BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kecerdasan atau intelejensi seseorang dibawa dari pertama kali ia
dilahirkan. Akan tetapi perkembangan kecerdasan atau intelegensi
itu didapatkan seseorang seiring perkembangannya dalam kehidupan. Kecerdasan
terbagi-bagi menjadi tiga bagian, yaitu kecerdasan intelektual atau IQ,
kecerdasan spiritual atau SQ, dan kecerdasan emosional atau EQ. ketiga bentuk
kecerdasan ini tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain. Agar
terjadi keseimbangan maka ketiganya harus diasah dengan baik melalui suatu
proses pembelajaran dan pengalaman-pengalaman tersendiri.
Menurut Piaget perkembangan intelegensi atau kecerdasan anak itu
terbagi menjadi empat tahap, yaitu tahap sensori motorik antara umur 0-2 tahun,
tahap praoperasional (2-7 tahun), tahap operasional konkret (7-12 tahun), dan
tahap operasional formal (12 tahun-seterusnya). Tahapan-tahapan ini pasti
dilalui oleh anak dalam perkembangannya dari lahir sampai ia dewasa. Menurut
piaget apabila satu tahap saja tidak dilalui oleh seorang anak, maka itu akan
berakibat pada kecerdasan anak itu sendiri.
Intelegensi sangat penting bagi kehidupan seseorang, karena tanpa
intelegensi tersebut, seseorang tidak akan mampu untuk membedakan sesuatu, baik
itu hal yang nyata ataupun hal yang tidak nyata. Jika kita membicarakan
intelegensi maka tidak terlepas dari proses pembelajaran. Karena intelejensi
itu berkembang dan didapatkan melalui proses pembelajaran. Jika intelegensi itu
tidak diasah maka intelegensi itu tidak akan berkembang dan tidak akan ada
perubahan. Daya pikir seseorang yang telah mendapat didikan dari sekolah
(pembelajaran), menunjukkan sifat-sifat yang lebih baik daripada anak yang
tidak bersekolah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja Teori IQ?
2. Apakah yang dimaksud dengan IQ?
3. Bagaimana perkembangan IQ?
4. Bagaimana Strategi Pengembangan IQ?
5. Bagaimana cara Mengukur IQ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Teori-Teori IQ
Kecerdasan intelektual adalah kemampuan intelektual, analisa,
logika dan rasio. Ia merupakan kecerdasan untuk menerima, menyimpan dan
mengolah infomasi menjadi fakta. Kecerdasan yang paling utama dimiliki manusia
adalah Kecerdasan Intelektual (IQ), Kecerdasan Intelektual atau Inteligensi
adalah kemampuan potensial seseorang untuk mempelajari sesuatu dengan
menggunakan alat-alat berpikir. IQ (Intelligence Quotient) adalah kemampuan
atau kecerdasan yang didapat dari hasil pengerjaan soal-soal atau kemampuan
untuk memecahkan sebuah pertanyaan dan selalu dikaitkan dengan hal akademik
seseorang. Banyak orang berpandangan bahwa IQ merupakan pokok dari sebuah
kecerdasan seseorang sehingga IQ dianggap menjadi tolak ukur keberhasilan dan
prestasi hidup seseorang. Kecerdasan ini ditemukan pada tahun 1912 oleh William
Stem yang digunakan sebagai pengukur kualitas seseorang.
Dengan daya pikirnya, manusia berusaha mensejahterakan diri dan
kualitas kehidupannya. Pentingnya menggunakan akal sangat dianjurkan oleh
Islam.Tidak terhitung banyaknya ayat-ayat Al-Quran dan Hadist Rasulullah SAW
yang mendorong manusia untuk selalu berfikir. Manusia tidak hanya disuruh memikirkan
dirinya, tetapi juga dipanggil untuk memikirkan alam jagad raya. Dalam konteks
Islam, memikirkan alam semesta akan mengantarkan manusia kepada kesadaran akan
keMahakuasaan Sang Pencipta (Allah SWT).
Intelligence Quotient
atau yang biasa disebut dengan IQ merupakan istilah dari pengelompokan
kecerdasan manusia yang pertama kali diperkenalkan oleh Alferd Binet, ahli
psikologi dari Perancis pada awal abad ke-20. Kemudian Lewis Ternman dari
Universitas Stanford berusaha membakukan test IQ yang dikembangkan oleh Binet
dengan mengembangkan norma populasi, sehingga selanjutnya test IQ tersebut
dikenal sebagai test Stanford-Binet. Pada masanya kecerdasan intelektual (IQ)
merupakan kecerdasan tunggal dari setiap individu yang pada dasarnya hanya
bertautan dengan aspek kognitif dari setiap
Masing-masing individu tersebut. Kecerdasan intelektual (IQ)
diyakini menjadi sebuah ukuran standar kecerdasan selama bertahun-tahun. Bahkan
hingga hari ini pun masih banyak orangtua yang mengharapkan anak-anaknya
pintar, terlahir dengan IQ (intelligence quotient) di atas level normal
(lebih dari 100). Syukur-syukur kalau bisa jadi anak superior dengan IQ di atas
130. Harapan ini tentu sah saja. Dalam paradigma IQ dikenal kategori hampir
atau genius kalau seseorang punya IQ di atas 140. Albert Einstein adalah
ilmuwan yang IQ-nya disebut-sebut lebih dari 160.
