar luaskan aktivitasnya. Jadi, menurut penulis bahwa peserta didik atau siswa harus aktif dalam belajar dan tidak bersifat monoton yang mengandalkan ilmu pengetahuan yang di informasikan oleh guru, akan tetapi peserta didik haruslah aktif mencari sendiri atau bermandiri untuk mencari sendiri bahan pelajaran yang akan di pelajari yang sesuai dengan silabus atau judul pembahasan. Dengan adanya kekreatifan siswa dalam mencari sumber pembelajaran maka sifat mandiri akan timbul pada peserta didik. Dalam mencari sumber peserta didik bisa mengambil dari buku-buku yang berkaitan dengan suatu pelajaran, artikel-artikel ataupun internet. Dan sebagai sarana formal yang selanjutnya adalah komponen sistem pendidikan Islam yang pada hal ini adalah sekolah atau madrasah.
          Dilihat dari segi usia, peserta didik dapat dibagi menjadi lima tahapan antara lain:
1)  Tahap Asuhan (Usia 0-2 Tahun) Atau Neonatus
Tahap ini dimulai dari sejak kelahiran sampai kira-kira dua tahun. Pada tahap ini individu belum mempunyai kesadaran dan daya intelektual. Ia hanya mampu menerima rangsangan yang bersifat biologis dan psikoklogis melalui air susu ibunya. Dalam ajaran islam terdapat tradisi keagamaan yang dapat diberlakukan kepada peserta didik antara lain dengan memberi adzan di telinga kanan dan iqamat ditelinga kiri pada saat baru dilahirkan. Adzan dan iqamat ibarat password untuk membuka sistem saraf rohani anak agar teringat kepada tuhan yang pernah diikrarkan ketika berada dialam arwah. Selain itu juga dilakukan aqiqoh sebagai tanda syukur pengorbanan dan kepedulian terhadap bayinya.
2)   Tahap Jasmani (Usia 2-12 Tahun)
Tahap ini disebut sebagai tahap kanak-kanak. Pada tahap ini anak mulai memiliki potensi biologis dan psikologis, sehingga anak sudah mulai dapat dibina, dilatih, dibimbing, diberikan pelajaran dan pendidikan yang disesuaikan dengan bakat, minat dan kemampuannya.
3)   Tahap Psikologis (Usia 12-20 Tahun)
Tahap ini disebut juga fase tamyiz, yaitu fase dimana anak mulai mampu membedakan antara yang baik dan yang buruk, benar dan salah. Pada tahap ini seorang anak sudah dapat dibina, dibimbing dan dididik untuk melaksanakan tugas-tugas dan tanggung jawab.
4)   Tahap Dewasa (20-30 Tahun)
Pada tahap ini seseorang tidak lagi disebut anak-anak atau remaja, melainkan sudah disebut dewasa dalam arti yang sesungguhnya, yakni kedewasaan secara biologis, sosial, psikologis religius dan lain sebagainya. Pada fase ini mereka sudah memiliki kematangan dalam bertindak, bersikap dan mengambil keputusan untuk menentukan masa depannya.
5)   Tahap Bijaksana(30 Sampai Akhir Hayat)
Pada fase ini manusia telah menemukan jati dirinya. Sehingga tindakannya sudah memiliki makna dan mengandung kebijaksanaan yang mampu member naungan dan perlindungan bagi orang lain. Pendidikan pada tahap ini dilakukan dengan cara mengajak mereka agar maumengamalkan ilmu, ketrampilan, pengalaman dan harta benda untuk kepentingan masyarakat.
Di sini juga jelas bagaimana pentingnya peranan orang tua untuk menanamkan pandangan hidup keagamaan terhadap anak didiknya. Agama anak didik yang akan dianut semata-semata bergantung kepada pengaruh orang tua dan alam sekitarnya. Dasar-dasar pendidikan agama ini harus sudah ditanamkan sejak anak didik itu  masih usia muda, karena kalau tidak demikian  kemungkinan akan mengalami kesulitan kelak untuk mencapai tujuan pendidikan Islam yang diberikan pada masa dewasa. Sebagaimana pendapat Zuhairini, dkk. (1995:172) bahwa;   Pendidikan Islam yang ditanamkan pada masa dewasa atau pada masa pubertas, yaitu masa pertumbuhan mengalami perubahan-perubahan besar terhadap fisik, masa  gelisah yang penuh pertentangan lahir batin, masa cita-cita yang beraneka ragam, masa romantik, masa mencapai kematangan seksual, pembentukan kepribadian dan mencari pandangan dan tujuan hidup di dunia dan di akhirat kemungkinan akan mengalami kesulitan total.
Di samping pendapat di atas, Jalaluddin (1962) berpendapat bahwa pendidikan agama bagi anak didik saat masa pubertas sangat penting, karena menurut ahli psikologi, juga ahli agama, anak didik pada masa itu mengalami kesangsian, keragu-raguan. Mereka memang mau tidak mau cendrung kepada hal-hal ketuhanan. Mereka mencari kepercayaan, bahkan kepercayaan yang telah tertanamkan mengalami kegoncangan.
