Makna Keberadaan Alam
Tafsir Surat al – Baqarah ayat 29 dan Surat al
– A’raf ayat 54
A. PENDAHULUAN
Proses dari ketiadaan menjadi ada, dan akhirnya hancur. Di
antaranya ada penciptaan manusia dan makhluk hidup lainnya.keyakinan akan
terintegrasi pemahaman Islam dan pemahaman manusia (ilmuwan) tentang asal
muasal alam semesta. Adapun pertemuan pemahaman ayat Al Quran dan sains
astronomi adalah bahwa alam semesta ini berawal dan berakhirtapi Al Quran lebih
jauh memberi petunjuk bahwa alam semesta mempunyai Dzat Pencipta (Rabbul
alamin).
Alam semesta juga adalah fana.Ada penciptaan, proses dari ketiadaan
menjadi ada, dan akhirnya hancur. Bagaimanakah alam semesta tak berbatas
tempat kita tinggal ini terbentuk?Bagaimanakah bumi ini menjadi tempat tinggal
yang tepat dan terlindung bagi kita?Aneka pertanyaan seperti ini telah menarik
perhatian sejak ras manusia bermula.Para ilmuwan dan filsuf yang mencari
jawaban dengan kecerdasan dan akal sehat mereka sampai pada kesimpulan bahwa
rancangan dan keteraturan alam semesta merupakan bukti keberadaan Pencipta
Mahatinggi yang menguasai seluruh jagat raya.
Ini adalah kebenaran tak terbantahkan yang
dapat kita capai dengan menggunakan kecerdasan kita.Allah mengungkapkan
kenyataan ini dalam kitab suci-Nya, Al Quran, yang telah diwahyukan empat belas
abad yang lalu sebagai penerang jalan bagi kemanusiaan.Allah menyatakan bahwa
Dia telah menciptakan alam semesta dari ketiadaan, untuk suatu tujuan khusus,
serta dilengkapi dengan semua sistem dan keseimbangannya yang dirancang khusus
untuk kehidupan manusia.
Al-qur’an merupakan kalam Allah SWT yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui Malaikat Jibril secara berangsur-angsur
dan Al-Qur’an merupakan kalam Allah yang
sangatlah sempurna dimana didalamnya banyak mengandung ajaran serta
ilmu-ilmu yang sangatlah kompleks.
Dan diantara objek kajian keilmuan yang
terdapat dalam Al-Qu’an yakni adalah meliputi segala sesuatu yang ada di alam
semesta ini, karena kitab suci Al-Qur’an dalam berbagai ayatnya mengingatkan
kepada manusia agar menggunakan indera dan intelektual kita untuk
memperhatikan, merenungkan dan memikirkan tentang ciptaan Allah SWT agar kita
mendapatkan ilmu yang benar yang dapat membawa kita semakin dekat dengan Allah
SWT.
Al-Qur’an merupakan sumber segala ilmu. Al-Qur’an menyebutkan
tentang kejadian alam semesta dan berbagai proses kealaman lainnya, tentang
penciptaan manusia, termasuk manusia yang didorong hasrat ingin tahunya dan
dipacu akalnya untuk menyelidiki segala apa yang ada disekitarnya seperti
keingintahuan tentang rahasia alam semesta.
Alam semesta merupakan sebuah bukti kebesaran Tuhan, karena
penciptaan alan semesta dari ketiadaan memerlukan adanya Sang Pencipta Yang
Maha Kuasa. Tuhan telah menciptakan alam semesta ini dengan segala isinya untuk
manusia dan telah menyatakan tentang
penciptaan alam semesta dalam ayat-ayat Nya. Meskipun demikian al-Qur’an bukan
buku kosmlogi atau biologi, sebab ia hanya menyatakan bagian-bagian yang sangat
penting saja dari ilmu-ilmu yang dimaksud.
Keinginantahuan manusia tentang alam semesta tidak hanya membaca
al-Qur’an saja, akan tetapi juga
melakukan perintah Tuhan. Sehingga ia dapat menemukan kebenaran yang dapat dipergunakan
dalam pemahaman serta penafsiran al-Qur’an, berdasarkan surat Yunus ayat 101:
قُلِ انظُرُوا مَاذَاالسَّمَاوَاتِ والْأَرْضَ وَمَاتُغْنِيْ الْآيَاتُ
وَالنُّذُرُ عَنْ قَومٍ لاَّيُؤْمِنُوْنَ.
“Katakanlah:
Perhatikan apa yang ada di langit dan di bumi.Tidaklah bermanfaat tanda
kekuasaan Allah dan Rasul – Rasul yang memberi peringatan bagi orang orang yang
tidak beriman.”
Oleh
karena itu tidak dapat diragukan lagi bahwa penciptaan alam semesta bukanlah
produk dari hasil pemikiran manusia, akan tetapi produk dari hasil Tuhan.
