Langsung ke konten utama

DINASTI UMAYYAH PELAPOR KEMAJUAN PERADABAN ISLAM


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Berakhirnya kekuasaan khalifah Ali bin Abi Thalib mengakibatkan lahirnya kekuasan yang berpola Dinasti atau kerajaan. Pola kepemimpinan sebelumnya (khalifah Ali) yang masih menerapkan pola keteladanan Nabi Muhammad, yaitu pemilihan khalifah dengan proses musyawarah akan terasa berbeda ketika memasuki pola kepemimpinan dinasti-dinasti yang berkembang sesudahnya.
Bentuk pemerintahan dinasti atau kerajaan yang cenderung bersifat kekuasaan foedal dan turun temurun, hanya untuk mempertahankan kekuasaan, adanya unsur otoriter, kekuasaan mutlak, kekerasan, diplomasi yang dibumbui dengan tipu daya, dan hilangnya keteladanan Nabi untuk musyawarah dalam menentukan pemimpin merupakan gambaran umum tentang kekuasaan dinasti sesudah khulafaur rasyidin. Dinasti Umayyah merupakan kerajaan Islam pertama yang didirikan oleh Muawiyah Ibn Abi Sufyan. Perintisan dinasti ini dilakukannya dengan cara menolak pembai’atan terhadap khalifah Ali bin Abi Thalib, kemudian ia memilih berperang dan melakukan perdamaian dengan pihak Ali dengan strategi politik yang sangat menguntungkan baginya.[1]
Jatuhnya Ali dan naiknya Muawiyah juga disebabkan keberhasilan pihak khawarij (kelompok yang membangkan dari Ali) membunuh khalifah Ali, meskipun kemudian tampuk kekuasaan dipegang oleh putranya Hasan, namun tanpa dukungan yang kuat dan kondisi politik yang kacau akhirnya kepemimpinannya pun hanya bertahan sampai beberapa bulan.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sejarah Kekhalifahan Dinasti Umayyah?
2.      Bagaimana sistem Pemerintahan Bani Umayyah?
3.      Siapa saja Khalifah pada masa Dinasti Umayyah?
4.      Apa yang menyebabkan mundurnya Dinasti Umayyah?
5.      Bagaimana biografi dan kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz?