Jika keadaan dan kondisi batin dalam masa pubertas ini tidak mendapatkan bimbingan dan petunjuk yang sesuai dengan akal mereka, dan kalau alam sekitar mereka menunjukkan pula kegoncangan keyakinan atau kepalsuan amal ibadah, benarlah kemungkinan mereka tidak mendapatkan apa yang dicarinya (kebenaran dan keluhuran Allah, keyakinan dan ketaatan). Benih agama yang telah tumbuh kemungkinan membuat sengsara dalam hidupnya, kepercayaan yang telah ada bisa menjadi pasif atau lenyap sama sekali. Jiwa yang telah terisi agama menjadi kosong. Sebaliknya jiwa yang kosong, yang tak pernah mendapat siraman agama, dapat tumbuh dengan subur jika pada masa pubertas ini pendidikan agama ditanamkan kepadanya. Masa ini merupakan masa untuk beralih kepada keinsyafan dan keyakinan abadi.
Ciri khas peserta didik yang perlu dipahami oleh pendidik ialah :[6]
a) Individu yang memiliki potensi fisik dan psikis yang khas, sehingga merupakan insan yang unik. Maksudnya, anak sejak lahir telah memiliki potensi-potensi yang ingin dikembangkan dan diaktualisasikan. Untuk mengaktualisasikan membutuhkan bantuan dan bimbingan.
b)  Individu yang sedang berkembang, maksudnya perubahan yang terjadi dalam diri peserta didik secara wajar, baik ditujukan kepada diri sendiri maupun kearah penyesuaian lingkungan.
c)  Individu yang membutuhkan bimbingan individual dan perlakuan manusiawi. Maksudnya, dalam proses perkembangannya peserta didik membutuhkan bantuan dan bimbingan. Bayi yang baru lahir secara badani dan hayati tidak terlepas dari ibunya seharusnya setelah ia tumbuh berkembang menjadi dewasa ia sudah dapat hidup sendiri. Tetapi kenyataannya untuk kebutuhan perkembangan hidupnya, ia masih menggantungkan diri sepenuhnya kepada orang dewasa, sepanjang ia belum dewasa. Hal ini menunjukkan bahwa pada diri peserta didik ada dua hal yang menggejala ;
1)  Keadaannya yang tidak berdaya menyebabkan ia membutuhkan bantuan. Hal ini menimbulkan kewajiban orang tua untuk membantunya.
2)   Adanya kemampuan untuk mengembangkan dirinya, hal ini membutuhkan bimbingan. Orang tua berkewajiban untuk membimbingnya. Agar bantuan dan bimbingan itu mencapai hasil maka harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak.
d)     Individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri. Maksudnya dalam perkembangan peserta didik ia mempunyai kemampuan untuk berkembang kearah kedewasaan. Pada diri anak ada kecenderungan untuk memerdekakan diri. Hal ini menimbulkan kewajiban pendidik dan orang tua ( si pendidik) untuk setapak demi setapak memberikan kebebasan dan pada akhirnya mengundurkan diri. Jadi, pendidik tidak boleh memaksakan agar peserta didik berbuat menurut pola yang dikehendaki pendidik. Ini dimaksud agar peserta didik memperoleh kesempatan memerdekakan diri dan bertanggung jawab sesuai dengan kepribadiannya sendiri dan bertanggung jawab sendiri.[7]
Pendidikan peserta didik harus memenuhi 3 persyaratan sebagai berikut:
a.  Dimensi kognitif, kemampuan anak untuk menyerap ilmu pengetahuan yang diajarkan. Hal ini berhubugan dengan kemampuan intelektual dan taraf kecerdasan anak didik.
b.  Dimensi afektif, kemampuan anak untuk merasakan dan menghayati apa-apa yang diajarkan, yang telah diperolehnya dari aspek kognitif, sehingga timbullah motivasi untuk mengamalkan atau melakukan apa-apa yang tekah dimilikinya itu.
c.   Dimensi psikomotor, kemampuan anak didik untuk merubah sikap dan perilaku sesuai dengan ilmu yang dipelajari (aspek kognitif) dan ilmu yang telah dihayatinya (aspek afektif).[8]
Seorang pelajar atau anak didik, yang ingin mendapatkan ilmu itu memerlukan bimbingan, pengarahan dan petunjuk dan guru, maka muncul pula etika pergaulan yang baik yang harus dilakukan oleh seorang murid kepada gurunya. Selain membutuhkan bantuan guru, seorang anak didik yang sedang belajar juga memerlukan kawan tempat mereka berbagi rasa dan belajar bersama.[9]
Anak didik merupakan komponen yang dijadikan dasar untuk melakukan kegiatan pendidikan dan pengajaran bahkan untuk mencapai tujuan yang maksimal haruslah memperhatikan komponen ini. Artinya anak didik adalah komponen manusia yang menempati posisi sentral dalam proses pendidikan.

