Langsung ke konten utama

KONTRIBUSI AKHLAK DALAM KEHIDUPAN POLITIK

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
    Agama adalah prinsip kepercayaan kepada Tuhan dengan aturan-aturan syariat tertentu . Dapat dikatakan bahwa agama adalah sebuah kepercayaan. Agama merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan. Dengan adanya agama membuat hidup manusia menjadi teratur dan terarah. Agama dalam hal ini agama Islam mengatur kehidupan umatnya di berbagai aspek seperti ekonomi, sosial, bidaya, politik, pendidikan, akhlak, ilmu pengetahuan dan lain sebagainya.
Islam merupakan agama Allah SWT sekaligus agama yang terakhir yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW  melalui malaikat jibril dengan tujuan untuk mengubah akhlak manusia ke arah yang lebih baik di sisi Allah SWT. Nabi Muhammad SAW dalam menyebarkan agama Islam di kalangan umatnya tidak menggunakan cara yang sembarang. Tapi dengan menggunakan startegi-strategi yang disesuaikan dengan masyarakat di zaman itu. Startegi-strategi dakwah tersebut tanpa disadari berupa sesuatu yang bersifat politik.
Politik adalah hal-hal yang berkenaan dengan tata Negara, urusan yang mencakup siasat dalam pemerintahan Negara atau terhadap Negara lain.   Dengan menilik ke pengertian politik tersebut startegi-startegi dakwah yang digunakan Rasulullah SAW  adalah politik Islam. Politik dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah siyâsah, artinya: mengurusi urusan, melarang, memerintah (Kamus al-Muhîth, dalam kata kunci sâsa). 
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Politik?
2. Bagaimana Hubungan Akhlak dengan Politik?
3. Bagaimana Kontribusi pemikiran Akhlakdalam kehidupan Berpolitik,Berbangsa dan Bernegara?





BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Politik
     Perkataan politik berasal dari bahasa Latin politicus dan bahasa Yunani politicos, artinya sesuatu yang berhubungan dengan warga negara atau warga kota. Kedua kata itu berasal dari kata polis maknanya kota. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989), pengertian politik sebagai kata benda ada tiga. Jika dikaitkan dengan ilmu artinya pengetahuan mengenai kenegaraan (tentang sistem pemerintahan, dasar-dasar pemerintahan); segala urusan dan tindakan (kebijaksanaan, siasat dan sebagainya) mengenai pemerintahan atau terhadap negara lain; dan kebijakan cara bertindak (dalam menghadapi atau menangani suatu masalah). 
Politik artinya adalah mengurusi urusan umat. Berkecimpung dalam dunia politik berarti memperhatikan kondisi kaum Muslim dengan cara menghilangkan kezaliman penguasa dan melenyapkan kejahatan kaum kafir atas mereka.
Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik.
Karena maknanya yang banyak itu, dalam kepustakaan ilmu politik bermacam-macam definisi tentang politik. Keaneka macaman definisi itu, disebabkan karena setiap sarjana ilmu politik hanya melihat satu aspek atau satu unsur politik saja. Menurut Miriam Budiardjo (1993:8,9) ada lima unsur sebagai konsep pokok dalam politik, yaitu:
Negara, 
Kekuasaan, 
Pengambilan keputusan, 
Kebijaksanaan (kebijakan), dan 
Pembagian dan penjatahan nilai-nilai dalam masyarakat. 