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sejarah Kekhalifahan Dinasti Umayyah
1.    Sejarah Dinasti Umayyah
Muawiyah bin Abi Sufyan, yang pada waktu terbunuhnya Utsman ibn Affan, masih menjabat sebagai gubernur Suriah, menolak membait Ali ibn Abi Thalib sebagai khalifah keempat Khulafaur Rasyidin. Ia malah menuntut Ali untuk bertanggung jawab atas kematian khalifah ketiga itu. Bahkan ia menyatakan memisahkan diri dari pemerintahan Ali dan dibaiat oleh pengikutnya sebagai khalifah pada tahun 40 H/660 M di Iliya (Yerusalem). Pembaitan ini menjadi cikal bakal berdirinya dinasti Umayyah dan kelompok Muawiyah ini menjadi bughot pertama dalam sejarah Islam yang memisahakan diri dari pemerintahan islam yang sah. Mereka mendirikan negara di dalam Negara; dengan menjadikan Damaskus menjadi ibu kota pemerintahan islam. Padahal pusat pemerintahan yang sah adalah kufah di bawah kepemimpinan Ali.
Setelah kematian Ali pada bulan Ramadhan tahun 40 H/661 M, putra tertua Ali yang bernama al-Hasan diangkat menjadi pengganti Ali. Namun al-Hasan sosok yang jujur dan lemah secara politik. Ia sama sekali tidak ambisius untuk menjadi pemimpin negara. Ia lebih memilih mementingkan persatuan umat. Oleh karena itu, ia melakukan kesepakatan damai dengan kelompok Muawiyah dan menyerahkan kekuasaannya kepada Muawiyah pada bulan Rabiul Awwal tahun 41 H/661. Tahun kesepakatan damai antara Hasan dan Muawiyah disebut Aam Jama’ah karena kaum muslimn sepakat untuk memilih satu pemimpin saja, yaitu Muawiyah ibn Abu Sufyan.
Setelah kesepakatan damai ini, Muawiyah mengirmkan sebuah surat dan kertas kosong yang dibubuhi tanda tanggannya untuk diisi oleh Hasan. Dalam surat itu ia menulis “ Aku mengakui bahwa karena hubungan darah, Anda lebih berhak menduduki jabatan kholifah. Dan sekiranya aku yakin kemampuan Anda lebih besar untuk melaksanakan tugas-tugas kekhalifahan, aku tidak akan ragu berikrar setia kepadamu.”
Itulah salah satu kehebatan Muawiyah dalam berdiplomasi. Tutur katanya begitu halus, hegemonik dan seolah-olah bijak. Surat ini salah satu bentuk diplomasinya untuk melegitimasi kekuasaanya dari tangan pemimpin sebelumnya.
Penyerahan kekuasaan pemerintahan Islam dari Hasan ke Muawiyah ini menjadi tonggak formal berdirinya kelahiran Dinasti Umayyah di bawah pimpinan khalifah pertama, Muawiyah ibn Abu Sufyan.                                             
2.    Sistem pemerintahan Bani Umayyah
Aku tidak akan menggunakan pedang ketika cukup mengunakan cambuk, dan tidak akan mengunakan cambuk jika cukup dengan lisan. Sekiranya ada ikatan setipis rambut sekalipun antara aku dan sahabatku, maka aku tidak akan membiarkannya lepas. Saat mereka menariknya dengan keras, aku akan melonggarkannya, dan ketika mereka mengendorkannya, aku akan menariknya dengan keras. (Muawiyah ibn Abi Sufyan).[2]
Pernyataan di atas cukup mewakili sosok Muawiyah ibn Abi Sufyan. Ia cerdas dan cerdik. Ia seorang politisi ulung dan seorang negarawan yang mampu membangun  peradaban besar melalui politik kekuasaannya. Ia pendiri sebuah dinasti besar yang mampu bertahan selama hampir satu abad. Dia lah pendiri Dinasti Umayyah, seorang pemimpin yang paling berpengaruh pada abad ke 7 H.
Di tangannya, seni berpolitik mengalami kemajuan luar biasa melebihi tokoh-tokoh muslim lainnya. Baginya, politik adalah senjata maha dahsyat untuk mencapai ambisi kekuasaaanya. Ia wujudkan seni berpolitiknya dengan membangun Dinasti Umayyah.
Gaya dan corak kepemimpinan pemerintahan Bani Umayyah (41 H/661 M) berbeda dengan kepemimpinan masa-masa sebelumnya yaitu masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin. Pada masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin dipilih secara demokratis dengan kepemimpinan kharismatik yang demokratis sementara para penguasa Bani Umayyah diangkat secara langsung oleh penguasa sebelumnya dengan menggunakan sistem Monarchi Heredities, yaitu kepemimpinan yang di wariskan secara turun temurun. Kekhalifahan Muawiyyah diperoleh melalui kekerasan, diplomasi dan tipu daya, tidak dengan pemilihan atau suara terbanyak. Suksesi kepemimpinan secara turun temurun dimulai ketika Muawiyyah mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya, Yazid. Muawiyah bermaksud mencontoh Monarchi di Persia dan Binzantium. Dia memang tetap menggunakan istilah Khalifah, namun dia memberikan interprestasi baru dari kata-kata itu untuk mengagungkan jabatan tersebut.[3] Dia menyebutnya “Khalifah Allah” dalam pengertian “Penguasa” yang di angkat oleh Allah.[4]
Karena proses berdirinya pemerintahan Bani Umayyah tidak dilakukan secara demokratis dimana pemimpinnya dipilih melalui musyawarah, melainkan dengan cara-cara yang tidak baik dengan mengambil alih kekuasaan dari tangan Hasan bin Ali (41 H/661M) akibatnya, terjadi beberapa perubahan prinsip dan berkembangnya corak baru yang sangat mempengaruhi kekuasaan dan perkembangan umat Islam. Diantaranya pemilihan khalifah dilakukan berdasarkan menunjuk langsung oleh khalifah sebelumnya dengan cara mengangkat seorang putra mahkota yang menjadi khalifah berikutnya.
Orang yang pertama kali menunjuk putra mahkota adalah Muawiyah bin Abi Sufyan dengan mengangkat Yazib bin Muawiyah. Sejak Muawiyah bin Abi Sufyan berkuasa (661 M-681 M), para penguasa Bani Umayyah menunjuk penggantinya yang akan menggantikan kedudukannya kelak, hal ini terjadi karena Muawiyah sendiri yang mempelopori proses dan sistem kerajaan dengan menunjuk Yazid sebagai putra mahkota yang akan menggantikan kedudukannya kelak. Penunjukan ini dilakukan Muawiyah atas saran Al-Mukhiran bin Sukan, agar terhindar dari pergolakan dan konflik politik  intern umat Islam seperti yang pernah terjadi pada masa-masa sebelumnya.
Sejak saat itu, sistem pemerintahan Dinasti Bani Umayyah telah meninggalkan tradisi musyawarah untuk memilih pemimpin umat Islam. Untuk mendapatkan pengesahan, para penguasa Dinasti Bani Umayyah kemudian memerintahkan para pemuka agama untuk melakukan sumpah setia (bai’at) dihadapan sang khalifah. Padahal, sistem pengangkatan para penguasa seperti ini bertentangan dengan prinsip dasar demokrasi dan ajaran permusyawaratan Islam yang dilakukan Khulafaur Rasyidin.