            d.   Lingkungan Pendidikan
Lingkungan pendidikan meliputi segala segi kehidupan atau kebudayaan. Halini didasarkan pada pendapat bahwa pendidikan sebagai gejala kebudayaan,yang tidak membatasi pendidikan pada sekolah saja.Lingkungan pendidikan merupakan lingkungan tempat berlangsungnya proses pendidikan yang merupakan bagian dari lingkungan sosial. Lingkungan pendidikan dibagi menjadi tiga yaitu:
1.      Lingkungan keluarga
Pendidikan Dilingkunagn Keluarga Keluarga adalah lingkungan pertama bagi anak. Disinilah pertama kali ia mengenal nilaidan norma. Karena itu keluarga merupakan pendidikan tertua, yang bersifat informal dan kodrati.Pendidikan dilingkungan keluarga berfungsi untuk memberikan dasar dalam menumbuhkembangkan anak sebagai makhluk individu, sosial, susila dan religius.
Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama karena manusia pertama kalinya memperoleh pendidikan di lingkungan ini sebelum mengenal lingkungan yang lain. Selain itu manusia mengalami proses pendidikan sejak lahir bahkan sejak dalam kandungan. Pendidikan keluarga dapat dibagi menjadi dua yaitu:
·         pendidikan prenatal (pendidikan dalam kandungan)
·         pendidikan postnatal (pendidikan setelah lahir)
Dasar tanggung jawab keluarga terhadap pendidikan meliputi:
·         Motivasi cinta kasih yang menjiwai hubungan orangtua dengan anaknya.
·         Motivasi kewajiban moral orangtua terhadap anak.
·         Tanggung jawab sosial sebagai bagian dari keluarga.