Namun, dalam perjalanan berikutnya orang mengamati, dan pengalaman
memperlihatkan, tidak sedikit orang dengan IQ tinggi, yang sukses dalam studi,
tetapi kurang berhasil dalam karier dan pekerjaan. Dari realitas itu, lalu ada
yang menyimpulkan, IQ penting untuk mendapatkan pekerjaan, tetapi kemudian jadi
kurang penting untuk menapak tangga karier. Untuk menapak tangga karier, ada
sejumlah unsur lain yang lebih berperan. Misalnya saja yang mewujud dalam
seberapa jauh seseorang bisa bekerja dalam tim, seberapa bisa ia menenggang
perbedaan, dan seberapa luwes ia berkomunikasi dan menangkap bahasa tubuh orang
lain. Unsur tersebut memang tidak termasuk dalam tes kemampuan (aptitude test)
yang ia peroleh saat mencari pekerjaan. Pertanyaan sekitar hal ini kemudian
terjawab ketika Daniel Goleman menerbitkan buku Emotional Intelligence: Why
It Can Matter More Than IQ (1995).
Sebelumnya, para ahli juga telah memahami bahwa kecerdasan tidak
semata-mata ada pada kemampuan dalam menjawab soal matematika atau fisika.
Kecerdasan bisa ditemukan ketika seseorang mudah sekali mempelajari musik dan
alat-alatnya, bahkan juga pada seseorang yang pintar sekali memainkan raket
atau menendang bola. Ada juga yang berpendapat kecerdasan adalah kemampuan
menyesuaikan diri terhadap lingkungan, dan lainnya beranggapan kecerdasan
adalah kemampuan untuk berpikir secara abstrak dan seterusnya. Kemudian dari
berbagai hasil penelitian, telah banyak terbukti bahwa kecerdasan emosi
memiliki peran yang jauh lebih significant disbanding kecerdasan intelektual
(IQ). Kecerdasan otak (IQ) barulah sebatas syarat minimal meraih keberhasilan,
namun kecerdasan emosilah yang sesungguhnya (hampir seluruhnya terbukti)
mengantarkan seseorang menuju puncak prestasi. Terbukti banyak orang-orang yang
memiliki kecerdasan intelektual tinggi, terpuruk di tengah persaingan.
Sebaliknya banyak orang yang kecerdasan intelektualnya biasa-biasa saja, justru
sukses menjadi bintang-bintang kinerja, pegusaha-pengusaha sukses, dan
pemimpin-pemimpin di berbagai kelompok. Disinilah kecerdasan emosi atau
emotional quotient (EQ) membuktikan eksistensinya.
Tujuh dimensi menurut Robbins (2001:58) dalam kecerdasan intelektual
adalah:
1.
Kecerdasan
angka, merupakan kemampuan untuk
menghitung dengan cepat dan tepat
2.
Pemahaman
verbal, merupakan kemampuan memahami apa
yang dibaca dan didengar
3.
Kecepatan
persepsi, merupakan kemampuan mengenali
kemiripan dan beda visual dengan cepat dan tepat
4.
Penalaran
induktif, merupakan kemampuan mengenali suatu
urutan logis dalam suatu masalah dan kemudian memecahkan masalah itu
5.
Penalaran
deduktif, merupakan kemampuan menggunakan
logika dan menilai implikasi dari suatu argumen
6.
Visualilsasi
spasial, merupakan kemampuan membayangkan
bagaimana suatu obyek akan tampak seandainya posisinya dalam ruang dirubah
7. Daya ingat, merupakan kemampuan menahan dan mengenang kembali pengalaman masa
lalu
1. Teori Triarkis Stenberg
Menurut teori inteligensi triarkis dari Robert J. Stenberg (1986,
200), inteligensi muncul dalam bentuk : analitis, kreatif, dan praktis.
·
Inteligensi
analitis adalah kemampuan untuk
menganalisis, menilai, mengevaluasi, membandingkan, dan mempertentangkan.
·
Inteligensi
kreatif adalah kempuan untuk mencipta,
mendesain, menciptakan, menemukan, dan mengimajinasikan.
·
Inteligensi
praktis focus pada kemampuan untuk
menggunakan, mengaplikasikan, mengimplementasikan, dan mempraktikkan.
Strenberg mengatakan bahwa murid dengan pola triarkis yang berbeda
akan “tampak berbeda” di sekolah. Murid dengan kemampuan analitis yang tinggi
cenderung lebih disukai dalam sekolah umum (konvensional). Mereka sering kali
mudah menyerap pelajaran dimana guru member pelajaran dan murid diberi ujian.