                 Selain terjadi perubahan dalm sistem pemerintahan, pada masa pemerintahan Bani Umayyah juga terdapat perubahan lain misalnya masalah Baitulmal. Pada masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin, Baitulmal berfungsi sebagai harta kekayaan rakyat, dimana setiap warga Negara memiliki hak yang sama terhadap harta tersebut. Akan tetapi sejak pemerintahan Muawiyah bin Abi Sufyan, Baitulmal beralih kedudukannya menjadi harta kekayaan keluarga raja seluruh penguasa Dinasti Bani Umayyah kecuali Umar bin Abdul Aziz (717-729 M).
3.    Kekhalifahan Bani Umayyah
Para sejarawan umumnya sependapat bahwa khalifah terbesar dari daulah Umayyah ialah Muawiyyah, Abdul Malik dan Umar bin Abdul aziz.
Masa Kekuasaan Dinasti Umayyah hampir satu abad, tepatnya selama 90 tahun, dengan 14 orang khalifah. Adapun urutan khalifah umayyah adalah sebagai berikut:
a.       Muawiyyah  bin Abi Sufyan (41-60 H/661-679M)
Muawiyyah bin Abi sufyan adalah bapak pendiri Dinasti Bani Umayyah dialah tokoh pembangunan yang besar. Muawiyyah mendapat kursi kekuasaan setelah Hasan bin Ali bin Abi Thalib berdamai dengannya pada tahun 4 H, karena Hasan menyadari kelemahannya sehingga ia berdamai dan menyerahkan kepemimpinan umat kepada Muawiyyah sehingga tahun itu dinamakan ‘Amul Jama’ah, tahun persatuan. Muawiyyah dibaiat oleh umat Islam di kufah. Diantara jasa-jasa Muawiyyah ialah mengadakan dinas pos dengan menggunakan kuda-kuda yang selalu siap di tiap pos. Ia juga berjasa mendirikan kantor cap (percetakan mata uang), dan lain-lain. Muawiyyah wafat pada tahun 60 H di Damaskus karena sakit dan digantikan oleh anaknya Yazid.
b.      Yazid  bin Muawiyyah (60-64H/679-683M)
Yazid tidak sekuat ayahnya dalam memerintah, banyak tantangan yang dihadapinya, antara lain ialah membereskan pemberontakan kaum Syi’ah yang telah membaiat Husein sepeninggal Muawiyyah. Terjadi perang di karbala yang menyebabkan terbunuhnya Husain. Yazid menghadapi para pemberontak di Mekkah dan Madinah dengan keras. Dinding ka’bah runtuh dikarenakan terkena lemparan manjaniq, peristiwa tersebut merupakan aib besar terhadap masanya. Yazid wafat pada tahun 64 H setelah memerintah 4 tahun dan digantikan oleh anaknya, Muawiyyah
c.       Muawiyyah  bin Yazid (64 H/683M)
Ia hanya memerintahkan kurang lebih 40 hari, dan meletakkan jabatan sebagai khalifah tiga bulan sebelum wafatnya. Ia mengalami tekanan jiwa berat karena tidak sanggup memikul tanggung jawab jabatan khalifah yang sangat besar tersebut. Dengan wafatnya, maka habislah keturunan Muawiyyah dalam melenggangkan kekuasaan dan berganti ke Bani Marwan.
d.      Marwan  bin Hakam (64-65 H/683-685M)
Ia adalah gubernur Madinah di masa Muawiyyah dan penasihat Yazid di Damaskus di masa pemerintahan putra pendiri daulah Umayyah itu. Ia di angkat menjadi khalifah karena dianggap orang yang dapat mengendalikan kekuasaan karena pengalamannya. Ia dapat menghadapi kesulitan satu demi satu dan dapat mengalahkan kabilah Ad-Dahak bin Qais, kemudian menduduki mesir. Marwan menundukan palestina, hijaz, dan irak. Namun ia cepat pergi hanya memerintah 1 tahun, ia wafat pada tahun 65 H dan menunjuk anaknya Abdul Malik dan Abdul Aziz sebagai pengganti sepeninggalannya secara berurutan.
e.       Khalifah Abdul Malik bin Marwan (65-86 H/684-705M)
Dia adalah orang kedua yang terbesar dalam deretan para khalifah Bani Umayyah yang disebut-sebut sebagai ‘pendiri kedua’ bagi kedaulatan Umayyah. Ia dikenal sebagai seorang khalifah yang dalam ilmu agamanya, terutama di bidang fiqh. Ia telah berhasil mengembalikan sepenuhnya integritas wilayah dan wibawa kekuasaan keluarga Umayyah dari segala pengacau negara yang merajalela pada masa-masa sebelumnya. Mulai dari gerakan sparatis Abdullah bin Zubair di Hijaz, pemberontakan kaum Syi’ah dan Khawarij, sampai kepada aksi teror yang dilakuakn oleh Al-Mukhtar bin Ubaid As-Saqafy di wilayah kufah, dan pemberontakan yang di pimpin oleh Mus’ab bin Zubair di Irak.
Ia juga menundukan tentara Romawi yang sengaja membuat keguncangan sendi-sendi pemerintahan Umayyah. Ia memerintahkan menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa Administrasi di wilayah Umayyah, ia juga memerintahkan untuk mencetak uang secara teratur, membangun beberapa gedung, dan masjid serta slauran-saluran air, memajukan perdagangan, memperbaiki sistem ukuran timbang, takaran dan keuangan dan menyempurnakan tulisan huruf Al-Qur’an dengan titik pada huruf-huruf tertentu.
Khalifah abdul Malik memerintah selam 21 tahun dan wafat 86 H dan di ganti oleh putranya Al-Walid
f.       Al Walid  bin Abdul Malik (86-96 H/705-715M)
Memerintah 10 tahun lamanya. Pada masa pemerintahannya, kekayaan dan kemakmuran merintah ruah. Kekuasaan Islam melangkah ke Spanyol di bawah pimpinan pasukan Thariq bin Ziyad ketika afrika utara dipegang oleh gubernur Musa bin Nushair. Karena kekayaan melimpah maka ia sempurnakan pembanguna gedung-gedung, pabrik-pabrik, dan jalan-jalan yang dilengkapi dengan sumur untuk para khalifah yang berlalu lalang di jalan tersebut. Ia membangun masjid Al-Amawi yang terkenal hingga masa kini di Damaskus. Di samping itu, ia menggunakan kekayaan negerinya untuk menyantuni para yatim piatu, fakir miskin, dan penderita cacat seperti orang lumpuh, buta, dan sakit kusta. Khalifah Walid bin Absul Malik wafat tahun 96 H dan digantikan oleh adiknya, Sulaiman.
g.      Sulaiman bin Abdul Malik (96-99 H/714-717M)
Dia tidak sebijak kakaknya, ia kurang bijaksana, suka harta sebagaimana yang diperlihatkan ketika ia menginginkan harta rampasan perang (ghanimah) dari Spanyol yang dibawa oleh Musa bin Nushair.
Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik dibenci oleh rakyatnya karena tabiatnya yang kurang bijaksana itu. Para pejabatnya terpecah belah, demikian pula masyarakatnya. Orang-orang yang berjasa di masa para pendahulunya disiksanya, seperti keluarga Hajjaj bin Yusuf dan Muhammad bin Qasim yang menundukan India. Ia meninggal pada tahun 99 H dan menunjuk Umar bin Abdul Aziz sebagai penggantinya.