      Kelima unsur politik yang dikemukakannya itu berdasarkan definisi politik yang dirumuskannya. la menyatakan bahwa "politik (politics) adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik (atau negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu." Untuk melaksanakan tujuan-tujuan sistem politik itulah diperlukan kelima unsur di atas. Dan dari definisi yang dikemukakannya, Miriam Budiardjo melihat kegiatan (politik) merupakan inti definisi politik. Rumusan yang berbeda dikemukakan oleh Deliar Noer. Dengan mempergunakan dua pendekatan yakni pendekatan nilai dan pendekatan perilaku, Deliar mengatakan bahwa "politik adalah segala aktivitas atau sikap yang berhubungan dengan kekuasaan dan yang bermaksud untuk mempengaruhi, dengan jalan mengubah atau mempertahankan, suatu macam bentuk atau susunan masyarakat." Dari rumusan ini kelihatan bahwa hakikat politik adalah perilaku manusia baik berapa aktivitas maupun sikap, yang bertujuan mempengaruhi atau mempertahankan tatanan suatu masyarakat dengan mempergunakan kekuasaan (Abd. Muin Salim, 1994:37).
Di dalam Islam, kekuasaan politik kait mengait dengan al-hukm. Perkataan al-hukm dan kata-kata yang terbentuk dari kata tersebut dipergunakan 210 kali dalam Al-Qur'an. Dalam bahasa Indonesia, perkataan al-hukm yang telah dialih-bahasakan menjadi hukum intinya adalah peraturan, undang-undang, patokan atau kaidah, dan keputusan atau vonis (pengadilan).
       Di dalam bahasa Arab, kata tersebut yang berpola masdar (kata benda yang diturunkan dari kata kerja) dapat dipergunakan dalam arti perbuatan atau sifat. Dengan demikian, sebagai perbuatan hukum bermakna membuat atau menjalankan keputusan dan sebagai kata sifat kata itu merujuk pada sesuatu yang diputuskan yakni keputusan atau peraturan perundang-undangan seperti dikenal dalam bahasa Indonesia mengenai (sebagian) arti perkataan hukum. Kalau makna perbuatan itu dikaitkan dengan kehidupan masyarakat, arti perbuatan dalam hubungan ini adalah kebijaksanaan (kebijakan) atau pelaksanaan perbuatan sebagai upaya pengaturan masyarakat. Di sini jelas kelihatan hubungan al-hukm dengan konsep atau unsur politik yang telah dikemukakan di atas, dan kaitan kata itu dengan kekuasaan politik. Wujud kekuasaan politik menurut agama dan ajaran Islam adalah sebuah sistem politik yang diselenggarakan berdasarkan dan menurut hukum Allah yang terkandung dalam Al-Qur'an (Abd. Muin Salim, 1994:161,293).
          Jika kata hukm yang berasal dari kata kerja hakama yang terdapat dalam surat Al-Qalam (68): 36,39 dan 48 dan kata hukm dalam surat Al-Maidah (5): 50 dan 95 diperhatikan dengan seksama, jelas bahwa arti kata hukm dalam ayat-ayat itu tidak hanya bersandar pada Tuhan, tetapi juga pada manusia. Ini berarti bahwa menurut agama dan ajaran Islam ada dua hukum.
Pertama adalah hukum (yang ditetapkan) Tuhan dan kedua adalah hukum buatan manusia. Hukum buatan manusia harus bersandar dan tidak boleh bertentangan dengan hukum Tuhan yang terdapat dalam Al-Qur'an seperti yang telah disebutkan di atas.
            Politik, kekuasaan dan hukum tersebut di atas sangat erat hubungannya dengan manusia. Al-Qur'an memperkenalkan konsep tentang manusia dengan menggunakan istilah-istilah antara lain insan dan basyar. Masing-masing istilah berhubungan dengan dimensi yang berbeda yang dimiliki manusia. Insan menunjuk pada hakikat manusia sebagai makhluk sosial budaya dan ekonomi yaitu makhluk yang memiliki kodrat hidup bermasyarakat dan berpotensi (berkemampuan) mengembangkan kehidupannya dengan mengolah dan memanfaatkan alam lingkungannya menurut pengetahuan yang diperolehnya. Sedangkan basyar berkenaan dengan hakikat manusia sebagai makhluk politik yakni makhluk yang diberi tanggung jawab dan kemampuan untuk mengatur kehidupannya dengan menegakkan hukum-hukum dan ajaran-ajaran agama.
          Manusia diciptakan Allah dengan sifat bawaan ketergantungan kepada-Nya di samping sifat-sifat keutamaan, kemampuan jasmani dan rohani yang memungkinkan ia melaksanakan fungsinya sebagai khalifah untuk memakmuran bumi. Namun demikian, perlu dikemukakan bahwa dalam keutamaan manusia itu terdapat pula keterbatasan atau kelemahannya. Karena kelemahanya itu, manusia tidak mampu mempertahankan dirinya kecuali dengan bantuan Allah.