B. PEMBAHASAN
1. Alam Semesta dalam Perspektif Klasik dan Modern
a)
Pandangan
Klasik
Menurut pakar fisika bahwa alam tidak hanya
tak berhingga besarnya dan tak terbatas, tetapi juga tidak berubah status
totalitasnya dari waktu tak berhingga lamanya yang telah lampau sampai waktu
tak berhingga lamanya yang akan datang.
Menurut Einstein bahwa alam semesta tidak
pernah diciptakan, yang qadim, langgeng, sesuai dengan konsesus yang didasarkan
pada kesimpulan yang rasional sebagai analisis yang kritis terhadap berbagai
data yang diperolehnya dari pemikiran dalam pengamatan.
b)
Pandangan
Modern
Menurut Hubble bahwa alam semesta ini tidak statis, melainkan
merupakan alam yang dinamis, seperti model Friedman.
Hubble melakukan observasi tentang alam
melalui teropong bintang terbesar di dunia, melihat galaksi-galaksi di
sekeliling kita, yang menurut analisis terhadap spektrum cahayanya tampak
menjauhi galaksi kita dengan kelajuan yang sebanding dengan jaraknya dari bumi,
yang terjauh bergerak paling cepat meninggalkan kita.[1]
Menurut Gamow, Alpher dan Robert Herman, bahwa
terjadi ledakan yang maha dahsyat yang melemparkan materi seluruh jagat raya ke
semua arah, yang kemudian membentuk bintang-bintang dan galaksi karena tidak
mungkin materi seluruh alam itu berkumpul di suatu tempat dalam ruang alam
tanpa meremas diri dengan gaya gravitasinya yang sangat kuat, sehingga
volumenya menjauhi titik, maka disimpulkan bahwa dentuman besar itu terjadi
ketika seluruh materi kosmos terlempar dengan kecepatan yang sangat tinggi
keluar dari keberadaannya dalam volume yang sangat kecil.
Sehingga menurut mereka alam semesta lahir dari sebuah singularitas
dengan keadaan ekstrem.
2.
Alam Semesta dalam Perspektif Islam
Alam semesta menurut Islam adalah diciptakan pada suatu waktu dan
akan ditiadakan pada saat yang lain.
Pandangan Einstein tentang alam semesta sangat bertentangan dengan
konsep alam menurut Al-Qur’an. Karena semula alam tiada tetapi kemudian,
sekitar 15 milyard tahun yang lalu, tercipta dari ketiadaan. Sedangkan
perbandingan konsepsi fisika tentang penciptaan alam dengan ajaran Al-Qur’an
dapat kita lihat dalam surat Al-Anbiya’ ayat 30 yang berbunyi:
أَوَلَمْ يَرَ
الَّذِيْنَ كَفَرُوا أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ كَانَتَا
رَتْقًافَفَتَقْنَاهُمَا وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ أَفَلاَ
يُؤْمِنُوْنَ.
“Dan apakah orang orang yang kafir tidak mengetahui
bahwasannya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu,kemudian
Kami pisahkan antara keduanya.Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang
hidup.Maka mengapakah mereka tiada juga Beriman.” (Q.S. Al-Anbiya’ : 30).
3. Tafsir Surat Al- Baqarah ayat 29
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَافِي الْأَرْضِ
جَمِيْعًاثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتِ وَهُوَ
بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ.
“Dia-lah (Allah), yang menjadikan segala yang
ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu
dijadikan-Nya tujuh langit. dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu.”
Dengan melihat teks ayat diatas kita dengan
mudah dapat menafsirkan ayat diatas, namun kita tidak semena-mena begitu saja
menafsirkan suatu ayat al-Quran sebelum kita memenuhi syarat untuk menjadi
seorang Mufassir . Dalam kitab Jalalain yang diterjemahkan oleh KH. Misbah
Zainul Musthafa dikatakan: “Tuhan yang menciptakan kalian adalah Tuhan yang
menciptakan Bumi dan seisinya, penting bagi kalian semua, agar kalian dapat
mengambil manfaat untuk kepentingan dunia dan akhirat. Dan setelah Allah menciptakan bumi kemudian Allah menata langit,
sampai dijadikan tujuh langit. Jangan dikira Allah tidak mengetahui tingkah
lakumu, Allah mengetahui segala bentuk penciptaan yang utuh beserta
Perincian-detailnya. Kenapa kamu masih saja tidak mengerti? bahwa Allah bisa
membuat langit dan bumi dan seisinya yang lebih jauh lebih besar melebihi
kalian semua, jadi tentu saja Allah bisa atau mampu untuk menghidupkan kalian
setelah mati “.[2]
Dari penafsiran diatas dapat digarisbawahi bahwa Allah Tuhan kita
bersifat Maha Pencipta, Maha Kuasa, Maha Besar dan Maha Tahu. Dikatakan
demikian karena Allah-lah yang telah menciptakan Bumi dan Langit beserta
isinya. Dia Maha Kuasa karena berkuasa terhadap segala apa yang telah
diciptakanNya. Dia Maha Besar karena dilihat dari besarnya alam yang telah dia
ciptakan. Dan Dia Maha Tahu karena Allah mengetahui segala bentuk perilaku kita
dan juga Perincian-Perincian segala bentuk penciptaanNya. Sekecil apapun itu.