h.      Umar bin Abdul Aziz. (99-101H/717-720M)
Adapun khalifah yang besar ialah Umar bin Abdul Aziz. Meskipun masa pemerintahannya sangat singkat, nama Umar merupakan ‘lembaran putih’ Bani Umayyah dan sebuah periode yang berdiri sendiri, mempunyai karakter yang tidak terpengaruh oleh berbagai kebijaksanaan daulah Bani Umayyah yang banyak disesali. Ia merupakan personifikasi seorang khalifah yang takwa dan bersih, suatu sikap yang jarang sekali ditemukan pada sebagian besar pemimpin Bani Umayyah.
Khalifah yang adil ini adalah putra Abdul Aziz, gubernur Mesir. Ia lahir di Hilwan dekat Kairo, atau Madinah menurut sumber lain. Rupanya keadilannya menurun dari Khalifah Umar bin Khatab yang menjadi kakeknya dari jalur ibunya. Ia menghabiskan waktunya di Madinah untuk mendalami ilmu Agama Islam, khususnya ilmu hadis dan ketika ia menjadi khalifah ia memerintahkan kaum Muslimin untuk menuliskan hadis, dan inilah perintah resmi pertama dari penguasa Islam. Umar adalah orang yang rapi dalam berpakaian, memakai wewangian dengan rambut yang panjang dan cara jalan yang tersendiri, sehingga mode Umar itu ditiru orang pada masanya.
Ia dikawinkan dengan Fatimah, putri Abdul Malik, khalifah Umayyah yang sekaligus sebagi pamannya. Ia diangkat menjadi gubernur Madinah oleh khalifah Al-Walid bin Abdul Malik, salah seorang sepupunya. Tetapi ia dipecat dari jabatannya itu karena masalah putra mahkota. Berbekal pengalamannya sebagai pejabat, kaya akan ilmu dan harta, serta sebagi bangsawan Arab yang mulia, ia diangkat sebagai Khalifah menggantikan Sulaiman, adik al-Walid. Khalifah Umar bin Abdul Aziz berubah tingkah lakunya, ia menjadi seorang zahid, sederhana, bekerja keras, dan berjuang tanpa henti sampai akhir hayatnya memerintah kurang lebih dua tahun.
Khalifah yang kaya itu menguasai tanah-tanah perkebunan di Hijaj, Syiria, Mesir, Yaman dan Bahrain yang menghasilkan kekayaan 40.000 dinar tiap tahun. Namun setelah menduduki jabatan barunya Khalifah Umar bin Abdul Azizi mengembalikan tanah-tanah yang dihibahkan kepadanya dan meninggalkan kebiasaan-kebiasaan lamanya serta menjual barang-barang mewahnya untuk diserahkan hasil penjualannya ke baitul mal. Di samping itu ia mengadakan perdamaian antara Amawiyah dan Syi’ah serta Khawarij, menghentikan peperangan serta caci maki terhadap khalifah Ali bin Abi Thalib dalam khutbah Jum’at dan diganti dengan bacaan ayat berikut :
“Sesungguhnya Allah memerintahkan untuk mengerjakan keadilan dan bijaksana, serta memberi kaum kerabat, dan Dia melarang perbuatan keji, munkar dan aniaya. (QS An-Nahl : 90)
Khalifah Umar meninggal tahun 101 H dan di ganti Oleh Yazid II bin Abdul Malik.
i.        Yazid  bin Abdul Malik (101-105H/720-724M)
Pada masa pemerintahannya timbul lagi perselisihan antara kaum Mudariyah dan Yamaniyah. Pemerintahan yang singkat itu mempercepat proses kemunduran Bani Umayyah. Kemudian diganti oleh Khalifah Hisyam bin Abdul Malik.
j.        Hisyam bin Abdul Malik (105-125H/724-744M)
Meskipun tidak secemerlang tiga khalifah yang masyur sebagimana tersebut di atas. Ia memerintah dalam waktu yang panjang, yakni 20 Tahun. Ia dapat dikategorikan sebagai khalifah Umayyah yang terbaik karena kebersihan pribadinya, pemurah, gemar kepada keindahan, berakhlak mulia dan tergolong teliti terutama soal keuangan, disamping bertaqwa dan berbuat adil. Pada masa pemerintahannya terjadi gejolak yang dipelopori oleh kaum Syi’ah serta bersekutu dengan kaum Abbasiyyah. Mereka menjadi kuat karena kebijaksanaan yang diterapkan oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang bertindak lemah lembut terhadap semua kelompok. Dalam diri keluarga Umayyah sendiri terjadi perselisihan tentang putra mahkota yang melemahkan posisi Umayyah.
Masih ada empat khalifah lagi yang setelah Hisyam yang memerintah hanya dalam waktu tujuh tahun, yakni :
k.      Al-Walid  bin Yazid (125-126H/744-745M)
l.        Yazid  bin Al-Walid (126-127H/745-746M)
m.    Ibrahim bin Al-Walid (127-127H/743-744M)
n.      Marwan bin Muhammad (127-132H/744-750M)
Dia adalah penguasa terakhir yang terkenal dengan julukan marwan al-himar (manusia keledai). Karena kebesarannya yang luar biasa dan kesanggupannya menahan perasaan. Sebenarnya ia adalah penguasa yang besar tapi sayang, ia muncul ketika daulat Bani Umayyah sedang merosot.Dia wafat pada tahun 132 H/750 M terbunuh di Mesir oleh pasukan Bani Abbasiyyah.
4.    Faktor – faktor penyebab mundurnya Dinasti Umayyah
Sepeninggal khalifah Hisyam ibn Abd Al-Malik, khalifah-khalifah yang terpilih bukan hanya lemah tetapi juga bermoral buruk. Hal ini makin memperkuat golongan oposisi. Akhirnya, pada tahun 750 M, dinasti Umayyah digulingkan Bani Abbas yang bersekutu dengan Abu Muslim Al-Khurasani. Marwan bin Muhammad, khalifah terakhir Bani Umayyah, melarikan diri ke Mesir, kemudian dia ditangkap dan dibunuh disana.[5]
Ada beberapa fakator yang menyebabkan dinasti Bani Umayyah melemah dan membawanya kepada kehancuran. Faktor-faktor tersebut antara lain:
a.       Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru bagi tradisi Arab. Hal ini menyebabkan tejadinya persaingan dikalangan keluarga istana.
b.      Latar belakang terbentuknya dinasti Umayyah tak lepas dari konflik-konflik politik yang terjadi di masa Ali. Syi’ah dan khawarij tersu menjadi oposisi. Penumpasan gerakan ini banyak menyedot kekuatan pemerintah.
c.       Pertentangan etnis antara suku Arabia Utara (Bani Qays) dan Arabia Selatan (Bani Qalb) semakin meruncing, sehingga penguasa Bani Umayyah kesulitan menggalang persatuan dan kesatuan
d.      Sikap hidup mewah di lingkungan istana, sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan ketika mereka mewarisi kekuasaan. Disamping itu, golongan pemuka agama banyak yang kecewa karena perhatian penguasa terhadap perkembangan agama sangat kurang.
e.       Munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan Al-Abbas ibn Abd Al-Muthalib. Gerakan ini mendapatkan dukungan penuh dari Bani Hasyim dan golongan syi’ah dan golongan mawali (non Arab) yang merasa dikelasduakan oleh pemerintah Bani Umayyah.