Bentuk bantuan Allah itu terutama berupa agama sebagai pedoman hidup di dunia dalam rangka mencapai kebahagiaan di akhirat nanti. Dengan bantuan-Nya Allah menunjukkan jalan yang harus di tempuh manusia untuk mencapai tujuan hidupnya. Tujuan hidup manusia hanya dapat terwujud jika manusia mampu mengaktualisasikan hakikat keberadaannya sebagai makhluk utama yang bertanggung jawab atas tegaknya hukum Tuhan dalam pembangunan kemakmuran di bumi untuk itu Al-Qur'an yang memuat wahyu Allah, menunjukkan jalan dan harapan yakni agar manusia mewujudkan kehidupan yang sesuai dengan fitrah (sifat asal atau kesucian)nya, mewujudkan kebajikan atau kebaikan dengan menegakkan hukum, memelihara dan memenuhi hak-hak masyarakat dan pribadi, dan pada saat yang sama memelihara diri atau membebaskan diri dari kekejian, kemunkaran dan kesewenang-wenangan. Untuk itu di perlukan sebuah sistem politik sebagai sarana dan wahana (alat untuk mencapai tujuan).
        Al-Qur'an tidak menyebutkan dengan tegas bagaimana mewujudkan suatu sistem politik. Di dalam beberapa ayat, Al-Qur'an hanya menyebut bahwa kekuasaan politik hanya dijanjikan (akan diberikan) kepada orang-orang yang beriman dan beramal saleh. Ini berarti bahwa sistem politik menurut agama dan ajaran Islam terkait dengan kedua faktor tersebut. Di sisi lain keberadaan sebuah sistem politik berkaitan pula dengan ruang dan waktu. Ini berarti bahwa sistem politik adalah budaya manusia sehingga keberadaannya tidak dapat dilepaskan dari dimensi kesejarahan. Karena itu pula lahirnya sistem politik Islami harus dihubungkan dengan sebuah peristiwa bersejarah. Yang dimaksud adalah perjanjian atau bai'at keislaman yang menimbulkan satu perikatan berisi pengakuan dan penaklukan diri kepada Islam sebagai agama. Konsekuensi perjanjian tersebut adalah terwujudnya sebuah masyarakat muslim yang dikendalikan oleh kekuasaan yang dipegang oleh Rasul. Dengan demikian, terbentuklah sebuah sistem politik Islami yang pertama dengan fungsi dan struktur yang sederhana dalam masyarakat dan negara kota Medinah. Sistem politik ini terjadi setelah disetujuinya piagam Madinah, yang oleh Hamidullah disebut sebagai konstitusi tertulis pertama dalam sejarah, pada awal dekade ketiga abad VII M (622) atau tahun I H. Dengan piagam itu tegaklah sistem politik Islam dalam sebuah negara. Sementara itu perlu dikemukakan walaupun di atas disebutkan sistem politik Islami berawal dari perikatan, namun, itu tidaklah berarti bahwa teori perjanjian masyarakat yang dikenal dalam kepustakaan ilmu politik sama dengan perjanjian keislaman tersebut di atas. Perjanjian keislaman itu merupakan konsep baru, disamping konsep-konsep yang telah dikenal. Lagi pula sifatnya adalah restrukturisasi atau penataan kambali suatu masyarakat menurut hukum Ilahi.
       Apa yang telah dikemukakan di atas mengandung makna kemungkinan adanya sistem politik Islami dalam sebuah negara dan dalam masyarakat non-negara. Yang terakhir ini terlihat dalam sejarah Islam sebelum hijrah. Oleh karena itu, kendatipun wujud ideal (yang dicita-citakan) sebuah sistem politik Islami adalah sebuah negara, tetapi pembicaraan tentang sistem politik Islami dapat terlepas dari konteks (bagian uraian, yang ada hubungannya dengan) kenegaraan yakni konteks kemasyarakatan yang dapat dipandang sebagai sub sistem politik.
          Dalam sub sistem politik ini, hukum-hukum Allah dapat ditegakkan meskipun dalam ruang lingkup yang terbatas sesuai dengan kemampuan, sebagai persiapan pembentukan masyarakat mukmin yang siap menjalankan hukum Islam dan ajaran agama. Oleh karena kesiapan masyarakat itu dikaitkan dengan iman dan amal saleh, maka diantara langkah-langkah mendasar yang harus dilakukan adalah pembaharuan dan peningkatan iman dan penggalakkan beramal saleh. Untuk itu diperlukan kajian terhadap Al-Qur'an dan Al-Hadist, pemasyarakatan dan pembudayaan hasil-hasilkajian itu (Abd, Muin Salim, 1994:295,296).