Jadi, dapat disimpulkan penafsiran ayat
tersebut adalah pertama , bahwa Allah Maha Pencipta dengan penciptaannya yang
berupa bumi beserta isinya dan juga langit hingga penataannya yang mencapai
tujuh langit. Kedua , Allah mengetahui segala bentuk
tingkah laku dan perbuatan sekecil apapun, karena Dia mengetahui segala bentuk
ciptaannya beserta perinciaannya.
Lafadh ” Istawa ” ditafsirkan dengan lafadh ”
qosoda ” (berarti), karena arti lafadh istawasendiri itu adalah mempersilahkan,
dan lafadh ini dalam pikiran manusia terkesan Muhal bagi Allah karena
menyerupai makhluk.[3]
Dalam lafadh ” fasawwahunna “, dhomir Hunna kembali kepada lafadh ”
samaa ‘ ” yang berbentuk mufrod. Karena lafadh ” samaa ‘ ” sama dengan lafadh
yang berarti jamak, karena pada akhirnya langit akan menjadi tujuh.
Ayat ini juga menunjukkan bahwa langit itu ada
7 , begitu pula ayat-ayat yang lain banyak juga yang menyebutkan bahwa langit
itu ada tujuh lapis. Sedangkan bumi, tentang deskripsi bumi ada tujuh lapis
memang tidak ada keterangan yang jelas dalam al-Qur’an.
Sedangkan dalam Hadits ada keterangan bahwa bumi itu ada tujuh
lapis. Diceritakan dari Said bin Zaid: “Saya mendengar Rosulullah SAW
bersabda:” Barang siapa yang mengurangi satu jengkal saja tanah seseorang
dengan dholim, maka orang tersebut akan dikalungi tanah yang dikurangi tersebut
sampai tujuh bumi . “( HR: Muslim).[4]
Dalam Hadits lain juga disebutkan,
diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi ra. dari Abu Hurairah ra.Berkata: ” Suatu hari
Nabi Muhammad SAW bersama para sahabat, tiba-tiba ada mendung yang menaungi
para sahabat, kemudian Nabi Muhammad bersabda: apakah kalian tidak tahu, apa
yang ada diatas kita ini? Para sahabat berkata: Allah dan RosulNya yang lebih
tahu. Rosulullah berkata: ini namanya ‘Anan (mendung), yang digiring oleh Allah
kepada orang-orang yang tidak mau bersyukur dan menyembah Allah Swt. Aapa kalian tidak tahu apa yang ada diatas kalian semua? Para
sahabat menjawab: Allah dan RosulNya lebih tahu. Kemudian Nabi bersabda: itu
adalah langit dunia, seperti atap, yang dijaga oleh Allah agar tidak bisa
jatuh, berapa jarak kita dengan langit dunia itu?Para sahabat menjawab: Allah
dan Rosul-Nya lebih tahu. Lantas Rosulullah bersabda: antara kalian dan
langit ini terpaut jarak lima ratus perjalanan kaki. Apa kalian tahu apa yang
ada diatas langit dunia itu? Para sahabat menjawab: Allah dan Rosul-Nya
yang lebih tahu. Rasulullah bersabda: langit kedua, yang antara langit kedua
itu terpaut jarak perjalanan kaki lima ratus tahun, kemudian Nabi bertanya
begitu seterusnya sampai berjumlah tujuh langit. Antara langit satu dan dan
satunya terpaut jarak seperti jarak bumi dan langit pertama. Rasulullah kembali
bersabda: apakah kalian tahu, apa yang ada diatas langit ke tujuh itu? Para
sahabat menjawab: Allah dan RosulNya lebih tahu.Rosulullah bersabda:
ketahuilah! Di atas langit ke tujuh itu adda ‘Arsy. Jarak antara langit ke tujuh
dan ‘Arsy terpaut seperti jarak antara dua langit. Kemudian Rosululah bertanya
lagi: apa kalian taahu apa yang ada di bawah kalian? Para sahabat menjawab:
Allah dan RosulNya lebih tahu.Lantas Rosul bersabda: di bawah bumi massih ada
bumi lain, anatar bumi satu dan satunya terpaut jarak lima ratus tahun
perjalanan kaki. Demikian Rosulullah bersabda dan menjelaskan kepada para
sahabat sampai terhitung tujuh bumi . Yang mana jarak antara bumi satu dengan
satunya terpaut perjalanan kaki lima ratus tahun . ”[5] (HR. Tirmidzi)
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa selain
langit yang banyak diterangkan memiliki tujuh lapis, begitu pula bumi yang juga
ada tujuh lapis sebagaimana dijelaskan dalam dua hadits yang diriwayatkan oleh
Imam Tirmidzi dan Imam Muslim.