B.     Profil dan Kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz
1.    Profil Khalifah Umar bin Abdul Aziz
Nama lengkapnya Umar  bin Abdul Aziz bin Marwan bin Khakam bin Abul ‘Ash bin Umayyah bin Abdi Syams bin Manaf. Ayahnya adalah Abdul Aziz bin Marwan, salah seorang gubernur. Ia seorang yang pemberani dan dermawan. Ia menikah dengan seorang wanita salehah dari kaum Quraisy keturunan Umar bin Khottob, bernama Ummu ‘Ashim bin Ashim bin Umar bin Khottob. Abdul Azizi merupakan seorang ulama yang shaleh. Beliau adalah murid Abu Hurairah ra. Sahabat Nabi Muhammad. Ibunya Ummu Ashim, Laila binti Ashim bin Umar bin Khattab. Bapaknya Laila merupakan anak Umar bin Khattab, ia sering menyampaikan hadis Nabi dari Umar.
Umar bin Abdul Aziz lahir pada tahun 61 H di Madinah Al Munawwaroh, pada masa pemerintahan Yazid bin Muawiyah, kholifah kedua dinasti Umayyah. Ia memiliki empat saudara kandung yaitu Umar, Abu Bakar, Muhammad, dan Ashim. Ibu mereka adalah Laila binti Ashim bin Umar bin Khattab dan enam saudara lain ibu yaitu Al-Ashbagh, Sahal, Suhail, Ummu Hakam, Zabban dan Ummul Banin. Istrinya adalah wanita yang salehah dari kalangan kerajaan Bani Umayyah, ia merupakan putri dari Khalifah Abdul Malik bin Marwan (Khalifah kelima Dinasti Bani Umayyah) yaitu Fatimah binti Abdul Malik. Fatimah binti Abdul Malik memiliki nasab yang baik; putri Khalifah, kakeknya juga Khalifah, saudara perempuan dari para kholifah, dan istri dari khalifah yang mulia Umar bin Abdul Aziz, namun hidupnya sederhana.
Umar bin Abdul Azizi memiliki empat belas anak laki-laki, diantara mereka adalah Abdul Malik, Abdul Aziz, Abdullah, Ibrahim, Ishaq, Ya’qub. Bakr, Al Walid, Musa, Ashim, Yazid, Zaban, Abdullah, serta tiga anak perempuan, Aminah, Ummu Ammar dan Ummu Abdillah.
Umar bin Abdul Aziz wafat hari Jum’at di sepuluh hari terakhir bulan Rajab tahun 101 H pada usia 40 tahun, usia yang masih relatif muda dan masih dikategorikan usia produktif. Namun, di balik usia yang singkat tersebut, ia telah berbuat banyak untuk peradaban manusia dan Islam secara khusus.
Ia meninggalkan harta warisan yang sedikit buat anak-anaknya. Setiap anak laki-laki hanya mendapatkan jatah 19 dirham saja, sementara satu anak dari Hisyam bin Abdul Malik (Khalifah kesepuluh Bani Umayyah) mendapatkan warisan dari bapaknya sebesar satu juta dirham. Namun beberapa tahun setelah itu salah seorang anak Umar bin Abdul Aziz mampu menyiapkan seratus ekor kuda lengkap dengan perlengkapannya dalam rangka jihad di jalan Allah, pada saat yang sama salah seorang anak Hisyam menerima sedekah dari masyarakat. Beliau memerintah hanya selama 2 tahun 5 bulan 4 hari. Setelah beliau wafat, kekhalifahan digantikan oleh iparnya, Yazid bin Abdul Malik.
2.    Pola kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz
Beliau tidak suka dilantik sebagai Khalifah dengan sistem turun temurun. Kemudian beliau memerintahkan agar orang-orang berkumpul untuk mendirikan shalat. Selepas shalat, beliau berdiri menyampaikan pidatonya. Di awal pidato, beliau mengucapkan puji-pujian kepada Allah dan bershalawat kepada Nabi Saw.
a)      Bidang Agama
Beberapa kebijakan, antara lain:
·         Menghidupkan kembali ajaran al-Qur’an dan sunah Nabi
Khalifah menitikberatkan penghayatan agama di kalangan rakyatnya yang telah lalai dengan kemewahan dunia. Khalifah umar telah memerintahkan umatnya mendirikan shalat secara berjama’ah dan menjadikan masjid-masjid sebagai tempat untuk mempelajari hukum.