2.      Lingkungan sekolah
Pendidikan Dilingkungan Sekolah adalah lingkungan kedua bagi anak. Disinilah potensi anak akan ditumbuhkembangkan. Sekolah merupakan tumpuan dan harapan orang tua, masyarakat, dalammencerdaskan kehidupan bangsa. Tugas sekolah sangat penting dalam menyiapkan anak-anakuntuk kehidupan masyarakat. Sekolah bukan semata-mata sebagai konsumen, tetapi juga sebagaiprodusen dan pemberi jasa yang sangat erat hubungannya dengan pembangunan.
Jenis pendidikan sekolah adalah jenis pendidikan yang berjenjang, berstruktur danberkesinambungan, sampai dengan pendidikan tinggi. Jenis pendidikan sekolah mencakuppendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan kedinasan, pendidikan keagaman, danpendidikan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
Karena perkembangan peradaban manusia, orang tidak mampu lagi untuk mendidik anaknya. Pada masyarakat yang semakin komplek, anak perlu persiapan khusus untuk mencapai masa dewasa. Persiapan ini perlu waktu, tempat dan proses yang khusus. Dengan demikian orang perlu lembaga tertentu untuk menggantikan sebagian fungsinya sebagai pendidik. Lembaga ini disebut sekolah.
Dasar tanggung jawab sekolah akan pendidikan meliputi:
·         Tanggung jawab formal kelembagaan
·         Tanggung jawab keilmuan
·         Tanggung jawab fungsional