Disini kami dapat sedikit memahami betapa
besar kekuasaan Allah yang digambarkan dalam ayat 29 surat al-Baqarah ini,
jelas dalam ayat ini bahwa Allah Maha Kuasa dengan segala apa yang
diciptakannya. Betapa tidak
Maha Kuasa …? langit, bumi dan seisinya yang merupakan ciptaannya terlihat
begitu besar dimata kita. Maka sudah pasti bahwa yang menciptakan adalah suatu
Dzat yang Maha Kuasa.
Berdasarkan penafsiran yang ada pada ayat 29 surat Al-Baqarah ini,
yang menjelaskan tentang kekuasaan Allah SWT. Ayat ini memiliki hubungan dengan
ayat sebelumnya yaitu ayat 28 dari surat Al-Baqarah yang juga menjelaskan
tentang kekuasaan Allah SWT, asbabun nuzul ayat 29 ini juga berdasarkan apa
yang terjadi dalam ayat sebelumnya yaitu ayat 28 yang berbunyi:
“كيف تكفرون
بالله وكنتم
أمواتا فأحياكم
ثم يميتكم
ثم يحييكم
ثم إليه
ترجعون”
Kedua ayat ini menjelaskan tentang kekuasaan Allah yang Maha Kuasa,
yang mana mampu menghidupkan orang-orang sesudah mati dan Allahlah yang
menciptakan Langit dan Bumi beserta isinya. Dari dua ayat ini dapat juga
dikorelasikan dengan beberapa Asmaul Husna bagi Allah yang berbunyi, a. al-
Mumitu , b. al- Muhyi , c. al- Kholiq , d. al’Alim.
Dikatakan al Mumitu (Maha Mematikan), karena dalam ayat 28
dikatakan bahwa Allahlah yang akan mematikan seluruh umat manusia. Allah
berkenan kapanpun waktu kita tiba untuk menghadap kepadanya. Dalam ayat 29 juga
tersirat satu Asmaul Husna yang berbunyi al-Muhyi (Maha menghidupkan), dimana
Allahlah yang akan menghidupkan kita kelak di Hari Kebangkitan setelah haari Akhir,
yang mana kita akan menerima segala bentuk imbalan dari apa yang kita perbuat
selama di dunia ini.
Sedangkan yang ada pada ayat 29 yaitu al-
Kholiq (Maha Pencipta), dimana Allah-lah yang telah menciptakan segala sesuatu
yang ada di bumi, dan juga tujuh lapisan langit yang menjulang tinggi diatas
bumi tanpa suatu tiang penyanggah satupun. Dan al- ‘ Alim yang disindir dalam
ayat 29 yang mengidentifikasikan bahwa Allah Maha Mengetahui segala bentuk
perbuatan manusia secara rinci, karena Allah Maha Mengetahui setiap inci bentuk
penciptaannya yang jelas lebih rumit diketahui dari segala bentuk perilaku
manusia dan semua makhluk hidup.
4. Tafsir Surat Al – A’raf ayat 54
إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَىٰ عَلَى الْعَرْشِ
يُغْشِي اللَّيْلَ النَّهَارَ يَطْلُبُهُ حَثِيثًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ
وَالنُّجُومَ مُسَخَّرَاتٍ بِأَمْرِهِ ۗ أَلَا لَهُ الْخَلْقُ وَالْأَمْرُ ۗ
تَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ
“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang
telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas
'Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan
(diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing)
tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak
Allah. Maha suci Allah, Tuhan semesta alam.”
I.
Menurut Ibnu Katsir
Allah subhanahu wa ta’ala. berfirman bahwa
Dialah yang menciptakan seluruh alam semesta ini, termasuk langit dan bumi
serta apa yang ada di antara keduanya dalam enam hari. Hal seperti ini disebutkan di dalam Al-Qur’an melalui bukan hanya
satu ayat. Yang dimaksud dengan enam hari ialah Ahad, Senin, Selasa, Rabu,
Kamis, dan Jumat. Pada hari Jumat semua makhluk kelak dihimpunkan, dan pada
hari Jumat pula Allah menciptakan Adam ‘alaihis salam Para ulama berselisih
pendapat mengenai pengertian makna hari-hari tersebut. Dengan kata lain. apakah
yang dimaksud dengan hari-hari tersebut sama dengan hari-hari kita sekarang,
seperti yang kita pahami dengan mudah. Ataukah yang dimaksud dengan setiap hari
adalah yang lamanya sama dengan seribu tahun, seperti apa yang telah dinaskan
oleh Mujahid dan Imam Ahmad ibnu Hambal, yang hal ini diriwayatkan melalui
Ad-Dahhak dari Ibnu Abbas. Adapun mengenai hari Sabtu, tidak terjadi padanya
suatu penciptaan pun, mengingat hari Sabtu adalah hari yang ketujuh. Karena
itulah hari ini dinamakan hari Sabtu, yang artinya putus.
Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad di
dalam kitab musnadnya menyebutkan: telah menceritakan kepada kami Hajjaj, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Juraij, telah menceritakan kepadaku Ismail ibnu
Umayyah, dari Ayyub ibnu Khalid, dari Abdullah ibnu Rafi maula Ummu Salamah,
dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ memegang tangannya, lalu bersabda: Allah menciptakan bumi pada hari Sabtu,
menciptakan gunung-gunung yang ada di bumi pada hari Ahad, menciptakan
pepohonan yang ada di bumi pada hari Senin, menciptakan hal-hal yang tidak
disukai pada hari Selasa, menciptakan nur pada hari Rabu, menebarkan
hewan-hewan di bumi pada hari Kamis, dan menciptakan Adam sesudah asar pada
hari Jumat sebagai akhir makhluk yang diciptakan di saat yang terakhir dari
saat-saat hari Jumat, tepatnya di antara waktu asar dan malam hari. Hadis ini
diriwayatkan oleh Muslim ibnu Hajjaj di dalam kitab sahihnya dan juga oleh Imam
Nasai melalui berbagai jalur dari Hajjaj (yaitu Ibnu Muhammad Al-A’war), dari
Ibnu Juraij dengan sanad yang sama. Di dalamnya disebutkan semua hari yang
tujuh secara penuh. Padahal Allah subhanahu wa ta’ala. telah menyebutkan dalam
Firman-Nya enam hari. Karena itulah
maka Imam Bukhari dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan para
huffaz mempermasalahkan hadis ini. Mereka menjadikannya sebagai riwayat dari
Abu Hurairah, dari Ka’b Al-Ahbar, yakni bukan hadis marfu’. Firman Allah
subhanahu wa ta’ala.: Lalu Dia beristiwa di atas Arasy. Sehubungan dengan makna
ayat ini para ulama mempunyai berbagai pendapat yang cukup banyak, rinciannya
bukan pada kitab ini. Tetapi sehubungan dengan ini kami hanya meniti cara yang
dipakai oleh mazhab ulama Salaf yang saleh, seperti Malik, Auza’i, As-Sauri,
Al-Lais ibnu Sa’d, Asy-Syafii, Ahmad, dan Ishaq ibnu Rahawaih serta
lain-lainnya dari kalangan para imam kaum muslim, baik yang terdahulu maupun
yang kemudian. Yaitu menginterpretasikannya seperti apa adanya, tetapi tanpa
memberikan gambaran, penyerupaan, juga tanpa mengaburkan pengertiannya. Pada
garis besarnya apa yang mudah ditangkap dari teks ayat oleh orang yang suka menyerupakan
merupakan hal yang tidak ada bagi Allah, mengingat Allah subhanahu wa ta’ala.
itu tidak ada sesuatu pun dari makhluk yang menyerupai-Nya. Allah subhanahu wa
ta’ala. telah berfirman: Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan
Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat, (Asy-Syura, 11) Bahkan
pengertiannya adalah seperti apa yang dikatakan oleh para imam, antara lain
Na’im ibnu Hammad Al-Khuza’i (guru Imam Bukhari). Ia mengatakan bahwa barang
siapa yang menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya, kafirlah dia. Barang siapa
yang ingkar kepada apa yang disifatkan oleh Allah terhadap Zat-Nya sendiri,
sesungguhnya dia telah kafir. Semua apa yang digambarkan oleh Allah subhanahu
wa ta’ala. mengenai diriNya, juga apa yang digambarkan oleh Rasul-Nya bukanlah
termasuk ke dalam pengertian penyerupaan. Jelasnya, barang siapa yang meyakini
Allah sesuai dengan apa yang disebutkan oleh ayat-ayat yang jelas dan
hadis-hadis yang sahih, kemudian diartikan sesuai dengan keagungan Allah dan
meniadakan dari Zat Allah sifat-sifat yang kurang, berarti ia telah menempuh
jalan hidayah.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala.: Dia menutupkan malam kepada
siang yang mengikutinya dengan cepat. Yakni menghilangkan kegelapan malam hari
dengan cahaya siang hari, dan menghilangkan cahaya siang hari dengan gelapnya
malam hari. Masing-masing dari keduanya mengikuti yang lainnya dengan cepat dan
tidak terlambat. Bahkan apabila yang ini datang, maka yang itu pergi, begitu
pula sebaliknya. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah malam, Kami
tanggalkan siang dari malam itu, maka dengan serta merta mereka berada dalam
kegelapan, dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan
Yang Mahaperkasa lagi Maha Mengetahui. Dan telah Kami tetapkan bagi bulan
manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir)
kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua. Tidaklah mungkin bagi matahari
mendapatkan bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing
beredar pada garis edarnya. (Yaa Siin:37-40) Firman Allah subhanahu wa ta’ala.:
dan malam pun tidak dapat mendahului siang. (Yaa Siin:40) Artinya, tidak akan
terlambat darinya serta tidak akan ketelatan darinya, bahkan yang satunya
datang sesudah yang lainnya secara langsung tanpa ada jarak waktu pemisah di
antara keduanya. Karena itulah maka dalam ayat ini disebutkan oleh firman-Nya:
…yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan, dan
bintang-bintang, (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Di antara ulama
ada yang membaca nasab, ada pula yang membaca rafa’ tetapi masing-masing dari
kedua bacaan mempunyai makna yang berdekatan. Dengan kata lain, semuanya tunduk
di bawah pengaturanNya dan tunduk di bawah kehendak-Nya. Karena itulah dalam
firman berikutnya disebutkan: Ingatlah, menciptakan dan memerintahkan hanyalah
hak Allah. Yakni hanya Dialah yang berhak menguasai dan mengatur semuanya.