·         Mengadakan kerja sama dengan ulama-ulama besar
Khalifah sering mengumpulkan para Ulama untuk membicarakan masalah-setiap malam. Mereka saling ingat memperingati di antara satu sama lain tentang mati dan hari Kiamat, kemudian mereka sama-sama menangis.
·         Menerapkan hukum syariah Islam secara serius
Khalifah menerapkan hukum Islam terhadap penduduk Himsh yang meminta keadilan terhadap tanah yang telah dirampas oleh Abbas bin Walid bin Abdul Malik. Umar bin Khalifah meminta penjelasan dulu dari Abbas bin Walid bin Malik. Kemudian dia memutuskan untuk mengembalikan tanah yang dirampas ke Penduduk Himsh.
·         Pembukuan Hadis
Mengumpulkan hadis-hadis untuk diseleksi apakah palsu atau tidak. Beliau juga meriwayatkan hadis dari sejumlah tabiin lain dan banyak pula ulama hadis yang meriwayatkan hadis daripada beliau.
b)      Bidang Pengetahuan
Beberapa kebijakan antara lain:
·         Gerakan Tarjamah
Khalifah mengarahkan cendikawan Islam supaya menerjemahkan buku-buku kedokteran dan berbagai bidang ilmu dari bahasa Yunani, Latin dan Siryani ke dalam bahasa Arab supaya mudah dipelajari oleh umat Islam
·         Pemindahan Sekolah Kedokteran.
Khalifah memindahkan sekolah kedokteran yang ada di Iskandariah (Mesir) ke Antiokia dan Harran (Turki). Program tersebut didukung dengan gerakan terjemah buku-buku kedokteran dari bahasa-bahasa asing.
c)      Bidang Sosial Politik
Beberapa kebijakan antara lain:
·         Menerapkan politik yang adil
Khalifah menerapkan politik yang menjunjung tinggi nilai kebenaran dan keadilan di atas segalanya. Beliau tidak membedakan antara muslim arab dan non Arab. Semua sama derajatnya. Tidak membedakan hak dan kewajiban antara muslim Arab dan muslim Mawali.
·         Membentuk tim monitor
Khalifah membentuk tim monitor dan dikirim ke berbagai negeri untuk melihat langsung cara kerja para gubernur dalam rangka menegakkan kebenaran dan keadilan;
·         Memecat pejabat yang tidak kompeten
Khalifah memecat para pegawai yang tidak layak dan tidak kompeten. Juga memecat para pejabat yang menyelewengkan kekuasaannya.
·         Meniadakan pengawal pribadi
Khalifah menghapuskan pengawal pribadi Khalifah dan Beliau bebas bergaul dengan rakyat tanpa pembatas. tidak seperti Khalifah dahulu yang mempunyai pengawal peribadi dan askar-askar yang mengawal istana yang menyebabkan rakyat sukar berjumpa.
·         Menghapus kelas-kelas sosial antara muslim arab dan Muslim non Arab.
·         Menghidupkan kerukunan dan toleransi beragama.