3.      Lingkungan masyarakat
Masyarakat merupakan kelompok sosial terbesar dalam suatu negara. Selain di dalam lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah, pendidikan juga dapat berlangsung di dalam lingkungan masyarakat. Pendidikan di dalam lingkungan masyarakat tentunya berbeda dengan pendidikan yang terjadi pada lingkungan keluarga dan sekolah. Masyarakat yang terdiri dari individu-individu dalam suatu kelompok masyarakat tidak dapat dipisahkan antara yang satu dan yang lainnya dalam sebuah mata rantai kehidupan.
Pendidikan Dilingkungan Masyarakat Masyarakat adalah salah satu lingkungan pendidikan yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan pribadi seseorang. Pandangan hidup, cita-cita bangsa, sosial budaya danperkembangan ilmu pengetahuan akan mewarnai keadaan masyarakat tersebut. Masyarakat mempunyai peranan yang penting dalam mencapai tujuan pendidikan nasional. Melalui pendidikan dimasyarakat anak akan dibekali dengan penalaran dan keterampilan, sering juga pendidikan dimasyarakat ini dijadikan upaya mengoptimalkanperkembangan diri.

e.       Materi Pendidikan
Materi pendidikan memiliki kaitan yang erat dengan tujuan pendidikan. Untuk mencapai tujuan pendidikan perlu disampaikan kepada peserta didik isi/bahan yang biasanya disebut kurikulum dalam pendidikan formal. Isi pendidikan berkaitan dengan tujuan pendidikan, dan berkaitan dengan manusia ideal yang dicita-citakan.
Untuk mencapai manusia yang ideal yang berkembang keseluruhan sosial, susila dan individu sebagai hakikat manusia perlu diisi dengan bahan pendidikan. Macam-macam isi pendidikan tersebut terdiri dari pendidikan agama. pendidikan moril, pendidikan estetis, pendidikan sosial, pendidikan civic, pendidikan intelektual, pendidikan keterampilan dan peindidikan jasmani.[10]
Dalam sistem pendidikan persekolahan, materi telah diramu dalam kurikulum yang akan disajikan sebagai sarana pencapaian tujuan. Materi ini meliputi materi inti maupun materi local, materi inti bersifat nasional yang mengandung misi pengendalian dan persatuan bangsa. Sedangkan muatan lokal misinya adalah mengembangkan kebinekaan kekayaan budaya sesuai dengan kondisi lingkungan. Dengan demikian jiwa dan semangat Bhinneka Tunggal Ika dapat ditumbuh kembangkan.[11]
Dalam menentukan materi pembelajaran atau bahan ajar tidak lepas dari filsafat dan teori pendidikan dikembangkan. Seperti telah dikemukakan di atas bahwa pengembangan kurikulum yang didasari filsafat klasik (perenialisme, essensialisme, eksistensialisme) penguasaan materi pembelajaran menjadi hal yang utama. Dalam hal ini, materi pembelajaran disusun secara logis dan sistematis dalam bentuk :
1.  Teori; seperangkat konstruk atau konsep, definisi atau preposisi yang saling berhubungan, yang menyajikan pendapat sistematik tentang gejala dengan menspesifikasi hubungan – hubungan antara variabel-variabel dengan maksud menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut.
2.  Konsep; suatu abstraksi yang dibentuk oleh organisasi dari kekhususan-kekhususan, merupakan definisi singkat dari sekelompok fakta atau gejala.
3.  Generalisasi; kesimpulan umum berdasarkan hal-hal yang khusus, bersumber dari analisis, pendapat atau pembuktian dalam penelitian.
4. Prinsip; yaitu ide utama, pola skema yang ada dalam materi yang mengembangkan hubungan antara beberapa konsep.
5.  Prosedur; yaitu seri langkah-langkah yang berurutan dalam materi pelajaran yang harus dilakukan peserta didik.
6. Fakta; sejumlah informasi khusus dalam materi yang dianggap penting, terdiri dari terminologi, orang dan tempat serta kejadian.
7.  Istilah, kata-kata perbendaharaan yang baru dan khusus yang diperkenalkan dalam materi.
8.  Contoh/ilustrasi, yaitu hal atau tindakan atau proses yang bertujuan untuk memperjelas suatu uraian atau pendapat.
9.  Definisi:yaitu penjelasan tentang makna atau pengertian tentang suatu hal/kata dalam garis besarnya.
10. Preposisi, yaitu cara yang digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran dalam upaya mencapai tujuan kurikulum.
Materi pembelajaran yang didasarkan pada filsafat progresivisme lebih memperhatikan tentang kebutuhan, minat, dan kehidupan peserta didik. Oleh karena itu, materi pembelajaran harus diambil dari dunia peserta didik dan oleh peserta didik itu sendiri. Materi pembelajaran yang didasarkan pada filsafat konstruktivisme, materi pembelajaran dikemas sedemikian rupa dalam bentuk tema-tema dan topik-topik yang diangkat dari masalah-masalah sosial yang krusial, misalnya tentang ekonomi, sosial bahkan tentang alam. Materi pembelajaran yang berlandaskan pada teknologi pendidikan banyak diambil dari disiplin ilmu, tetapi telah diramu sedemikian rupa dan diambil hal-hal yang esensialnya saja untuk mendukung penguasaan suatu kompetensi. Materi pembelajaran atau kompetensi yang lebih luas dirinci menjadi bagian-bagian atau sub-sub kompetensi yang lebih kecil dan obyektif.
Abdurrahman Saleh Abdulllah mengkategorikan materi kurikulum pendidikan islam kepada tiga kategori:[12]
1.    Materi pelajaran yang dikaitkan dengan al-Qur’an dan hadits
2.    Materi yang dikaitkan dengan bidang ilmu pengetahuan yang termasuk kedalam isi kurikulum pendidikan islam adalah tentang ilmu kemanusiaan meliputi: psikologi, sosiologi, sejarah dan lain-lain.
3.    Materi yang dikaitkan dengan ilmu kealaman termasuk dalam kategori ini fisika, biologi, botani, astronomi, dan lain-lain.
Lester D. Crow dan Alice Crow  yang melakukan penelitian tentang hasil study terhadap anak menyarankan hubungan salah satu komponen pendidikan, yaitu kurikulum dengan anak didik adalah sebagai berikut:
1.    Kurikulum hendaknya disesuaikan dengan keadaan perkembangan anak.
2.    Isi kurikulum hendaknya mencakup keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang dapat digunakan anak dalam pengalaman nya sekarang dan berguna untuk menghadapi kebutuhannya dimasa yang akan datang.
3.    Anak hendaknya didorong untuk belaar, karena kegiatannya sendiridan tidak sekedar menerima pasif apa yang dilakukan oleh guru.
4.    Materi yang dipelajari anak harus mengikuti minat dan keinginan anak sesuai dengan taraf perkembangannya dan bukan menurut keputusan orang dewasa tentang minat mereka.[13]