Mereka biasanya dianggap murid “pintar” yang mendapat nilai/rangking bagus,
nilainya selalu bagus, nilai baik dalam tes inteligensi dan SAT, dan mudah
masuk universitas.
Murid yang punya inteligensi krreatif tinggi biasanya bukan
rangking atas dalam kelas. Stenberg mengatakan bahwa murid yang kreatif mungkin
tidak dapat menyelesaikan tugas pelajaran sesuai harapan guru. Mereka tidak
member jawaban yang lazim atau tepat, tetapi jawaban yng unik atau aneh,
sehingga sering dimarahi atau disalahkan. Guru yang baik tidak akan menghambat kreativitas
murid, tetapi Sternberg percaya bahwa seringkali keinginan guru untuk
meningkatkan pengetahuan murin justru menekan pemikiran kreativitasnya.
Seperti murid inteligensi kreatif yang tinggi, murid dengan
inteligensi praktis seringkali mengalami kesulitan memenuhi keinginan sekolahh.
Namun, murid ini seringkali berprestasi di luar kelas. Meraka mungkin memiliki
keahlian social yang bagus dan pemahaman umum yang baik. Saat dewasa, mereka
terkadang menjadi manajer sukses, pengusaha, atau politikus, meskipun catatan
reastasi sekolahnya biasa-biasa saja.
Stenberg percaya bahwa hanya ada sedikit tugas yang murni analitis,
kkreatif, atau praktis. Umumnya tugas-tugas membutuhkan kombinasi
keahlian-keahlian itu.
2. Teori Multiple Inteligence
Howard Gardner percaya bahwa ada banyak tipe inteligensi spesifik
atau kerangka pikiran. Kerangka ini dideskripsikan bersama dengan contoh
perkejaan yang meerefleksikan kekuatan masing-masing kerangka :
·
Keahlian
verbal : kemampuan untuk berpikir denga kata dan menggunakan bahasa untuk
mengekspresikan makna (penulis, wartawan, pemibcara)
·
Keahlian
matematika : kemampuan untuk menyelesaikan operasi matematika (ilmuwan,
insinyur, akuntan)
·
Keahlian
spasial : kemampuan untuk berfikir tiga dimensi (arsitek, peerupa, pelaut)
·
Keahlian
tubuh-kinestetik : kemampuan untuk memanipulsi objek dan cerdas dalam hal-hal
fisik (ahli bedah, pengrajin, penari, atlet)
·
Keahlian
musical : sensitive terhadap nada, melodi, irama, dan suara (composer, musisi,
pendengar yang sensitive)
·
Keahlian
intrapersonal : kemampuan untuk memahami diri sendiri dan menata kehidupann
dirinya secara efektif (teolog, psikolog)
·
Keahlian
interpersonal : kemampuan untuk memahami dan berinteraksi secara efektif dengan
orang lain (guru teladan, professional kesehaan mental)
·
Keahlian
naturalis : kemampuan untuk mengamatti pola-pola di alam dan memahami system
alam dan system buatan manusia (petani, ahli botani, ahli ekologi, ahli tanah)
Gardner percaya bahwa masing-masing bentuk inteligensi dapat
dihancurkan oleh pola kerusakan otak tertentu, yang masing-masing melibatkan
keahlian kognitif yang unik, dan masing-masing tampak dalam cara unik baik di
dalam diri orang berbakat atau idiot (individu yang mengalami retardasi mental
tetapi punya bakat hebat dalam domain tertentu seperti music, melukis, atau
perhitungan numeric).
B.
Definisi IQ
Intelligent Quotient
(IQ) adalah angka yang diperoleh dari sebuah tes kecerdasan. IQ berkaitan erat
dengan intelegensi, Thurstone (1938) mengemukakan teori “Primary Mental
Abilities”, bahwa inteligensi merupakan penjelmaan dari kemampuan primer,
yaitu : (1) kemampuan berbahasa (verbal comprehension); (2) kemampuan
mengingat (memory); (3) kemampuan nalar atau berfikir (reasoning);
(4) kemampuan tilikan ruangan (spatial factor); (5) kemampuan bilangan (numerical
ability); (6) kemampuan menggunakan kata-kata (word fluency); dan
(7) kemampuan mengamati dengan cepat dan cermat (perceptual speed).
Dalam sebuah proses pembelajaran intelegensi bisa menjadi salah satu faktor
yang mempengaruhi berhasil atau tidaknya suatu materi tersampaikan dan terserap
oleh siswa.
Intelligence Quotient
adalah potensial seseorang untuk mempelajari sesuatu dengan menggunakan
alat-alat berfikir. Digunakan untuk menjelaskan sifat pikiran yang mencakup
sejumlah kemampuan, seperti menalar, merencanakan, memecahkan masalah, berfikir
abstrak, memahami gagasan, menggunakan bahasa dan belajar. Kecerdasan ini erat
kaitannya dengan kemampuan Kognitif (penalaran) yang dimiliki oleh individu.