d)     Bidang Ekonomi
Beberapa kebijakan antara lain:
·         Mengurangi beban pajak,
·         Membuat aturan mengenai timbangan dan takaran;
·         Menghapus sistem kerja paksa;
·         Memperbaiki tanah pertanian, irigasi, pengairan sumur-sumur, dan pembangunan jalan raya
·         Menyantuni fakir miskin dan anak yatim.
·         Mengambil kembali harta-harta yang disalahgunakan oleh keluarga Khalifah dan mengembalikannya ke Baitulmal
·         Menitikberatkan pada pelayanan terhadap rakyat miskin dan
·         Menaikan gaji buruh sehingga ada yang setara dengan gaji pegawai kerajaan

e)      Bidang Militer
f)       Bidang Dakwah dan Perluasan Wilayah
kebijakan antara lain:
·         Menghapus kebiasaan mencela Ali bin Abi Talib dan keluarganya dalam khotbah setiap salat Jum’at.
·         Ia mengirim 10 orang pakar hukum Islam ke Afrika Utara serta mengirim para pendakwah kepada raja-raja India, Turki dan Barbar di Afrika Utara untuk mengajak mereka kepada Islam.

3.    Kepribadian Umar bin Abdul Aziz
·         Rasa takut yang Tinggi kepada Allah
Khalifah Umar bin Abdul Aziz sangat dikagumu bukan karena banyak shalat dan puasa, tetapi karena rasa takut kepada Allah dan kerinduan akan surga-Nya. Itulah yang mendorong beliau menjadi pribadi yang berprestasi dalam segala aspek; ilmu dan amal.
Pernah seorang laki-laki mengunjungi Umar bin Abdul Aziz yang sedang memegang lentera. “Berilah aku petuah!”, Umar membuka perbincangan. Laki-laki itu pun berujar: “Wahai Amirul Mukminin !! Jika engkau masuk neraka, orang yang masuk surga tidaklah mungkin bisa memberimu manfaat. Sebaliknya jika engkau masuk surga, orang yang masuk neraka juga tidaklah mungkin bisa membahayakanmu”. Serta Umar bin Abdul Aziz pun menangis tersedu sehingga lentera yang ada di genggamannya padam karena derasnya air mata yang membasahi.
·         Wara’
Sikap Wara’ Umar bin Abdul Aziz adalah keengganan beliau menggunakan fasilitas negara untuk keperluan pribadi, meskipun hanya sekedar mencium bau aroma minyak wangi. Hal itu pernah ditanyakan oleh pembantunya, “Wahai Khalifah! Bukankah itu hanya sekedar bau aroma saja, tidak lebih?”. Beliau pun menjawab: “Bukankah minyak wangi itu diambil manfaatnya karena bau aromanya”.
Kisah yang lain, pada suatu hari Umar bin Abdul Aziz pernah mengidamkan-idamkan buah apel. Tiba-tiba salah seorang kerabatnya datang berkunjung seraya menghadiahi sekantong buah apel kepada beliau. Lalu ada seseorang yang berujar: “Wahai Amirul Mukminin Bukankah Nabi Saw dulu pernah menerima hadiah dan tidak menerima sedekah?”. Serta merta beliau pun menimpali, “Hadiah di zaman nabi Muhammad Saw benar-benar murni hadiah, tapi di zaman kita sekarang ini hadiah berarti suap”.
·         Zuhud
Umar bin Abdul Aziz adalah orang yang sangat zuhud. Kezuhudan tertinggi ketika “puncak dunia” berada di genggamannya. Sesungguhnya akherat adalah negeri yang kekal dan abadi, oleh karena itu Umar bin Abdul Aziz mencapai derajat zuhud yang paling tinggi yaitu zuhud dalam kelebihan rizki karena setiap raja memiliki kekayaan yang melimpah.
Imam Malik bin Dinar Rohimahulloh berkata: “Orang-orang berkomentar mengenaiku, “malik bin Dinar adalah orang zuhud.” Padahal yang pantas dikatakan orang zuhud hanyalah Umar bin Abdul Aziz, dunia mendatanginya namun ditinggalkannya”.
·         Tawadhu’
Berkata Imam az-Zuhaili : sifat tawadhu adalah sifat terpuji salah satu dari sifat politiknya yang membedakan beliau dengan Khalifah lainnya, dan telah mancapai zuhudnya Umar bin Abdul Aziz pada sifat tawadhu’nya, karena syarat zuhud yang benar adalah tawadhu’ kepada Allah Swt. Kisah yang mencerminkan sikap Tawadhu’ yang dimilikinya; Kisah Umar bin Abdul Aziz dengan seorang pembantunya.
Pernah suatu saat Umar bin Abdul Aziz meminta seorang pembantunya mengipasinya. Maka dengan penuh cekatan sang pembantu segera mengambil kipas, lalu menggerak-gerakkannya. Semenit, dua menit waktu berlalu, hingga akhirnya Umar bin Abdul Aziz pun tertidur. Namun, tanpa disadari ternyata si pembantu juga ikut ketiduran. Waktu terus berlalu, tiba-tiba Umar bin Abdul Aziz terbangun. Ia mendapati pembantunya tengah tertidur pulas dengan wajah memerah dan peluh keringat membasahi badan disebabkan panasnya cuaca.
Serta merta Umar bin Abdul Aziz pun mengambil kipas, lalu membolak-balikannya mengipasi si pembantu. Dan sang pembantu itu pun akhirnya terbangun juga, begitu membuka mata ia mendapati sang majikan tengah mengipasinya tanpa rasa sungkan dan canggung. Maka dengan gerak rflek yang dimilikinya ia menaruh tangan di kepala seraya berseru malu. Lalu Umar bin Abdul Aziz pun berkata menenamgkannya : “Engkau ini manusia sepertiku! Engkau merasakan panas sebagaimana aku juga merasakannya. Aku hanya ingin membuatmu nyaman dengan kipas ini- sebagaimana engkau membuatku nyaman
·         Adil
Sikap yang paling menonjol di diri Umar bin Abdul Aziz adalah sikap adil. Sikap itulah yang menjadikan sosok beliau begitu dikagumi. Nama besarnya telah
mendapat tempat di generasi selanjutnya. Namanya disamakan dengan khulafaur rasyidin.
Penduduk Himsh pernah mendatangi Umar bin Abdul Aziz seraya mengadu :“Hai Amirul Mukminin! Aku ingin diberi keputusan dengan hukum Allah”. “Apa yang engkau maksud ?”, tanya Umar bin Abdul Aziz. “Abbas bin Walid bin Abdul Malik telah merampas tanahku”, lanjutnya. Saat itu Abbas sedang duduk di samping Umar bin Abdul Aziz. Maka Umar bin Abdul Aziz pun menanyakan hal itu kepada Abbas, “Apa komentarmu?”. “Aku terpaksa melakukan itu karena mendapat perintah langsung dari ayahku; Walid bin Abdul Malik”, sahut Abbas membela diri. Lalu Umar pun balik bertanya kepada si Dzimmi, Apa komentarmu?”. “Wahai Amirul Mukminin! Aku ingin diberi keputusan dengan hukum Allah”, ulang si Dzimmi. Serta merta Umar bin Abdul Aziz pun berkata : Hukum Allah lebih berhak untuk ditegakkan dari pada hukum Walid bin Abdul Malik”,seraya memerintahkan Abbas untuk mengembalikan tanah yang telah dirampasnya.
·         Sabar
Beliau berkhutbah :” Tidaklah seseorang yang ditimpah suatu musibah kemudian dia berkata “inna lillahi wainna ilaihi roji’un” kecuali dia akan diberikan pahala yang lebih baik oleh Alloh dari pada yang telah diambil-Nya, beliau berkata :” Orang yang ridho itu sedikit dan sabar itu pijakan orang yang beriman” beliau berkata :”Barang siapa yang beramal tanpa ilmu kerusakan yang ditimbulkan lebih besar daripada kebaikanya. Barangsiap yang tidak memperhitungkan ucapan dan amal perbuatannya maka akan banyak kesalahannya, orang ridho itu sedikit, pertempuran orang mu’min adalah sabar.”
Kesabaran yang paling besar yang diujikan kepada Umar bin Abdul Aziz pada masa hidupnya adalah kesabaran yang terjadi dalam urusan pemerintahan, beliau berkata : “Demi Allah, tidaklah aku duduk di tempatku ini kecuali aku takut bahwa kedudukanku bukan pada tempatnya, walaupun aku ta’at pada semua yang aku kerjakan untuk menyelamatkannya dan memberikan pada haknya yaitu khalifah. Alan tetapi, aku bersabar sampai Allah Swt memutuskan perkaranya pada khalifah, atau mendatangkan kemenangan padanya.”



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Proses terbentuknya kekhalifahan Bani Umayyah dimulai sejak khalifah Utsman bin Affan tewas terbunuh oleh tikaman pedang Humran bin Sudan pada tahun 35 H/656 M. Pada saat itu khalifah Utsman bin Affan di anggap terlalu nepotisme (mementingkan kaum kerabatnya sendiri). Setelah wafatnya Utsman bin Afan maka masyarakat Madinah mengangkat sahabat Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah yang baru. Dan masyrakat melakukan sumpah setia ( bai’at ) terhadap Ali pada tanggal 17 Juni 656 M / 18 Djulhijah 35 H.
Dinasti umayyah diambil dari nama Umayyah Ibn ‘Abdi Syams Ibn ‘Abdi Manaf, Dinasti ini sebenarnya mulai dirintis semenjak masa kepemimpinan khalifah Utsman bin Affan namun baru kemudian berhasil dideklarasikan dan mendapatkan pengakuan kedaulatan oleh seluruh rakyat setelah khalifah Ali terbunuh dan Hasan ibn Ali yang diangkat oleh kaum muslimin di Irak menyerahkan kekuasaanya pada Muawiyah setelah melakukan perundingan dan perjanjian. Bersatunya ummat muslim dalam satu kepemimpinan pada masa itu disebut dengan tahun jama’ah (‘Am al Jama’ah) tahun 41 H (661 M).
Pada masa kekuasannya yang hampir satu abad, dinasti ini mencapai banyak kemajuan. Dintaranya adalah: kekuasaan territorial yang mencapai wilayah Afrika Utara, India, dan benua Eropa, pemisahan kekuasaan, pembagian wilayah kedalam 10 provinsi, kemajuan bidang administrasi pemerintahan dengan pembentukan dewan-dewan, organisasi keuangan dan percetakan uang, kemajuan militer yang terdiri dari angkatan darat dan angkatan laut, organisasi kehakiman, bidang sosial dan budaya, bidang seni dan sastra, bidang seni rupa, bidang arsitektur, dan dalam bidang pendidikan.
Kemunduran dan kehancuran Dinasti Bani Umayyah disebabkan oleh banyak faktor, dinataranya adalah: perebutan kekuasaan antara keluarga kerajaan, konflik berkepanjagan dengan golongan oposisi Syi’ah dan Khawarij, pertentangan etnis suku Arab Utara dan suku Arab Selatan, ketidak cakapan para khalifah dalam memimpin pemerintahan dan kecenderungan mereka yang hidup mewah, penggulingan oleh Bani Abbas yang didukung penuh oleh Bani Hasyim, kaum Syi’ah, dan golongan Mawali.
DAFTAR  PUSTAKA
Mashurimas, “Makalah Kekuasaan Dinasti Umayyah” , di akses dari http://mashurimas.blogspot.com/2011/01/makalah-kekuasaan-dinasti-umayyah.html, pada tanggal 30 September 2012, pukul 14.49