f.       Metode Pendidikan
Metode dimaksudkan sebagai jalan dalam sebuah transfer nilai pendidikan oleh pendidik kepada peserta didik. Oleh karena itu pemakaian metode dalam pendidikan Islam mutlak dibutuhkan.
Keberhasilan proses pendidikan dalam mengantarkan anak didik mencapai tujuan pendidikan tidak terlepas dari peranan metode yang digunakan. Metode secara harfiah, berasal dari bahasa yunani yaitu kata depan meta dan kata benda “hodos”. Kata “meta” berarti “menuju, melalui, mengikuti”. Dan kata “hodos” berarti “cara, jalan dan arah”.[14]
Menurut istilah, metode adalah cara berfikir menurut sistem tertentu. Runesa menjelaskan, metode adalah prosedur yang dipakai untuk mencapai tujuan tertentu. Dari dua pendapat tersebut, disimpulkan bahwa metode adalah cara atau prosedur yang digunakan dalam suatu kegiatan untuk mencapai tujuan yang optimal.
Menurut  Nur Uhbiyati metode pendidikan yaitu strategi yang relevan yang dilakukan oleh pendidik untuk menyampaikan materi pendidikan kepada anak didik. Metode berfungsi mengolah, menyusun, dan menyajikan materi pendidikan agar materi pendidikan tersebut dapat dengan mudah diterima dan dimiliki oleh anak didik.[15]
Dalam dunia pendidikan, istilah metode secara sederhana berarti cara yang harus dilalui untuk menyajikan bahan pelajaran agar tercapai tujuan pendidikan. Dalam pendidikan islam metode pendidikan disebut dengan istilah tariqatut tarbiyah dan tariqatut ta’dib.  Para ahli pendidikan mendefinisikan berbagai pengertian metode sebagai berikut:
a.    Hasan Langgulung mendefinisikan metode sebagai cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan.
b.    Abdul Rahman Ghunaimah mendefinisikan metode sebagai cara-cara praktis dalam mencapai tujuan pendidikan.
c.    Al-Abrasyi mendefinisikan metode sebagai jalan yang diikuti untuk memberikan pengertian kepada anak didik tentang segala macam materi dalam berbagai pelajaran.
Dalam proses pendidikan metode mempunyai kedudukan sangat penting guna mencapai tujuan pendidikan. Metode merupakan sarana yang memaknakan materi pelajaran yang tersusun dalam kurikulum pendidikan sedemikian rupa sehingga dapat dipahami atau diserap oleh anak didik menjadi pengertian-pengertian fungsional terhadap tingkah lakunya.
Metode pendidikan yang tidak tepat akan menjadi penghalang kelancaran jalannya proses belajar mengajar. Metode yang di pergunakan guru baru dikatakan berhasil apabila dalam proses pendidikan ia dapat mengantarkan anak didik kearah tujuan yang ditetapkan

g.      Media/sarana Pembelajaran
Sarana atau media pendidikan berguna untuk membantu dalam proses pendidikan sehingga sesuai dengan apa yang diharapkan.
Media pengajaran merupakan bagian integral dalam sistem pengajaran. Banyak macam media dapat dgunakan. Penggunaan melputi manfaat yang banyak pula. Penggunaan media harus didasarkan kepada pemilhan yang tepat. Sehingga dapat memperbesar arti dan fungsi dalam menunjang efektivitas dan efisiensi proses belajar mengajar[16].
media pendidikan yaitu segala sesuatu yang digunakan oleh pelaksana kegiatan pendidikan guna mencapai tujuan pendidikan islam. Secara garis besar, ada dua macam alat pendidikan yaitu:
1.      Alat fisik, berupa segala sesuatu perlengkapan pendidikan yakni sarana dan fasilitas dalam bentuk konkrit, seperti bangunan, alat-alat tulis dan baca, dan sebagainya.
2.      Alat nonfisik, berupa kurikulum, pendekatan, metode, dan tindakan yang berupa hadiah dan hukuman, serta “uswatun hasanah” dari pendidik.
Sarana atau media pendidikan berguna untuk membantu dalam proses pendidikan sehingga sesuai dengan apa yang diharapkan. Metode dimaksudkan sebagai jalan dalam sebuah transfer nilai pendidikan oleh pendidik kepada peserta didik. Oleh karena itu pemakaian metode dalam pendidikan Islam mutlak dibutuhkan.
Sarana/Alat melihat jenisnya sedangkan metode melihat efisiensi dan efektivitasnya. alat dan metode diartikan sebagai segala sesuatu yang dilakukan ataupun diadakan dengan sengaja untuk mencapai tujuan pendidikan. Alat pendidikan dibedakan atas yang preventif dan yang kuratif.
1)   Yang bersifat preventif, yaitu yang bermaksud mencegah terjadinya hal-hal yang tidak dikehendaki misalnya larangan, pembatasan, peringatan bahkan juga hukuman.
2)   Yang bersifat kuratif, yaitu yang bermaksud memperbaiki, misalnya ajakan contoh,nasihat, dorongan, pemberian kepercayaan, saran, penjelasan, bahkan juga hukuman.
3)   Untuk memilih dan menggunakan alat pendidikan yang efektif ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu ;
-       Kesesuaiannya dengan tujuan yang ingin dicapai
-       Kesesuaiannya dengan peserta didik.[17]