Mahasuci Allah, Tuhan semesta alam. Sama dengan yang disebutkan di dalam
firman-Nya: Mahasuci Allah yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang.
(Al Furqaan:61), hingga akhir ayat. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan
kepadaku Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Ishaq, telah menceritakan kepada
kami Hisyam Abu Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Baqiyyah ibnul
Walid, telah menceritakan kepada kami Abdul Gaffar ibnu Abdul Aziz Al-Ansari,
dari Abdul Aziz Asy-Syami, dari ayahnya yang berpredikat sahabat, bahwa
Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Barang siapa yang tidak memuji Allah atas amal
yang dikerjakannya, yaitu amal yang saleh, dan bahkan dia memuji dirinya
sendiri, maka sesungguhnya ia telah ingkar dan amalnya dihapuskan. Dan barang
siapa yang menduga bahwa Allah telah menjadikan bagi hamba-hamba-Nya sesuatu
dari urusan itu, berarti ia telah ingkar terhadap apa yang diturunkan oleh
Allah kepada nabi-nabi-Nya. Dikatakan demikian karena ada firman Allah
subhanahu wa ta’ala yang mengatakan: Ingatlah, menciptakan dan memerintah
hanyalah hak Allah. Mahasuci Allah, Tuhan semesta alam. Di dalam sebuah doa
yang ma’tsur (bersumber) dari Abu Darda dan telah diriwayatkan secara marfu’
disebutkan: Ya Allah, bagi-Mu semua kekuasaan, dan bagi-Mu semua pujian, dan
hanya kepada Engkaulah semua urusan dikembalikan. Saya memohon kepada-Mu semua
kebaikan, dan saya berlindung kepada-Mu dari semua kejahatan.
II.
Menurut
Kementrian Agama RI
Pada permulaan ayat ini Allah menegaskan bahwa Dialah yang
menciptakan langit dan bumi dalam enam hari (masa). Dialah Pemilik, Penguasa
dan Pengaturnya, Dialah Tuhan yang berhak disembah dan kepada-Nyalah manusia
harus meminta pertolongan. Walaupun yang disebutkan dalam ayat ini hanya langit
dan bumi saja, tetapi yang dimaksud ialah semua yang ada di alam ini karena
yang dimaksud dengan langit ialah semua alam yang di atas, dan yang dimaksud
dengan bumi ialah semua alam yang di bawah, dan termasuk pula alam yang ada di
antara langit dan bumi sebagaimana tersebut dalam firman-Nya: Yang menciptakan
langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia
bersemayam di atas Arasy. (Q.S Al Furqan: 59)
Adapun
yang dimaksud dengan enam hari ialah enam masa yang telah ditentukan Allah,
bukan enam hari yang kita kenal ini yaitu hari sesudah terciptanya langit dan
bumi sedang hari dalam ayat ini adalah sebelum itu. Adapun mengenai lamanya
sehari itu hanya Allah yang mengetahui, sebab dalam Alquran sendiri ada yang
diterangkan seribu tahun dalam firman-Nya yang disebutkan: Sehari di sisi
Tuhanmu adalah seperti seribu tahun menurut perhitungan kamu. (Q.S Al Hajj: 47)
Dan ada pula yang diterangkan lima puluh ribu tahun seperti dalam firman-Nya:
Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang
kadarnya lima puluh ribu tahun. (Q.S Al Ma’arij: 4) Ada beberapa hadis yang
menunjukkan bahwa hari yang enam itu ialah hari-hari kita sekarang di antaranya
yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Muslim dari Abu Hurairah. Abu Hurairah
berkata: Rasulullah memegang tanganku lalu bersabda, “Allah menciptakan tanah
pada hari Sabtu, menciptakan bukit-bukit pada hari Ahad, menciptakan pohon pada
hari Senin, menciptakan hal-hal yang tak baik pada hari Selasa, menciptakan
cahaya pada hari Rabu, menciptakan gunung-gunung pada hari Kamis dan
menciptakan Adam sesudah Asar pada hari Jumat pada saat terakhir itu antara
waktu Asar dan permulaan malam.” (H.R
Ahmad dan Muslim dari Abu Hurairah)
Hadis ini ditolak oleh para ahli hadis karena bertentangan dengan
nas Alquran. Dari segi sanadnya pun hadis ini adalah lemah karena diriwayatkan
oleh Hajjad bin Muhammad Al-Ajwar dari Juraij yang sudah miring otaknya di
akhir hayatnya. Menurut Al-Manar hadis ini termasuk hadis-hadis Israiliat yang