B. Hubungan Akhlak Dengan Politik
       Islam mengajarkan tentang etika dan moralitas kemanusiaan, termasuk etika dan moralitas politik. Karena itu, wacana politik tidak bisa dilepaskan dari dimensi etika dan moralitas. Melepaskan politik dari gatra moral-etis, berarti mereduksi Islam yang komprehensif dan mencerabut akar doktrin Islam yang sangat fundamental, yakni akhlak politik.Dengan demikian, muatan etika dalam wacana politik merupakan keniscayaan yang tak terbantahkan.
        Akhlak politik dalam Islam bermula dari niat dan tujuan memasuki kancah politik. Seorang yang ingin berkecimpung dalam dunia politik, baik sebagai legislatif, yudikatif maupun eksekutif, harus mempunyai niat dan motivasi yang benar. Niat dan tujuan berpolitik menurut Islam adalah:
1. Menegakkan keadilan dan kebenaran
2. Membela kepentingan rakyat
3. Menyeru kebaikan (amar ma'ruf) dan mencegah kemunkaran (nahi munkar).

      Selanjutnya, akhlak politik dalam Islam, meniscayakan iman dan taqwa sebagai landasan politik yang hendak dibangun. Menjalankan politik tanpa iman dan taqwa, mempunyai implikasi yang riskan bagi pembangunan bangsa. Dalam GBHN sendiri dinyatakan bahwa asas pembangunan nasional adalah iman dan taqwa, termasuk pembangunan politik.
     Tanpa iman dan taqwa, seorang figur politik akan mudah terjerumus kepada keputusan dan perilaku politik yang menyimpang. Tanpa iman dan taqwa, seorang politisi akan tega menginjak-injak kebenaran dan keadilan dan membiarkan kemungkaran di depan matanya. 
Al-Mawardi, ahli politik Islam klasik terkemuka (w.975 M) merumuskan syarat-syarat seorang politisi sebagai berikut: 
1. Bersifat dan berlaku adil
2. Mempunyai kapasitas intelektual dan berwawasan luas
3. Profesional
4. Mempunyai visi yang jelas
5. Berani berjuang untuk membela kepentingan rakyat.

      Senada dengan formulasi Al-Mawardi tersebut, Ibnu Taymiyah dalam karyanya As-Siyasah Asy-syar'iyah menyebutkan, bahwa pemimpin politik harus mempunyai kualitas moral dan intelektual, adil, amanah (jujur) dan mempunyai kecakapan.
Kutipan di atas mendeskripsikan secara eksplisit tentang kualifikasi seorang pemimpin politik menurut perspektif Islam. Kualifikasi tersebut menyiratkan akan keniscayaan akhlak dalam dunia politik. 
        Dalam pelaksanaan politik, Islam juga memiliki norma-norma yang harus diperhatikan. Norma-norma ini merupakan karakteristik pembeda politik Islam dari system poltik lainnya. Diantara norma-norma itu ialah :
Poltik merupakan alat atau sarana untuk mencapai tujuan, bukan dijadikan sebagai tujuan akhir atau satu-satunya.
Politik Islam berhubungan dengan kemashlahatan umat.
Kekuasaan mutlak adalah milik Allah.
Manusia diberi amanah sebagai khalifah untuk mengatur ala mini secara baik.
Pengangkatan pemimpin didasari atas prinsip musyawarah.
Ketaatan kepada pemimpin wajib hukumnya setelah taat kepada Allah dan Rasul .
Islam tidak menentukan secara eksplisit bentuk pemerintahan Negara.   

     Prinsip-Pinsip Politik dalam Pandangan Islam
System politik berdasarkan atas tiga (3) prinsip yaitu :
a. Tauhid berarti mengesakan Allah SWT selaku pemilik kedaulatan tertinggi.
Pandangan Islam terhadap kekuasaan tidak terlepas dari ajaran tauhid bahwa penguasa tertinggi dalam kehidupan manusia, termasuk dalam kehidupan politik dan bernegara adalah Allah SWT (QS.5:18)
b. Risalah merupakan medium perantara penerimaan manusia terhadap hukum-hukum Allah SWT.
Manusia baik dia pejabat pemerintah atau rakyat jelata adalah Khalifah-Nya, mandataris atau pelaksana amanah-Nya dalam kehidupan ini (QS.2:30).
c. Khalifah berarti pemimpin atau wakil Allah di bumi.