h.      Evaluasi
Menurut Nur Uhbiyati Evaluasi Pendidikan adalah sistem penilaian yang diterapkan kepada anak didik, untuk mengetahui keberhasilan pendidikan yang dilaksanakan. Evaluasi pendidikan bergantung pada tujuan pendidikan. Jika tujuannya membentuk anak didik yang kreatif, cerdas, beriman dan bertaqwa, sistem evaluasi yang dioperasionalkan pun mengarah pada tujuan yang dimaksudkan. Dengan demikian pendidikan yang dilaksanakan akan memberikan hasil yang aplikatif bagi kehidupan anak didik dan manfaat yang besar pada masa depan.
Evaluasi pendidikan juga memuat cara-cara bagaimana mengadakan evaluasi atau penilaian terhadap hasil belajar anak didik. Tujuan pendidikan islam umumnya tidak dapat dicapai sekaligus melainkan melalui proses. Oleh karena itu untuk mencapai tujuan pendidikan islam seringkali dilakukan evaluasi atau penilaian pada tahap atau fase ini telah tercapai kemudian dapat dilanjutkan dengan pelaksanaan pendidikan pada tahap berikutnya, dan berakhir pada kepribadian muslim.[18]
                                                                                                                                                                 

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Komponen pendidikan berarti bagian-bagian dari sistem proses pendidikan, yang menentukan berhasil dan tidaknya atau ada dan tidaknya proses pendidikan. Bahkan dapat dikatakan bahwa untuk berlangsungnya proses kerja pendidikan diperlukan keberadaan komponen-komponen tersebut.  karena apabila salah satu di antara ketiga komponen ini ada maka proses pendidikan Islam tidak dapat berjalan, berbagai komponen atau aspek tersebut antara lain: Pendidik, peserta didik, lingkungan pendidikan, materi pembelajaran, metode pendidikan dan kurikulum pendidikan.
Menurut system penerapan pendidikan islam yang  seharusnya adalah suatu keseluruhan yang  terdiri dari komponen-komponen yang  masing- masing bekerja sendiri dalam fungsinya. Bekaitan dengan itu dari komponen lainnya  yang  secara terpadu bergerak menuju kearah saru tujuan yang  telah di tetapkan. Islam memandang manusia secara totalitas, mendekatinya atas dasar apa yang terdapat dalam dirinnya, atas dasar fitrah yang diberikan Allah kepadanya.
B.     Saran
Dari pembahasan makalah diatas, sudah selayaknya lembaga pendidikan islam bisa mengaplikasikan sistem pendidikan islam dalam proses pendidikan, sehingga kelak akan memunculkan generasi-generasi yang memiliki kecerdasan intelektual dan spiritual.







DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Ali, Guru Dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2008), hal. 88
Ibid.
Udin Syaefudin dan Abin Syamsudin Makmun,  Perencanaan Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya,2005),  hal.51.
Bukhari Umar, IlmuPendidikan Islam, (Jakarta: Amzah,2010), hal.26-27.
E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), hal. 36  
Abd. Rachman Assegaf, Op. Cit., hal. 113
http://m-arif-am.blogspot.com/2010/10/unsur-unsur-pendidikan.html.
Dadang Hawari, Our Children Our Future Dimensi Psikoreligi Pada Tumbuh Kembang Anak dan Remaja, (Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007), hal. 3-4
Abudin Nata, Op.Cit, hal. 81
Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati. 2001.lmu Pendidikan.jakarta.PT.Rineka Cipta.hlm.43.
http://m-arif-am.blogspot.com/2010/10/unsur-unsur-pendidikan.html.
Muhammad Syaifudin, Op Cit, hal.85.
Ibid.
Mahmud, Op Cit, hal.109.
Tatang S, Op Cit, hal.56.
Muhammad Ali, Guru Dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2008), hal. 88




[1] Udin Syaefudin dan Abin Syamsudin Makmun,  Perencanaan Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya,2005),  hal.51.

[2] Bukhari Umar, IlmuPendidikan Islam, (Jakarta: Amzah,2010), hal.26-27.

[3]
[4] E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), hal. 36  
[5] Abd. Rachman Assegaf, Op. Cit., hal. 113

[6] http://m-arif-am.blogspot.com/2010/10/unsur-unsur-pendidikan.html.