Untuk mengetahui IQ tersebut, terhadap seseorang harus dilakukan tes
Inteligensi dan dari hasil test tersebut bisa terlihat gambaran “tingkatan
intelgensi” orang tersebut yang hasilnya disebut dengan IQ (Intelligence
Quotient).
Kecerdasan ini terletak di otak bagian kortex (kulit otak). Kecerdasan
ini adalah sebuah kecerdasan yang memberikan seseorang kemampuan untuk :
berhitung, beranalogi, berimajinasi dan memiliki daya kreasi serta Inovasi
(pembaharuan). atau lebih tepatnya diungkapkan oleh para pakar psikologi dengan
“What I Think” (apa yang saya pikirkan).
IQ merupakan interpretasi hasil tes inteligensi (kecerdasan) ke
dalam angka yang dapat menjadi petunjuk mengenai kedudukan tingkat inteligensi
seseorang (Azwar, 2004:51). Alfred Binet dan Theodore Simon mendefinisikan
inteligensi sebagai suatu kemampuan yang terdiri dari tiga komponen, yaitu: a)
Kemampuan untuk mengarahkan pikiran atau mengarahkan tindakan, b) Kemampuan
untuk mengubah arah tindakan bila tindakan tersebut telah dilakukan, dan c)
Kemampuan untuk mengeritik diri sendiri (Azwar, 2004:5). Sejalan dengan hal
itu, David Wechsler mendefinisikan inteligensi sebagai totalitas kemampuan
seseorang untuk bertindak dengan tujuan tertentu, berpikir secara rasional,
serta menghadapi lingkungannya dengan efektif (Azwar, 2004:7). Raymond Bernard
Cattell.
Anastasia (2001 : 220) mengatakan IQ adalah
ekspresi dari tingkat kemampuan individu pada saat tertentu, dalam hubungan
dengan norma usia yang ada sehingga inteligensi bukanlah kemampuan tunggal
tetapi merupakan kumpulan dari berbagai fungsi. Istilah
ini umumnya digunakan untuk mencakup gabungan kemampuan-kemampuan yang
diperlukan untuk bertahan dan maju dalam budaya tertentu.
Kecerdasan intelektual adalah kecerdasan yang menuntut pemberdayaan
otak, hati, jasmani, dan pengaktifan manusia untuk berinteraksi secara
fungsional dengan yang lain. Intelectual Quotient atau yang biasa
disebut dengan IQ merupakan istilah dari pengelompokan kecerdasan manusia yang
pertama kali diperkenalkan oleh Alferd Binet, ahli psikologi dari perancis pada
awal abad ke 20. Kemudian Lewis ternman dari unuversitas stanford berusaha
membakukan test IQ yang dikembangkan oleh Binet dengan mengembangkan norma
populasi, sehingga selanjutnya test IQ tersebut dikenal dengan test
Stanford-Binet. Pada saat itu IQ dipahami sebagai pokok dari sebuah kecerdasan
seseorang sehingga IQ dianggap menjadi tolak ukur keberhasilan dan prestasi
hidup seseorang. Kecerdasan ini adalah sebuah kecerdasan yang memberikan orang
tersebut kemampuan untuk berhitung, beranalogi, berimajinasi dan memiliki daya
kreasi serta inovasi. Kecerdasan intelektual merupkan kecerdasan tunggal dari
setiap individu yang pada dasarnya hanya bertautan dengan aspek kognitif dari
setiap masing-masing individu tersebut. Prakarsa kedua orang di atas
menghasilkan test Stanford-Binet, yang digunakan untuk mengukur kecerdasan anak
yang boleh masuk sekolah biasa atau sekolah luar biasa.
Dalam pandang Stanford-Binet- IQ dipandang sebagai berikut :
1)
Kecenderungan
untuk menetapkan dan mempertahankan tujuan tertentu, semakin cerdas seseorang,
semakin cakaplah ia menentukan tujuan tersebut, dengan tidak mudah membelokkan
tujuan tersebut,
2)
Kemampuan
untuk menyelesaikan dengan tujuan yang telah ditetapkan tersebut.
3) Kemampuan untuk melakukan otokritik, yang terwujud dalam kemampuan
untuk mencari kesalahan yang telah diperbuatnya dan memperbaiki kesalahan
tersebut.
IQ (Intelligence Quotient) adalah kemampuan atau kecerdasan
yang didapat dari hasil pengerjaan soal-soal atau kemampuan untuk memecahkan
sebuah pertanyaan dan selalu dikaitkan dengan hal akademik seseorang.