      Pemerintahan baru wajib di patuhi kalau politik dan kebijaksanaannya merujuk kepada Al-Quran dan hadist atau tidak bertentangan dengan keduanya.
            Prinsip-prinsip dasar siasyah dalam Islam meliputi antara lain :
Musyawarah.
Pembahasan Bersama.
Tujuan bersama, yakni untuk mencapai suatu keputusan.
Keputusan itu merupakan penyelesaian dari suatu masalah yang dihadapi bersama.
Keadilan.
Al-Musaawah atau persamaan.
Al-hurriyyah (kemerdekaan/kebebasan).
Perlindungan jiwa raga dan harta masyarakat .
''Semua kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan diminta pertanggungjawabannya. Seorang politisi adalah pemimpin dan ia akan mempertanggungjawabkan kepemimpinannya.'' (Muslim). 


C. Kontribusi Pemikiran Akhlak dalam Kehidupan Berpolitik,Berbangsa dan Bernegara

Politik ialah: Kemahiran 
Menghimpun kekuatan 
Meningkatkan kwantitas dan kwalitas kekuatan 
Mengawasi kekuatan dan 
Menggunakan kekuatan, untuk mencapai tujuan kekuasaan tertentu didalam negara atau institut lainnya. 
Beberapa tokoh memberikan pengertian tentang politik 
1. Menurut Ruslan Abd. Gani, dalam bukunya " Politik dan Ilmu "tanpa tahun p.5. "Perjuangan politik bukan selalu, tetapi seringkali, malahan politik adalah seni tentang yang mungkin dan tidak mungkin. Sering pula diartikan adalah pembentukan dan penggunaan kekuatan".
2. Jhan Kaspar Blunt Schli, theori of the state, oxford, 1935, pi." politics is more of an artthana science and has to do with the partical conduct or guidance of the state". (Politik lebih merupakan seni dari pada ilmu tentang pelaksanaan tindakan dan pimpinan praktisi negara).
3. Menurut: F. Isywara, dalam pengantar ilmu politik, Bandung 1967. p.37,3 8, a.l mencatat beberapa arti tentang politik diantaranya:
Politik tidaik lain, dari pada perjuangan kekuasaan.
Politik adalah jalan kekuasaan
Problem sentral dari pada politik adalah: Distribusi kekuasaan dan kontrol kekuasaan. Politik adalah mencari kekuasaan, sedangkan hubungan politik adalah hubungan kekuasaan, actual atau potensial
Ilmu politik itu adalah : studi tentang pengaruh dan yang berpengaruh. Adapun yang berpengaruh itu adalah mereka yang memperoleh sebanyak-banyaknya yang dapat diperoleh adalah deperence, income, safety (kehormatan, penghasilan dan keselamatan.)
Ilmu politik adalah : studi tentang kontrol, yaitu tindakan kontrol manusia dan kontrol masyarakat.
Politik adalah: perjuangan untuk memperoleh kekuasaan atau "teknik menjalankan kekuasaan atau "masalah-masalah pelaksanaan dan kontrol kekuasaan", atau "pembentukan kekuasaan"

    Bicara Politik Erat Kaitannya Dengan Negara 
   Negara adalah organisasi territorial suatu (beberapa) bangsa yang mempunyai kedaulatan. Negara adalah institut (institution) suatu atau (beberapa) bangsa yang berdiam dalam suatu daerah teritorial tertetu dengan fungsi menyelenggarakan kesejahteraan bersama, baik material maupun spritual.
Negara adalah organisasi bangsa. Organisasi adalah organ (badan atau alat) untuk mencapai tujuan. Jadi Negara itu bukanlah tujuan, apabila bagi setiap muslim. Bagi setiap muslim Negara itu alat untuk merealisasikan fungsi khilafah (fungsi kekhalifahan) dan tugas ibadah (dalam arti seluas-luasnya) kepada Allah swt. Dalam rangka mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat dibawah lindungan Allah swt. Karena Islam adalah suatu sistim hidup, satu sistim tata keyakinan dan tata ketentuan yang mengatur segala kehidupan dan penghidupan manusia didalam pelbagai hubungan, maka agama tidak dapat dipisahkan dari negara, negara tidak dapat dilepaskan dari agama. Karena itu "sekularisme dalam politik kenegaraan" tidak sesuai dengan fithrah Islam sebagai kebulatan ajaran.
Didalam rangka memanfaatkan Negara sebagai media amanat Khilafah dan sebagai alat pengabdian Icepada Allah swt., maka disini dapat kita mengambil kesimpulan:
Politik adalah satu aspek penting, bukan satu-satunya aspek terpenting, dalam perjuangan umat Islam
Berjuang tidak identik dengan berpolitik.
Berpolitik tidak identik dengan berpolitik praktis.
Politik bukan sentral perjuangan Umat Islam.
Partai politik Islam bukan Panglima Perjuangan Umat Islam.






BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
        Agama itu sangat penting disegala aspek kehidupan umat manusia selain itu agama juga berperan untuk menenangkan jiwa dan raga. Salah satunya adalah dalam hal politik. Contoh dari politik yang berdasarkan agama adalah politik yang dilakukan oleh Rasulullah SAW. Politik yang digunakan oleh Rasulullah SAW adalah poltik yang membawa kebahagiaan bagi umat yang dipimpinnya. Jika seseorang pemimpin politik berlandaskan agama dalam hal ini agama Islam dan yang menjadi landasan dalam memimpin rakyatnya adalah Al-quran dan hadist maka pemimpin tersebut tidak akan menindas rakyatnya. Dikarenakan ia telah mengetahui norma-norma berpolitik dalam Islam dan aturan-aturan berpolitik dalam Islam.
B. Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi  tentang Kontribusi Akhlak dalam kehidupan Berpolitik, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.  








DAFTAR PUSTAKA

Alquranonline.com
Anonym. 2012. Memahami Kontribusi Agama Dalam Kehidupan Politik, Berbangsa dan Bernegara. http://pgs.nul.is.
Meutia.2010. Makalah Agama Tentang Politik Islam. http://meutzolkin.blogspot.com
Muda, Ahmad A.K. 2006. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia.Jakarta: Reality Publisher
MR Kurnia. 2002 Al-Jamaah, Tafarruq dan Ikhtilaf. Bogor: Al Azhar Press
Nurcholish Madjid.  1999. Cita-Cita Politik Islam Era Reformasi. Jakarta: Paramadina





Komentar

Postingan populer dari blog ini

LAFADZ YANG TIDAK JELAS MAKNANYA

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Ushul fiqih merupakan salah satu cabang dalam ilmu keislaman yang secara garis besar membahas tentang bagaimana menggali dan memunculkan hukum syara’ paraktis dari nash yang ada baik Al-Quran maupun As-Sunnah. Pembahasan mengenai ilmu ushul fiqih yang bersinggungan dengan nash maka kajian kebahasaan merupakan salah satu unsur penting yang menentukan bagaimana nantinya hasil yang dapat dikeluarkan dari nash tersebut. Dengan demikian pemahaman atas terori kebahasaan   merupakan syarat dalam pengkajian ushul fiqih. Salah satu dari teori kebahasaan tersebut ialah memahami lafadz dari segi maknanya, baik yang jelas maupun tidak jelas.Lafadz-lafadz yang tidak bisa di artikan secara langsung ( jelas) itulah yang menyebabkan banyak perbedaan penafsiran makna terhadap lafadz tersebut. Sehingga dalam makalah ini akan di bahas mengenai lafadz-lafadz yang tidak jelas maknanya   serta pembagian dan contohnya. B. ...

IKHTILAF MUFASSIR DAN SEBAB-SEBABNYA

  BAB I PENDAHULUAN A.     LATAR BELAKANG       Pemahaman umat terhadap Al-Qur’an itulah yang bisa menjadi penerang bagi majunya ummat. Pemahaman disini mencakup penafsiran terhada al-Qur’an. Penafsiran pada zaman Rasul adalah bersumber dari Rasul sendiri melalui al-wahyu al-ilahiyi atau melalui para sahabat yang berkompeten pada penafsiran (ijtihad al-sohabi).para Sahabat ini mempunyai keutamaan-keutamaan dalam menjelaskan nash-nash.        Dalam tafsir munir dijelaskan bahwa muhkam adalah ayat yang jelas maksudnya dan tidak ada ikhtilaf (perbedaan) dalam maknanya. Mutasybih ayat yang tidak jelas dan ada ikhtilaf (perbedaan) antara dhohir lafadz dengan makna yang diinginkan dari lafadz itu sendiri. Seperti pada awal-awal surat.       Ikhtilaf (perbedaan) adalah sebuah sunnatullah kehidupan. Setiap orang melihat suatu masalah dari sudut pandang, lalu memberikan kesimpulan sesuai de...