[8] Dadang Hawari, Our Children Our Future Dimensi Psikoreligi Pada Tumbuh Kembang Anak dan Remaja, (Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007), hal. 3-4

[9] Abudin Nata, Op.Cit, hal. 81

[10] Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati. 2001.lmu Pendidikan.jakarta.PT.Rineka Cipta.hlm.43.
[11] http://m-arif-am.blogspot.com/2010/10/unsur-unsur-pendidikan.html.
[12] Muhammad Syaifudin, Op Cit, hal.85.
[13]Ibid.

[14] Mahmud, Op Cit, hal.109.
[15] Tatang S, Op Cit, hal.56.

[16] Muhammad Ali, Guru Dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2008), hal. 88

[17] Ibid.
[18] Muhammad Syaifudin, Pengantar Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Bahari Press,2012), hal.13.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

LAFADZ YANG TIDAK JELAS MAKNANYA

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Ushul fiqih merupakan salah satu cabang dalam ilmu keislaman yang secara garis besar membahas tentang bagaimana menggali dan memunculkan hukum syara’ paraktis dari nash yang ada baik Al-Quran maupun As-Sunnah. Pembahasan mengenai ilmu ushul fiqih yang bersinggungan dengan nash maka kajian kebahasaan merupakan salah satu unsur penting yang menentukan bagaimana nantinya hasil yang dapat dikeluarkan dari nash tersebut. Dengan demikian pemahaman atas terori kebahasaan   merupakan syarat dalam pengkajian ushul fiqih. Salah satu dari teori kebahasaan tersebut ialah memahami lafadz dari segi maknanya, baik yang jelas maupun tidak jelas.Lafadz-lafadz yang tidak bisa di artikan secara langsung ( jelas) itulah yang menyebabkan banyak perbedaan penafsiran makna terhadap lafadz tersebut. Sehingga dalam makalah ini akan di bahas mengenai lafadz-lafadz yang tidak jelas maknanya   serta pembagian dan contohnya. B. ...

IKHTILAF MUFASSIR DAN SEBAB-SEBABNYA

  BAB I PENDAHULUAN A.     LATAR BELAKANG       Pemahaman umat terhadap Al-Qur’an itulah yang bisa menjadi penerang bagi majunya ummat. Pemahaman disini mencakup penafsiran terhada al-Qur’an. Penafsiran pada zaman Rasul adalah bersumber dari Rasul sendiri melalui al-wahyu al-ilahiyi atau melalui para sahabat yang berkompeten pada penafsiran (ijtihad al-sohabi).para Sahabat ini mempunyai keutamaan-keutamaan dalam menjelaskan nash-nash.        Dalam tafsir munir dijelaskan bahwa muhkam adalah ayat yang jelas maksudnya dan tidak ada ikhtilaf (perbedaan) dalam maknanya. Mutasybih ayat yang tidak jelas dan ada ikhtilaf (perbedaan) antara dhohir lafadz dengan makna yang diinginkan dari lafadz itu sendiri. Seperti pada awal-awal surat.       Ikhtilaf (perbedaan) adalah sebuah sunnatullah kehidupan. Setiap orang melihat suatu masalah dari sudut pandang, lalu memberikan kesimpulan sesuai de...

KONTRIBUSI AKHLAK DALAM KEHIDUPAN POLITIK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang     Agama adalah prinsip kepercayaan kepada Tuhan dengan aturan-aturan syariat tertentu . Dapat dikatakan bahwa agama adalah sebuah kepercayaan. Agama merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan. Dengan adanya agama membuat hidup manusia menjadi teratur dan terarah. Agama dalam hal ini agama Islam mengatur kehidupan umatnya di berbagai aspek seperti ekonomi, sosial, bidaya, politik, pendidikan, akhlak, ilmu pengetahuan dan lain sebagainya. Islam merupakan agama Allah SWT sekaligus agama yang terakhir yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW  melalui malaikat jibril dengan tujuan untuk mengubah akhlak manusia ke arah yang lebih baik di sisi Allah SWT. Nabi Muhammad SAW dalam menyebarkan agama Islam di kalangan umatnya tidak menggunakan cara yang sembarang. Tapi dengan menggunakan startegi-strategi yang disesuaikan dengan masyarakat di zaman itu. Startegi-strategi dakwah tersebut tanpa disadari berupa sesuatu yang ber...