Orang yang kecerdasan intelektualnya baik, baginya tidak akan ada
informasi yang sulit, semuanya dapat disimpan, diolah dan diinformasikan
kembali pada saat dibutuhkan. Proses dalam menerima, menyimpan dan mengolah
kembali informasi biasa disebut “berfikir”. Berfikir adalah media untuk
menambah perbendaharaan otak manusia.
Ada lima dimensi kemampuan intelektual, yaitu :
1.
Kognisi,
yang merupakan operasi pokok intelektual dalam proses belajar,
2.
Mengingat
merupakan proses mental primer untuk retensi atau menyimpan dan reproduksi
segala sesuatu yang diketahui intelektual,
3.
Berfikir
divirgen, yaitu operasinya jelas
mencakup potensi bakat kreatif, yang bertugas mencoba sesuatu,
4.
Berfikir
konvergen, yaitu berfikir yang menghasilkan informasi dari informasi yang sudah
ada, yang hasilnya ditentukan oleh respon yang diberikan,
5. Evaluasi, yaitu kemampuan mencari keputusan atau mencari informasi
dari kriteria yang memuaskan
Tingkat kecerdasan seorang anak yang ditentukan secara metodik oleh
IQ (Intelligence Quotient) memegang peranan penting untuk suksesnya anak
dalam belajar. Menurut penyelidikan, IQ atau daya tangkap seseorang dapat
ditentukan seorang tersebut umur 3 tahun. Daya tangkap sangat dipengaruhi oleh
garis keturunan genetik yang dibawanya dari keluarga ayah dan ibu disamping
faktor gizi makan yang cukup.
IQ atau daya tangkap ini dianggap takkan
berubah sampai orang dewasa, kecuali bila ada sebab kemunduran fungsi otak
seperti penuaan dan kecelakaan. IQ
yang tinggi memudahkan seorang murid belajar dan memahami berbagai ilmu. Daya
tangkap yang kurang merupakan penyebab kesulitan belajar pada seorang murid,
disamping faktor lain, seperti gangguan fisik (demam, lemah, sakit) dan
gangguan emosional. Awal untuk melihat IQ seorang anak adalah pada saat ia
mulai berkata-kata. Ada hubungan langsung antara kemampuan bahasa si anak
dengan IQ-nya. Apabila seorang anak dengan IQ tinggi maasuk sekolah, penguasaan
bahasanya akan cepat dan banyak.
C.
Perkembangan IQ
Istilah IQ pertama kali dikemukakan William Stern (1912), Tahapan
perkembangan intelektual (perkembangan kognitif/perkembangan mental) anak
selalu mengikuti tahapan-tahapan mulai dari sensori-motor (0 – 2 tahun),
praoperasional (2 – 7 tahun), operasional konkret (7 – 11 tahun), dan
selanjutnya operasional formal (11 tahun ke atas). Irama perkembangan pada
setiap tahap berbeda-beda dari anak yang satu dengan anak yang lain. Interval
yang diacu oleh Jean Piaget hanyalah acuan umum. Menurut hasil penelitian
Piaget, ada 4 faktor yang mempengaruhi tingkat perkembangan intelektual
(mental) anak, yaitu:
1. Kematangan (maturation) Perkembangan sistem saraf sentral, otak, koordinasi motorik, dan
proses perubahan fisiologis dan anatomis akan mempengaruhi perkembangan
kognitif. Faktor kedewasaan atau kematangan ini berpengaruh pada perkembangan
intelektual tapi belum cukup menerangkan perkembangan intelektual.
2.
Pengalaman
Fisik (Physical Experience) Pengalaman
fisik terjadi karena anak berinteraksi dengan lingkungannya. Tindakan fisik ini
memungkinkan anak dapat mengembangkan aktivitas dan gaya otak sehingga mampu
mentransfernya dalam bentuk gagasan atau ide. Dari pengalaman fisik yang
diperoleh anak dapat dikembangkan menjadi matematika logika. Dari kegiatan
meraba, memegang, melihat, berkembang menjadi kegiatan berbicara, membaca dan
menghitung.
3.
Pengalaman
Sosial (Social Experience) Pengalaman
sosial diperoleh anak melalui interaksi sosial dalam bentuk pertukaran pendapat
dengan orang lain, percakapan dengan teman, perintah yang diberikan, membaca,
atau bentuk lainnya. Dengan cara berinteraksi dengan orang lain, lambat laun
sifat egosentris berkurang. Ia sadar bahwa gejala dapat didekati atau
dimengerti dengan berbagai cara. Melalui kegiatan diskusi anak akan dapat
memperoleh pengalaman mental. Dengan pengalaman mental inilah memungkinkan otak
bekerja dan mengembangkan cara-cara baru untuk memecahkan persoalan. Di samping
itu pengalaman sosial dijadikan landasan untuk mengembangkan konsep-konsep
mental seperti kerendahan hati, kejujuran, etika, moral, dan sebagainya.
4.