dibikin oleh kaum Yahudi dan Nasrani dan dikatakan dari Rasulullah ﷺ Pada
ayat-ayat yang lain diterangkan lebih terperinci lagi tentang masa-masa
penciptaan langit dan bumi seperti terdapat dalam firman Allah subhanahu wa
ta’ala: Katakanlah, “Sesungguhnya patutkah kamu kafir kepada Yang menciptakan
bumi dalam dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagi-Nya?” (Yang bersifat)
demikian itulah Tuhan semesta alam. (Q.S Fussilat: 9) Dan Dia menciptakan di
bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahi dan menentukan
pada kadar makanan-makanan penghuninya dalam empat masa yang sama (cukup)
sesuai bagi segala yang memerlukannya. Kemudian Dia menuju kepada penciptaan
langit dan langit itu masih merupakan asap, berkata Allah kepadanya dan kepada
bumi: “Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau
terpaksa.” Keduanya menjawab, “Kami datang dengan suka hati.” Maka Dia
menjadikannya tujuh langit dalam dua masa dan dia mewahyukan kepada tiap-tiap
langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang terdekat dengan bintang-bintang
yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah
ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.
Dari ayat-ayat tersebut dapatlah kita ambil kesimpulan sebagai
berikut: 1. Penciptaan bumi yang berasal dari gumpalan-gumpalan yang kelihatan
seperti asap adalah dua masa dan penciptaan tanah, bukit-bukit gunung-gunung
dan bermacam-macam tumbuh-tumbuhan dan bintang dalam dua masa pula. Dengan
demikian sempurnalah penciptaan bumi dan segala isinya dalam empat masa. 2.
Penciptaan langit yang berasal dari gumpalan-gumpalan kabut itu dengan segala
isinya dalam dua masa pula. Adapun bagaimana prosesnya kejadian langit dan bumi
Alquran tidak menjelaskannya secara terperinci dan kewajiban para ahli untuk
menyelidikinya dan mengetahui waktu atau masa yang diperlukan untuk
masing-masing tahap dari tahap-tahap kejadiannya. Kemudian setelah selesai
penciptaan langit dan bumi, Allah bersemayam di atas Arasy mengurus dan
mengatur semua urusan yang berhubungan dengan langit dan bumi itu sesuai dengan
ilmu dan kebijaksanaan-Nya. Tentang bagaimana Allah bersemayam di atas
Arasy-Nya dan bagaimana Dia mengatur semesta alam ini tidaklah dapat disamakan
atau digambarkan seperti bersemayamnya seorang raja di atas singgasananya
karena Allah tidak boleh dimisalkan atau dicontohkan dengan makhluk-Nya. Namun
hal ini harus dipercayai dan diimani dan Dia sendirilah Yang Mengetahui
bagaimana hakikatnya.
Para sahabat Nabi tak ada yang merasa ragu dalam hatinya mengenai
bersemayam Allah di atas Arsy. Mereka meyakini hal itu dan beriman kepadanya
tanpa mengetahui bagaimana gambarnya. Demikianlah dari Rabi’ah guru Imam Malik
bahwa dia berkata ketika ditanyakan kepadanya masalah bersemayamnya Allah di
atas Arasy sebagai berikut: “Bersemayamnya Allah adalah suatu hal yang tidak
asing lagi tetapi bagaimana caranya tidak dapat dipikirkan. Kerasulan itu
adalah dari Allah dan kewajiban rasul ialah menyampaikan, maka kewajiban
manusia ialah membenarkannya. Demikianlah pendapat dan pendirian ulama-ulama
dari dahulu sampai sekarang, maka tidak wajarlah manusia memberanikan diri untuk
menggambarkan atau mencontohkan bagaimana bersemayam-Nya Allah di atas
Arasy-Nya. Na’im bin Ahmad guru Imam Bukhari berkata tentang hal itu, “Orang
yang menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya adalah kafir, orang yang mengingkari
sifat Allah sebagaimana diterangkan-Nya (dalam kitab-Nya) adalah kafir, dan
tiadalah dalam sifat Allah yang diterangkan-Nya atau diterangkan oleh Rasul-Nya
sesuatu penyerupaan. Maka barang siapa yang menetapkan hal-hal yang diterima
dari hadis yang sahih sesuai dengan keagungan Allah dan meniadakan sifat-sifat
kekurangannya bagi-Nya, maka sesungguhnya dia telah menempuh jalan yang benar.