Sulasman dan Suparman, Sejarah Islam di Asia dan Eropa, (Pustaka Setia: Bandung, 2013), hlm. 127.
Philip K. Hitti, The History of Arabs. Terjemahan dari The History of Arabs; From The Earliest Times to The Present Oleh R. Cecep Lukman Yasin dan deDi Slamet Riyadi (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta. 2008), Cet. Ke-1, hlm..257.

Badri yatim, “Sejarah Peradaban Islam,Dirasah islamiyah II”, PT Raja Grafindo Persada, Cet.XII, 2001, hlm. 42

Abu A’la al-maududi, Khalifah dan Kerajaan, op.cit, hlm.42
Badri Yatim, hlm.48


[1]Mashurimas, “Makalah Kekuasaan Dinasti Umayyah” , di akses dari http://mashurimas.blogspot.com/2011/01/makalah-kekuasaan-dinasti-umayyah.html, pada tanggal 30 September 2012, pukul 14.49
[2] Philip K. Hitti, The History of Arabs. Terjemahan dari The History of Arabs; From The Earliest Times to The Present Oleh R. Cecep Lukman Yasin dan deDi Slamet Riyadi (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta. 2008), Cet. Ke-1, hlm..257.

[3] Badri yatim, “Sejarah Peradaban Islam,Dirasah islamiyah II”, PT Raja Grafindo Persada, Cet.XII, 2001, hlm. 42
[4] Abu A’la al-maududi, Khalifah dan Kerajaan, op.cit, hlm.42

[5] Badri Yatim, hlm.48


Komentar

Postingan populer dari blog ini

LAFADZ YANG TIDAK JELAS MAKNANYA

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Ushul fiqih merupakan salah satu cabang dalam ilmu keislaman yang secara garis besar membahas tentang bagaimana menggali dan memunculkan hukum syara’ paraktis dari nash yang ada baik Al-Quran maupun As-Sunnah. Pembahasan mengenai ilmu ushul fiqih yang bersinggungan dengan nash maka kajian kebahasaan merupakan salah satu unsur penting yang menentukan bagaimana nantinya hasil yang dapat dikeluarkan dari nash tersebut. Dengan demikian pemahaman atas terori kebahasaan   merupakan syarat dalam pengkajian ushul fiqih. Salah satu dari teori kebahasaan tersebut ialah memahami lafadz dari segi maknanya, baik yang jelas maupun tidak jelas.Lafadz-lafadz yang tidak bisa di artikan secara langsung ( jelas) itulah yang menyebabkan banyak perbedaan penafsiran makna terhadap lafadz tersebut. Sehingga dalam makalah ini akan di bahas mengenai lafadz-lafadz yang tidak jelas maknanya   serta pembagian dan contohnya. B. ...

IKHTILAF MUFASSIR DAN SEBAB-SEBABNYA

  BAB I PENDAHULUAN A.     LATAR BELAKANG       Pemahaman umat terhadap Al-Qur’an itulah yang bisa menjadi penerang bagi majunya ummat. Pemahaman disini mencakup penafsiran terhada al-Qur’an. Penafsiran pada zaman Rasul adalah bersumber dari Rasul sendiri melalui al-wahyu al-ilahiyi atau melalui para sahabat yang berkompeten pada penafsiran (ijtihad al-sohabi).para Sahabat ini mempunyai keutamaan-keutamaan dalam menjelaskan nash-nash.        Dalam tafsir munir dijelaskan bahwa muhkam adalah ayat yang jelas maksudnya dan tidak ada ikhtilaf (perbedaan) dalam maknanya. Mutasybih ayat yang tidak jelas dan ada ikhtilaf (perbedaan) antara dhohir lafadz dengan makna yang diinginkan dari lafadz itu sendiri. Seperti pada awal-awal surat.       Ikhtilaf (perbedaan) adalah sebuah sunnatullah kehidupan. Setiap orang melihat suatu masalah dari sudut pandang, lalu memberikan kesimpulan sesuai de...

KONTRIBUSI AKHLAK DALAM KEHIDUPAN POLITIK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang     Agama adalah prinsip kepercayaan kepada Tuhan dengan aturan-aturan syariat tertentu . Dapat dikatakan bahwa agama adalah sebuah kepercayaan. Agama merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan. Dengan adanya agama membuat hidup manusia menjadi teratur dan terarah. Agama dalam hal ini agama Islam mengatur kehidupan umatnya di berbagai aspek seperti ekonomi, sosial, bidaya, politik, pendidikan, akhlak, ilmu pengetahuan dan lain sebagainya. Islam merupakan agama Allah SWT sekaligus agama yang terakhir yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW  melalui malaikat jibril dengan tujuan untuk mengubah akhlak manusia ke arah yang lebih baik di sisi Allah SWT. Nabi Muhammad SAW dalam menyebarkan agama Islam di kalangan umatnya tidak menggunakan cara yang sembarang. Tapi dengan menggunakan startegi-strategi yang disesuaikan dengan masyarakat di zaman itu. Startegi-strategi dakwah tersebut tanpa disadari berupa sesuatu yang ber...