Keseimbangan
(Equilibration) Keseimbangan
merupakan suatu proses untuk mencapai tingkat fungsi kognitif yang semakin
tinggi. Keseimbangan dapat dicapai melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi
menyangkut pemasukan informasi dari luar (lingkungan) dan menggabungkannya
dalam bagan konsep yang sudah ada padaotak anak. Akomodasi menyangkut
modifikasi bagan konsep untuk menerima bahan dan informasi baru.
Dalam perkembangannya, pandangan terhadap kecerdasan ini mengarah
pada pemikiran bahwa terdapat hubungan secara fungsional antara kecerdasan
intelektual dengan emosi seseorang. Rappaport dalam risetnya di tahun 1970-an
menyimpulkaan bahwa emosi tidak hanya dibutuhkan dalam penerimaan,
pengorganasian dan pemanggilan informasi yang ada di memory. Orang tidak akan
pernah mencapai kesuksesan dalam bidang apapun kecuali mereka menyenangi bidang
itu. Jadi untuk mengoptimalkan kecerdasan intelektual yang biasa disebut dengan
accelereated learning, tidak dapat dicapai tanpa bantuan aktifitas
emosional yang positif.
Kematangan intelektual menjadi
prasyarat pelajar yang baik bagi siswa. Demikian juga kematangan
psikologis dan kepribadian. Kematangan intelektual bisa menjadi prakondisi atau
kondisi, diperlukan proses belajar yang lama dan intensif bagi terwujudnya
intelektual siswa. Kematangan intektual yang dicapai melalui sebuah proses merupakan
“kondisi”. Intelektual siswa yang sudah matang menjadi prakondisi bai
kematangan intelektualisasi lanjutan.
Salah satu ciri kematangan intelektual siswa adalah kemampuannya
mentoleransi ketidakpastian, menahan persetujuan, kemampuan untuk kontradiksi,
serta mengakui manfaat atas konsep dan pendapat yang berlawanan tanpa skeptisme
dan rivalitas. Orang sudah matang intelektualnya tidak akan mengembangkan sikap
antagonistik ketika terjadi perbedaan pendapat , mengkaji ulang simpulan yang
meragukan dan mencoba mengambil manfaat atas konsep atau teori yang berbeda
dari perspektif lain. Baginya, sikap skeptis menjadi penting tetapi tidak
berlebihan , apalagi selalu skeptis dengan perilaku, tindakan atau pemikiran
orang lain.
D.
Strategi Pengembangan IQ
Cara Meningkatkan Intelektual :
·
Membuat Dialog internal Pemberdayaan
Dialog sangat memiliki pengaruh terhadap kemampuan anak. Dialog
yang negatif dapat mendorong anak mengalami kegagalan. Anak yang merasa rendah
diri, akan mengalami pemiskinan intelektualitas. Sedangkan sebaliknya, dialog
positif dapat meningkatkan keberhasilan anak meraih masa depan.
Para ilmuwan percaya, ada hubungan signifikan antara pikiran dan
tubuh anak. Pikiran depresi akan menekan energi dan motivasi. Selain itu, juga
mengurangi kemampuan anak berpikir jernih dan melakukan tindakan tepat.
Anak-anak yang depresi cenderung mengalami keraguan dan sulit berpikir jernih.
Depresi dapat mengguncang keteguhan sehingga anak-anak tidak dapat mengenali
apa yang benar-benar dapat dicapai dan tidak.
Ciptakan sebuah dialog internal positif yang dapat meningkatkan
kinerja intelektual anak. Yakni sebuah cara menghilangkan pemikiran subyektif
dan membangun kepercayaan diri, mengajarkan anak bagaimana mempraktekkan
tanggapan positif.
·
Tanamkan
kata-kata
Contoh : Saya akan
melakukan yang terbaik yang saya bisa.
·
Latihan
Pengendalian Pernapasan Anak
Salah satu metode efektif dan efisien merangsang proses mental anak
adalah pengendalian bernafas. Penelitian menunjukkan, anak-anak memiliki
performa akademis yang lebih baik ketika mereka melakukan latihan pernafasan
sebelum tes atau tugas.
Latihan pernafasan ini terbukti dapat mengurangi rasa cemas ketika
menghadapi ujian. Selain itu, pernafasan yang meningkatkan aliran oksigen ke
otak dapat meningkatkan daya ingat, konsentrasi dan kemampuan pemecahan
masalah.
Caranya cukup mudah. Ajarkan anak menghitung sampai lima saat
bernafas kemudian sampai lima lagi saat nafas keluar. Ulangi cara bernafas ini
sekitar 6 kali atau kurang lebih satu menit.
Instruksikan anak untuk mengulang latihan pernafasan setiap kali Ia akan
mengerjakan tugas, menghadapi ujian maupun situasi pemecahan masalah yang lain.
Latihan ini perlu diulang berkali-kali agar anak terbiasa. Hal yang
patut digaris bawahi mengenai latihan pernafasan, perhatikan cara menarik dan
membuang nafas yang lebih cocok untuk dilakukan.