Selanjutnya Allah menerangkan bahwa Dialah yang menutupi siang dan
malam sehingga hilanglah cahaya matahari di permukaan bumi dan hal ini berlaku
sangat cepat. Maksudnya malam itu selalu mengejar cahaya matahari telah
tertutup terjadilah malam dan di tempat yang belum terkejar oleh malam,
matahari tetap meneranginya dan di sana tetaplah siang. Demikianlah seterusnya
pergantiannya siang dengan malam atau pergantian malam dengan sifat. Dalam ayat
lain Allah berfirman: Dia menciptakan langit dan bumi dengan (tujuan) yang
benar, Dia menutupkan malam atas siang dan menutupkan siang atas malam dan
menundukkan matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang
ditentukan. Ingatlah, Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (Q.S Az
Zumar: 5) Hal ini terjadi karena bumi berbentuk bulat selalu berputar pada
sumbunya di bawah matahari maka dengan demikian pada muka bumi yang kena cahaya
matahari terjadilah siang dan pada muka bumi yang tidak terkena cahayanya
terjadilah malam.
Kemudian Allah menerangkan pula bahwa matahari, bulan dan bintang
semuanya tunduk di bawah perintah-Nya dan peraturan-peraturan yang telah
ditetapkan-Nya bagi masing-masingnya. Semuanya bergerak sesuai dengan aturan
yang telah ditetapkan-Nya dan di antaranya tidak ada yang menyimpang dari
aturan-aturan yang telah ditetapkan itu. Dengan demikian terjadilah suatu
keharmonisan, suatu keserasian dalam perjalanan masing-masing sehingga tidak
akan terjadi perbenturan atau tabrakan antara satu dengan yang lainnya,
meskipun di langit itu terdapat milyunan bintang-bintang dan benda-benda langit
lainnya. Semuanya itu adalah karena Dia Maha Pencipta, Maha Mengetahui lagi
Maha Bijaksana, Maha Suci Allah Tuhan semesta alam. Dan Dia sajalah yang patut
disembah, kepada-Nyalah setiap hamba harus memanjatkan doa memohon karunia dan
rahmat-Nya dan kepada-Nyalah setiap hamba harus bersyukur dan berterima kasih
atas segala nikmat yang telah diberikan-Nya. Sungguh amat jauhlah tersesatnya
orang yang masih mempersekutukan-Nya dengan makhluk-Nya dan memohonkan doa
kepada sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat atau mudarat.
C. KESIMPULAN
Konteks ayat 29 surat Al Baqarah berbicara
tentang penciptaan alam dalam rangka memberikan peringatan kepada orang-orang
yang fasik, yaitu mengapa mereka sampai berbuat demikian, padahal mereka
diciptakana oleh Allah dari kedaan tak berdaya (mati), kemudian hidup (di
dunia), kemudian mati lagi, dan hidup lagi (di dalam kubur) dan selanjutnya
mereka dikembalikan kepada Allag SWT. Selain
itu, Allah juga menciptakan segala apa yang ada di bumi dan di langit untuk
mereka . Dengan demikian, titik tekan ayat 29 surat Al Baqarah ini tidak
berbicara tentang proses penciptaan alam, melainkan lebih ditujukan untuk
menjelaskan posisi alam sebagai tempat yang penuh berbagai karunia Tuhan yang
dapat dimanfaatkan oleh manusia dan oleh karena itu tidak sepantasnya manusia berbuat
ingkar sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang fasik sebagaimana tersebut
di atas.
Allah memberitahukan bahwa Allah adalah Rabb yang telah menciptakan
alam ini: langit, bumi dan juga seisinya dalam enam hari. Sebagaimana hal itu
telah dijelaskan oleh beberapa ayat di dalam Al Qur’an. Keenam hari itu adalah;
hari Ahad, Senin, Selasa, Rabu, Kamis dan Jum’at. Di dalamnya-lah seluruh
penciptaan diselesaikan dan di dalamnya pula Adam AS diciptakan.
Kaitannya dengan pendidikan ialah dalam aspek materi pendidikan.
Al-‘Araf ayat 54 memberikan pencerahan bagi perkembangan dunia pendidikan,
khususnya pendidikan ilmu pengetahuan umum.
D. SARAN
Allah Menjadikan manusia sebagai khalifah di
dunia yang merupakan sebuah amanah yang sangat besar, oleh karena itu diharapkan
kita sebagai manusia yang memiliki akal fikiran untuk dapat menjalankan amanah
ini yaitu dengan menjaga dan mengelolah alam semesta dengan sebaik-baiknya.
[1] Prof. Achmad Baiquni, M.Sc,Ph.D. Al-Qur’an Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1995),10-14
[2] Ibid, hal 74.
makalah nya bagus kak...
BalasHapusAlhamdulillah😍 semoga bermanfaat 😇
Hapus