·
Lakukan
OlahRaga Mental
Beberapa hal dapat dilakukan untuk mengasah kemampuan anak.
Bermain mampu merangsang pikiran,
terutama permainan berbasis strategi. Selain itu, game juga mengasah kemampuan
verbal, daya konsentrasi, persepsi dan penalaran.
Berikut beberapa permainan
yang direkomendasi untuk membangun otak yang dapat dilakukan bersama keluarga:
Catur, Tebak kata, Puzzle Matematika.
·
Meningkatkan
Intelektual dengan Interaksi Verbal Keluarga
Jangan menjauhkan anak-anak dari percakapan keluarga hanya ketidak
mengertiannya. Libatkan anak-anak dalam percakapan karena ini juga membantu
mengembangkan ketrampilan bahasa dan kosa kata. Tak hanya anak-anak usia
sekolah, justru terutama anak berusia 16 hingga 26 bulan dimana kemampuan
bahasanya sedang berkembang pesat
Tak peduli usia anak, bicarakan topik yang menarik minat
mereka seperti sekolah, teman, hobi,
aktivitas, beberapa proyek kreativitas, perjalanan, dan hal-hal menarik
lainnya. Apapun yang muncul dari interaksi ini akan membuat anak merasa
dihargai serta berkembang lebih cerdas.
·
Dorong
Anak untuk Membaca Repetitif
Membaca membantu anak mengoptimalkan potensi intelektualnya. Selain
itu, aktivitas membaca bersama dapat memelihara bahasa cinta dan memperkuat
ikatan orang tua-anak.
E.
Pengukuran IQ
IQ hanya memberikan sedikit indikasi mengenai taraf kecerdasan
seseorang dan tidak menggambarkan kecerdasan seseorang secara keseluruhan.
Indeks Kecerdasan atau skor IQ mula-mula diperhitungkan dengan membandingkan
umur mental (Mental Age) dengan umur kronologik (Chronological Age).
Bila kemampuan individu dalam memecahkan persoalan-persoalan yang disajikan
dalam tes kecerdasan (umur mental) tersebut sama dengan kemampuan yang
seharusnya ada pada individu seumur dia pada saat itu (umur kronologi), maka
akan diperoleh skor 1 Skor ini kemudian dikalikan 100 dan dipakai sebagai dasar
perhitungan IQ. Tetapi kemudian timbul masalah karena setelah otak mencapai
kematangan, tidak terjadi perkembangan lagi, bahkan pada titik tertentu akan
terjadi penurunan kemampuan.
Dengan membandingkan IQ seseorang dengan suatu normal klasifikasi
akan dapat diketahui apakah orang tersebut termasuk dalam kelompok mereka yang
memiliki kapasitas intelektual superior atau tidak. Penetapan pembatas angka IQ
berbeda-beda karena perbedaan tes IQ yang digunakan dan perbedaan kepentingan
dari hasil klasifikasi tersebut (Azwar 2006:135).
Dalam penelitian ini tes yang digunakan adalah Test Culture Fair
Intelligence (C.F.I.T), terdiri dari tiga skala yang disusun oleh Raymond
B. Cattell dan sejumlah staf penelitian dari Institute of Personality and
Ability Testing (I.P.A.T) di Universitas Illions, Amerika Serikat. Tes ini
digunakan subyek berusia antara 13 tahun sampai dewasa. Menurut teori ”Fluid
and Cryctallized Ability” dari Raymond B. Cattell, tes ini untuk mengukur Fluid
Ability yaitu yang dibawa seseorang sejak lahir.
Di dalam perkembangannya terbentuklah Crystallized Ability
yaitu faktor-faktor kemampuan yang diperoleh dari lingkungan disekitar dirinya.
Sampai seberapa jauh peranan Crystallized Ability seseorang adalah
tergantung dari potensi Fluid Ability yang dimilikinya.
Kemampuan intelektual ini dapat diukur dengan suatu alat tes yang
biasa disebut IQ (Intellegence Quotient). Pengukuran kecerdasan
intelektual tidak dapat diukur hanya dengan satu pengukuran tunggal. Para
peneliti menemukan bahwa tes untuk mengukur.
Dari batasan yang dikemukakan di atas, dapat kita ketahui bahwa
Intelektual itu ialah faktor total berbagai macam daya jiwa erat bersangkutan
di dalamnya termasuk ingatan, fantasi, perasaan, perhatian, minat, dan
sebagainya. Kita hanya dapat mengetahui intelegensi dari tingkah laku atau
perbuatannya yang tampak. Intelegensi hanya dapat kita ketahui dengan cara
tidak langsung, melalui kelakuan intelektualnya.
Rumus kecerdasan umum, atau IQ yang ditetapkan oleh para ilmuan
adalah :
IQ = MA : CA x 100
Dimana :
IQ = Nilai IQ
MA = Mental Age
CA = Usia individu
Misalnya anak pada usia 3 tahun telah punya kecerdasan anak-anak
yang rata-rata baru bisa berbicara seperti itu pada usia 4 tahun. Inilah yang
disebut dengan usia mental. Berati IQ si anak adalah 4 : 3 x
100 = 133. Interpretasi dari IQ adalah sebagai berikut :
|
TINGKAT
KECERDASAN
|
IQ
|
|
Genius
|
Di atas 140
|
|
Sangat super
|
120 – 140
|
|
Super
|
110 – 120
|
|
Normal
|
90 – 110
|
|
Bodoh
|
80 – 90
|
|
Perbatasan
|
70 – 80
|
|
Dungu
|
50 – 70
|
|
Inbecile
|
25 – 50
|
|
Idiot
|
0 - 25
|
Debil/Moron :
·
Angka
IQnya 50 – 69
·
Dapat
menulis dan membaca, sehingga dapat bekerja dengan pekerjaan yang sederhana
·
Pengendalian
emosinya kurang
·
Mudah
terlibat pada tingkah laku yang kurang baik
·
Tingkah
laku debil dewasa seperti anak berusia 7 – 10 tahun
Imbecile :
·
Tingkat
IQnya sekitar 25 – 49
·
Dapat
melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari tanpa bantuan orang lain, misalnya
berpakaian, makan, minum
·
Dapat
dilatih melakukan pekerjaan yang sederhana dan bersifat rutin, misalnya
mengambil telur dari kandang
·
Masih
membutuhkan perawatan
·
Imbecile
dewasa tingkah lakunya seperti anak berusia 5 – 7 tahun
Idiot :
·
Mempunyai
IQ kurang dari 25
·
Merupakan
tingkatan feeble minded yang paling berat
·
Tidak
dapat mengurus dirinya sendiri
·
Tingkatan
yang terberat anak idiot hanya dapat berbicara beberapa kata
Mengikuti test IQ sudah seharusnya juga melihat usia pada saat
mengikuti test tersebut. Disampaikan pula, bahwa nilai IQ dapat suatu ketika
turun, naik dan stabil. Untuk mengasah / meningkatkan IQ dapat dilakukan usaha
untuk menjaga kesehatan, menjaga gizi makanan, dan rangsangan untuk mengasah otak
itu sendiri.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kecerdasan adalah kemampuan general manusia untuk melakukan
tindakan-tindakan yang mempunyai tujuan dan berpikir dengan cara rasional.
Selain itu, kecerdasan dapat juga diartikan sebagai kemampuan pribadi untuk
memahami, melakukan Inovasi dan memberikan solusi terhadap dalam berbagai
situasi di lingkungan hidupnya.
Sebuah penelitian yang dilakukan Charles Handy-seorang pengamat
ekonomi kenamaan asal Inggris terhadap ratusan orang sukses di Inggris memperlihatkan
bahwa mereka memiliki tiga karakter yang sama. Yaitu, pertama, mereka
berdedikasi tinggi terhadap apa yang tengah dijalankannya. Dedikasi itu bisa
berupa komitmen, kecintaan atau ambisi untuk melaksanakan pekerjaan dengan
baik. Kedua, mereka memiliki determinasi. Kemauan untuk mencapai tujuan,
bekerja keras, berkeyakinan, pantang menyerah dan kemauan untuk mencapai tujuan
yang diinginkannya. Dan ketiga, selalu berbeda dengan orang lain. Orang sukses
memakai jalan, cara atau sistem bekerja yang berbeda dengan orang lain pada
umumnya.
Kecerdasan
adalah suatu kemampuan ganda untuk memecahkan suatu masalah-masalah yang
dihadapi dalam kehidupan. Adapun manfaat dari kecerdasan dalam proses
pembelajaran yaitu sebagai masukan berupa teori, metode dan praktek tentang
pembelajaran itu sendiri
Dengan adanya multiple kecerdasan kita harus tahu bahwa anak itu
cerdas dalam hal apa. Dengan kita tahu, kita dapat mengoptimalkan kecerdasan
anak.
B.
Saran
Saran yang dapat kami berikan yaitu agar teori tentang kecerdasan
itu dapat digunakan dalam proses pembelajaran, tanpa membedakan antara
kecerdasan siswa yang satu dengan yang lain. Agar tujuan pembelajaran dapat
tercapai secara maksimal dan optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Niamah. 2012. Pengertian kecerdasan Menurut Pendapat Beberapa Ahli
(di unduh melalui : http://warnaa-warnii.blogspot.com)
Ahmadi & Soleh. (2005). Psikologi Perkembangan.Jakarta: Rineka
Cipta.
Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan
Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Citra, Ade Ira. (2009). Pengaruh Karakteristik Individu dan
Psikologis terhadapKinerja Perawat dalam Kelengkapan Rekam Medis di Ruang Rawat
Inap.Medan.
dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6701/1/09E01915.pdf
Komentar
Posting Komentar